[caption id="attachment_108178" align="aligncenter" width="500" caption="memahami kata demi kata - foto: daniel tanto -"][/caption]
Setelah melihat perkembangan yang terjadi. Kasus demi kasus dipelajari. Akhirnya KPK meminta kepada depnaker untuk membuka lowongan "pengawas" kepada masyarakat luas. Seperti biasa "luas" adalah "sempit" dan seperti biasa pula lowongan tersebut diisi oleh para ponakan, anak, cucu, teman, selingkuhan, anak rekan bisnis, dan beberapa orang yang memang punya "hubungan" dengan pejabat depnaker. Sayayang menantu darisalah satupensiunan depnaker akhirnya terpilih juga. Setelah sekian lama menganggur akhirnya ada juga celah pekerjaan dari pemerintah untuk saya. Mentereng pula, menjadi kaki tangan KPK. Singkat kata singkat cerita saya ditempatkan untuk mengawasi salah seorang anggota Dewan yang juga berprofesi sebagai dosen. Saya mengamati dalam kesehariannya. Beliau sangat sopan, baik, dan ramah. Saya mengikuti beliau bahkan sampai ke rumah. Dua hal yang tidak saya sertai hanyalah ke toilet dan jika beliau tidur. Sepanjang seminggu ini saya tidak menemukan aktivitas mencurigakan. Tanda-tanda korupsi, atau aktivitas terlarang lainnya. Bahkan aktivitas "miring" seperti berselingkuh atau menggoda wanita lainpun beliau tidak lakukan. Bersih, tidak neko-neko. Sampai pada hari ke 10, pada suatu pagi Barep, anak laki-laki beliau sedang kurang beruntung. Mobilnya mogok. Tampaknya accunya sudah tidak mampu menghidupkan mobil mas Barep. "Pak, aku mau kerja, mobilku mogok" "Ya sudah sana, pake mobil bapak saja yang Camry" Camry? Bukankah itu mobil dinas? Lalu mas. Barep mengeluarkan mobil itu dari garasi. Platnya kok hitam? Bukankan mobil dinas platnya merah? Iseng saya tanya, "Mas, platnya bagus", sederet angka cantik terpampang di plat no Camry itu. "Iya, bapak yang pesan, soale risi kalo dibawa jalan-jalan pake plat aslinya" Saya heran, plat aslinya maksudnya apa? Peristiwa itu berlalu begitu saja. Kemudian pada suatu siang, beliau sedang di ruang kantornya. Datanglah salah satu kerabatnya dari kampung. Singkat cerita, sang kerabat mau mencalonkan diri menjadi dukuh. Minta dukungan katanya. "Bisa tidak, paklik?" "Wis, sudah, jangan dipikir, kamu pulang saja, nanti saya uruskan ke parpol saya" "Jadi beres ya paklik" "Beres. Lha kamu dari desa naik apa?" "Pesawat pak lik" "Tiketnya masih tidak?" "Ini paklik" "Mana, nanti tak klaimkan ke perjalanan dinasku, ini tak kasi uang buat kamu, soal jadi dukuh, tidak masalah. Asal, inget, kita belum punya kuburan keluarga di desa. Bisa diberesi juga tha?" "Bisa paklik, matur nuwun sanget" Dan hari itu berlalu begitu saja. Tak terasa sebulan berlalu. Tibalah saat penyampaian laporan. Saya tidak menemukan sesuatu kejanggalan apapun. Hanya beberapa hal kecil saja. Tim riset KPK mengumpulkan hasil pengawasan kami. Setelah rapat panjang dan melelahkan selama hampir 3 bulan. Tentunya dengan menghabiskan dana yang lumayan besar untuk konsumsi, uang rapat, uang lembur, komisi untuk office boys+girls karena membuatkan kopi berliter-liter, expert fee untuk para pakar yang diundang, dan bermacam-macam biaya lainnya. Akhirnya tiba saatnya KPK mengumumkan temuan mereka. Konprensi pers raksasa digelar. Juru bicara KPK hari itu khusus berdandan mantap karena akan disorot mass media nasional dan internasional. Setelah prolog dan bahasan temuan. Tibalah pada kesimpulan hasil penelitian KPK. "Jadi dapat disimpulkan TIDAK ada kesengajaan dalam semua kasus KORUPSI" Ruang konprensi bergemuruh dengan suara keheranan dari ratusan wartawan yang datang. "Semua kasus KORUPSI terjadi bukan karena kesengajaan, hanya karena kurangnya pemahaman” Suara wartawan semakin bergemuruh, beberapa orang usah melancarkan pertanyaan.
“Tenang saudara-saudara, pertanyaan nanti. Sekarang saya lanjutakan pernyataan dari KPK ini. Jadi disimpulkan bahwa banyak pejabat hanya kurang memahami apa arti kata “PRIBADI” dan “NEGARA”, “HADIAH” dengan “SOGOKAN”, “NEPOTISME” dengan “PERSAUDARAAN”, “SURAT” dengan “REKOMENDASI”, dan masih banyak lagi kata-kata dalam bahasa Indonesia, ternyata memang kurang dipahami artinya oleh para pejabat. Untuk itu, KPK mengadakan kilas balik, dan memang benar, banyak pejabat yang memang nilai mata pelajaran bahasa Indonesianya kurang dari 6, baik itu semasa SD, SMP, SMA, dan sesudah di perguruan tinggi tentunya mereka tidak lagi belajar bahasa Indonesia”
Hampir semua wartawan lokal dan nasional (kecuali beberapa wartawan media luar negeri), yang pastinya bisa berbahasa Indonesia dengan fasih karena setiap hari pekerjaannya menulis dalam bahasa Indonesia, ternganga, gumun, kaget. Oh, ternyata sesimpel ini masalah yang dihadapi oleh bangsa ini. “Jadi kami dari KPK memutuskan untuk memberikan kembali semacam pembelajaran bahasa Indonesia bagi para pejabat, terutama soal pemahaman kosa kata. Nantinya dengan pembelajaran ini, diharapkan semua unsur oknum dalam pemerintahan akan memahami perbedaan kata-kata dalam bahasa Indonesia. Terutama kata PRIBADI dan NEGARA juga GOLONGAN. Disinyalir 3 kata ini yang paling susah dipahami oleh pejabat”
Saya yang juga menghadiri konprensi ini, tetap duduk di belakang, temuan kami telah diumumkan, sebentar lagi kami para pengangguran yang sering nge-blog ini akan dapat pekerjaan lagi, syukur-syukur jadi PNS, dengan jabatan tentor pemahaman bahasa Indonesia bagi pejabat negara.
Catatan:
Ini hanya khayalan, kenyataannya semua pejabat di sini baik-baik, tertib, dan bisa berbahasaIndonesia dengan baik dan benar, semangkin lama semangkin fasih.
KEMBALI KE ARTIKEL