Mungkin akan terbaca asing jika saya katakan, orang-orang yang hidup dengan melakukan apa yang dia rasa benar jauh lebih unggul dalam berTuhan. Kebalikan dari orang-orang yang didiktekan sesuatu (meski benar) kepadanya untuk dilakukan. Suatu kali saya pernah mengungkapkan kepada seorang kawan (yang lain) bahwa Tuhan itu Maha Kreatif. Sehingga layak juga rasanya manusia-manusia unggul adalah manusia-manusia yang kreatif. Kreatif di berbagai bidang, di berbagai area dan berbagai cara. Kreatif yang tentu saja tidak terjajah oleh manusia-manusia lainnya. Karena akan sangat parah menjadi manusa yang terbelenggu di dalam sistem yang dibuat oleh manusia lain. Atau lebih lagi sampai mengalami terkurung-idealisme disebabkan hukum-hukum yang ditetapkan manusia lain. Saya menyebut manusia lain berarti manusia yang memiliki potensi yang sama dengan kita.
Tentu jawaban favorit terhadap tuduhan ini adalah, “Tidak semua orang yang kamu maksud berbuat seperti yang kamu bayangkan itu!” Ya, dengan teori relatifitas yang pamungkas selama berabad-abad ini tentu saya saya tidak akan berkutik. Namun, adakah yang bisa membuktikan bahwa dirinya adalah salah satu dari yang ia bela itu? Yaitu salah satu dari golongan “tidak semua orang seperti yang kamu bayangkan”. Jika ada yang bisa membuktikan, maka ia menjadi lepas dari semua tuduhan. Namun jika tidak dapat membuktikan, tentu saja itu hanya akan membenamkannya lebih dalam ke dalam tuduhan.
Lalu apa korelasi antara semua hal ini dengan menjadi hamba syetan? Saya hanya sedang menemukan sesuatu dari konsep kebebasan yang ditawarkan oleh Tuhan. Melalui agamaNya, Tuhan menginginkan manusia bebas dalam menjalani hidup. Bebas yang tentu saja tetap berada dalam koridor-koridor keputusan Tuhan. Jika ada yang bertanya mengapa harus demikian? Bukankah kebebasan itu berarti tidak terikat? Saya akan jawab, semua itu sebagai sebuah kelaziman yang mesti kita lakukan agar tidak menjadi hamba syetan atau hamba manusia.
Singkatnya begini, dengan menghalau rasa keterikatan berTuhan kita, yaitu antara manusia dan Tuhan. Maka secara otomatis kita akan tercampak pada keterikatan baru selain kepadaNya, antara keterikatan bersyetan atau bermanusia. Syetan jelas dalam aksinya, karena fokus paling vitalnya menjamah wilayah-wilayah iman. Sedangkan manusia? Ini yang kadang tidak bisa dilihat dengan jelas. Sebab manusia terhadap manusia lainnya, sering salah tafsir pada perbuatan-perbuatan yang dipertukarkan.
Sehingga rasanya, perlu juga sekali-kali kita teliti apa yang sedang kita lakukan, kita jalani, kita makan, atau bahkan kita bagi. Jangan-jangan apapun itu malah membuat kita jauh dari rasa penghambaan kepada Tuhan untuk menjilat kepada makhluk yang serupa. Apa yang ingin saya katakan adalah; "Ambillah waktu istirahat ketika anda merasa lelah dan berhentilah menjadi syetan!"
*Mengingau di tengah malam