Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Kendala Konversi BBM ke BBG

28 Agustus 2014   14:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:18 143 0
Kelangkaan BBM bersubsidi akhir-akhir ini kembali membuat pusing pemerintah maupun rakyat yang mengkonsumsi BBM. Bagi pemerintah pembatasan BBM bersubsidi merupakan langkah satu-satunya untuk menghemat BBM bersubsidi agar bisa terpenuhi quota BBM bersubsidi sampai akhir tahun ini. Sedangkan bagi rakyat, hal ini tentu sangat menyiksa sekali. Untuk mendapatkan  premium di luar SPBU, masyarakat harus mengeluarkan biaya yang melebihi harga premium non-subsidi. Kalau begini, apa bedanya BBM bersubsidi atau pun BBM non-subsidi saat ini? Demi agar kendaraan pribadi bisa dipakai, masyarakat tidak segan-segan untuk membeli premium walaupun harganya sudah melebihi harga non-subsidi. Apa boleh buat, kata masyarakat.

Melihat kelangkaan BBM bersubsidi saat ini, wacana konversi dari BBM bersubsidi ke BBG kembali mencuat. Supaya tiap tahun masyarakat tidak disuguhi kelangkaan BBM bersubsidi, maka konversi dari BBM ke BBG perlu digalakkan lagi oleh pemerintah.

Mengapa wacana konversi BBM ke BBG selama ini terkesan hanya jalan di tempat? Baru ribut dibicarakan ketika terjadi kelangkaan BBM bersubsidi, dan akan lenyap tak berbekas ketika BBM bersubsidi dengan lancar diperoleh.

Kendala Konversi BBM ke BBG

Ada beberapa kendala yang dihadapi konversi BBM ke BBG, yaitu:

1. Tempat Pengisian BBG Masih Terbatas

Tempat-tempat pengisian BBG saat ini terbatas sekali, tidak seperti SPBU-SPBU yang lokasinya saling berdekatan. Karena terbatasnya tempat-tempat pengisian BBG inilah yang membuat masyarakat ogah berpindah ke BBG, apalagi untuk kendaraan-kendaraan pribadi.

Mengapa investor terlihat segan untuk membangun tempat-tempat pengisian BBG ini? Bagi para investor segi keuntungan adalah hal yang paling utama. Untuk apa menginvestasikan sesuatu yang nyata-nyata akan merugi? Harga jual BBG yang terlampau rendah juga menjadi faktor enggannya investor menanamkan investasinya di bidang ini. Sampai kapan investasinya akan break event point?

Dan juga lokasi-lokasi pengisian BBG saat ini, bukanlah pada tempat yang strategis. Sehingga stasiun pengisian BBG saat ini kelihatannya masih sepi dari pengunjung. Hal ini membuat para investor tambah enggan untuk berinvestasi di bidang ini.

Salah satu dorongan agar stasiun pengisian BBG memasyarakat adalah dengan mensyaratkan kepada pengusaha SPBU untuk menyediakan 1 dispenser BBG untuk tiap SPBU yang dibangunnya. Dengan demikian agar masyarakat lebih mudah untuk memperoleh BBG.

2. Harga BBM Subsidi dan BBG

Kalau kita melihat harga BBM bersubsidi saat ini yang hanya Rp.6.500,- dan harga BBG sekitar Rp.3.100,- dan harga BBG yang kelihatannya akan naik untuk menarik para investor, membuat selisih harga keduanya menjadi tidak bertaut begitu jauh.

Dengan harga selisih yang tidak signifikan tersebut membuat para pemilik kendaraan pribadi menjadi ogah untuk beralih ke BBG. Apalagi dengan beralihnya ke BBG ada kemungkinan garansi kendaraan pribadi mereka menjadi hangus.

Jadi untuk menarik pemakai kendaraan pribadi agar memakai BBG, maka selisih harga antara BBM bersubsidi dengan BBG haruslah bertaut cukup jauh. Oleh karena itu, subsidi BBM harus dikurangi. Tidak bisa lagi seperti sekarang ini. Salah satu solusi yang cukup menarik adalah mengenakan subsidi tetap. Misalnya tiap 1 liter premium pemerintah mensubsidi sebesar Rp.2000,- sehingga nantinya harga premium akan berfluktuasi seperti pertamax saat ini, walaupun pemerintah tetap mensubsidi premium tersebut. Keuntungan dari subsidi model ini adalah pemerintah tidak akan terbebani dengan fluktuasi harga minyak dunia. Karena pemerintah hanya mensubsidi secara tetap sebesar harga yang telah ditetapkan bersama. Naik atau pun  turun harga minyak dunia, tidak akan mempengaruhi subsidi pemerintah. Sedangkan yang kedua, masyarakat dibiasakan untuk menikmati harga premium yang terus berubah-ubah, sehingga nantinya jika pemerintah bertekad mencabut subsidi bbm, maka masyarakat sudah tidak terlalu kaget lagi.

3. Harga Konverter Kit BBG yang masih Mahal

Harga konverter kit BBG saat ini masih cukup mahal, menurut Kemenperin di websitenya, harga konverter kit BBG saat berkisar sekitar Rp.12 juta per unit. Dan konverter kit BBG tersebut menjadi tanggungan pemilik kendaraan pribadi.

Dengan harga konverter kit yang semahal itu, apa pemilik kendaraan pribadi tertarik untuk mengalihkan pemakaian BBM ke BBG? Rasanya mereka akan berpikir perpuluh-puluh kali. Apalagi dengan resiko kehilangan garansi kendaraan mereka.

Tentu mereka akan beranggapan ngapain susah-susah mengkonversi ke gas dengan konverter kit yang semahal itu, padahal dengan menggunakan BBM bersubsidi, mereka tidak akan repot. SPBU ada dimana-mana, harga BBM tidak begitu jauh selisihnya. Juga dari faktor keamanan terjamin.

Dengan demikian apakah masih menarik untuk mengkonversi BBM ke BBG?

Mungkin pemerintah perlu memikirkan untuk mensubsidi konverter kit ini kepada pemilik kendaraan pribadi agar mereka tergerak untuk melakukan konversi penggunaaan BBM ke BBG. Daripada subsidi BBM jebol setiap tahun bukankah lebih baik mensubsidi pembelian konverter kit ini? Dan pemerintah juga harus menekan ATPM agar tidak menghilangkan garansi kendaraan pribadi jika menggunakan konverter kit ini.

Cibubur, 28-08-14

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun