Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Gakpo

10 Juli 2024   13:57 Diperbarui: 10 Juli 2024   14:16 96 6
Hampir sejam aku di peron Stasiun Cisauk. Kereta jurusan Tanah Abang sudah beberapa kali datang dan pergi, tapi aku enggan untuk naik.  

Aku tak masuk kerja hari ini. Sakit jadi alasan yang aku sampaikan ke bos. Padahal, aku bangun kesiangan gara-gara habis begadang nonton Euro 2024.

Tapi seharian di rumah saja terasa membosankan bagiku. Makanya, aku mau ke Jakarta saja, meski belum jelas mau ke mana dan mau apa.

Di bangku peron aku duduk sambil scoll layar hape. Berita kemenangan Spanyol atas Perancis ramai di media sosial. Tapi yang aku benci, selalu saja ada netizen yang komentar tentang Ronaldo. Padahal, Portugal sudah masuk kotak.

Satu kereta datang lagi. Aku masuk ke gerbong lalu duduk di kursi. Aku lanjut scroll hape. Prediksi Inggris lawan Belanda juga ramai dibahas.

Belanda favoritku. Pemain favoritku Cody Gakpo. Dia ada di urutan teratas pencetak gol terbanyak. Lawan Inggris nanti, aku yakin Gakpo bakal bikin gol.

Aku yakin Belanda bakal menang lawan Inggris, lalu ketemu Spanyol di final. Ini kesempatan buat Belanda untuk balas dendam atas kekalahan di Piala Dunia 2010.

Aku ingat final empat belas tahun lalu di Afrika itu. Pertandingan berjalan keras sejak awal dan diwarnai hujan kartu. Iniesta akhirnya membuat satu-satunya gol dan Spanyol jadi juara.

Kereta tiba di Kebayoran. Aku turun, dan masih belum tahu mau lanjut ke mana.

Tiba-tiba aku teringat Robi, teman sekampung dari Semarang yang kerja di Jakarta. Kutelepon dia saja, siapa tahu aku bisa mampir sebentar sore ini ke rumahnya.

"Halo, Robi! Piye kabare?"
"Halo, Sam! Apik-apik kabare. Kamu dimana?"
"Ini lagi main di Jakarta. Kamu sibuk, nggak?"
"Waduh, Sam! Aku lagi dinas keluar kota."

Wah, sayang banget! Aku tak bisa ketemu Robi.

Aku masuk ke warung kopi di luar stasiun. Hanya berdua saja dengan si penjual. Kunikmati segelas kopi hitam dan dua potong pisang goreng.

Aku coba ingat-ingat, siapa lagi temanku yang ada di Jakarta. Muncul wajah Yeni, mantan pacarku. Apa kabar dia sekarang?

Aku ketemu Yeni sewaktu aku pertama kali kerja di Jakarta. Dia dari Kediri. Dua tahun pacaran, sebelum putus karena dia ingin aku melamarnya.

Aku perlu waktu.
Dia perlu jawaban segera.

Aku tak lagi menyimpan nomornya, kuhapus waktu kami putus. Tapi nomor telepon rumah kost-nya masih kusimpan. Segera kuhubungi nomor itu.

"Halo?"
"Halo. Mbak Putri, ya?"
"Iya. Mau ketemu siapa?
"Yeni."
"Dia sudah pindah."
"Oh.
"Tapi aku punya nomor teleponnya."

Ternyata masih ada keberuntungan buatku. Aku hubungi Yeni di nomor yang baru saja kuterima.

"Halo?"
"Halo. Ini Yeni, ya?"
"Iya. Ini siapa?"
"Kamu lupa suaraku?"
"Sam, ya? Wah, piye kabare? Sekarang di mana?"

Yeni memberondongku dengan banyak pertanyaan. Aku tersenyum senang, sepertinya dia kangen padaku.

"Aku sekarang kerja di BSD. Tapi hari ini libur, lagi di Kebayoran."
"Mampir sini, Sam. Aku kasih alamatku."

Aku semakin besar kepala. Yeni pasti kangen.

Aku buru-buru bangkit dari kursiku. Kusodorkan selembar uang sepuluh ribu kepada penjual warung.

"Kalo lebih ambil saja," kataku.
"Lebih? Kurang dua ribu!"

Aku nyengir. Kurogoh saku celanaku, lalu kuberi dia empat keping logam lima ratusan.

Kutelusuri jalan ibukota yang macet seperti biasanya. Alamat baru Yeni mudah aku temukan. Kurang dari sepuluh menit, aku sudah berdiri di depan pagar sebuah rumah bercat toska.

Kupencet bel di pagar. Tak lama pintu rumah terbuka. Yeni berdiri dengan senyumnya. Masih manis saja seperti dulu. Ia pun berjalan menghampiriku yang berdiri di luar pagar.

"Kamu makin cantik, Yen!"
"Ah, kamu merayuku!"

Aku tertawa kecil. Yeni juga.

"Tapi beneran, kamu tambah cantik sekarang, meski pakai baju oversize. Kamu lebih subur, naik berapa kilo?"
"Aku lebih subur?"

Aku mengangguk pelan.

"Jangan ngaco, Sam! Ini bukan subur. Aku lagi hamil."
"Kamu hamil?"
"Iyo, Sam. Aku wis kawin. Sekarang sudah isi tujuh bulan."

Aku terdiam sambil memandangi perutnya yang buncit. Tenggorokanku terasa kering.

"Sam, kamu kenapa?"
"Gakpo."
"Kenapa?"
"Eh, aku nggak opo-opo."

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun