Namun yang perlu disadari, adanya digitalisasi pendidikan perlahan merubah kebiasaan seorang mahasiswa dalam hal sosialisasi. Sebagai seorang pelajar, tentunya saya turut merasakan dampak negatif tersebut. Dampak negatif yang dimaksud ialah perubahan perilaku mahasiswa yang gemar memanfaatkan waktu luangnya di perpustakaan kini mulai melandai sedikit demi sedikit.
Sebelum adanya digitalisasi, perpustakaan merupakan tempat favorit bagi mahasiswa yang gemar membaca buku dan mencari banyak referensi untuk kebutuhan pendidikan. Setelah dunia pendidikan dimudahkan oleh konsep digitalisasi, peminat buku di perpustakaan menurun. Suasana perpustakaan yang awalnya hidup karena diskusi mahasiswa, sekarang terpaksa harus sunyi. Tingkat sosialisasi mahasiswa untuk bertukar pikiran di dalam perpustakaan menyusut perlahan.
Hal tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja. Mahasiswa harus dapat membagi intensitasnya antara memanfaatkan digitalisasi dan menghindari dampak negatif dari digitalisasi. Tidak ada yang salah dari mengikuti perkembangan digitalisasi, namun sebagai mahasiswa sudah sepatutnya menciptakan keseimbangan antara dunia sosial dan dunia virtual.
Sebagai seorang pelajar di Universitas Airlangga yang memiliki jargon #HEBAT (humble, excellent, brave, agile, transenden), saya sangat menjunjung tinggi makna humble. Berangkat dari pengalaman saya secara pribadi, humble lebih mudah dijalani pada sosialisasi non virtual. Bertatap muka secara langsung tanpa barrier virtual membuat interaksi antarmanusia menjadi semakin dalam. Fungsi digitalisasi hanya membantu dan memudahkan kehidupan, tetapi tidak dapat menjadi senjata utama dalam bersosialisasi.
Problematika ini menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, akademisi dan juga pelajar. Pemerintah dapat mengadakan kajian mengenai dampak negatif digitalisasi bersama akademisi dan juga pelajar. Hal tersebut dapat dilangsungkan guna menjaga mental pelajar pada terpaan derasnya perkembangan digitalisasi pada beberapa tahun yang akan datang.
Pemerintah dapat menghimbau birokrasi universitas agar melakukan survei pada mahasiswa terkait kesiapannya menghadapi perkembangan pendidikan kemudian membentuk program kerja yang dapat di diskusikan dengan para akademisi dan selanjutnya diterapkan. Tidak sampai disitu, program kerja yang telah dibentuk sudah selayaknya harus di kawal hingga proses evaluasi.