Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Hikayat Ranting-ranting Tak Berdaun

28 Juni 2012   14:41 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:27 345 3

Inilah kami, ranting-ranting tak berdaun.

Kami yang menjalani hidup dengan segala keterbatasan dan kekurangan. Kami yang terus berjuang menahan beban. Panas menyengat yang melanda atau hujan lebat yang mendera kami, tak mungkin bisa kami hindarkan.

Kami yang hina, kami yang terlahir papa. Meski hina dan papa ini bukanlah keadaan yang kami inginkan. Hina dan papa yang selalu menjadi tanda tanya bagi kami, mengingat kami terlahir di negeri yang subur. Negeri gemah ripah, juga loh jinawi.

Adilkah ini bagi kami?

Inilah kami, ranting-ranting tak berdaun.

Kami yang terus hidup dalam ironi bak sebuah mimpi buruk yang tak terhindari, yang tak habis kami bisa mengerti.

Bagaimana tidak, ketika sebagian mereka di negeri ini dalam keadaan yang subur dan tak perlu bersusah-payah untuk menjalani hidup. Sementara kami di sini, hanya bisa memandang penuh iri setiap hari.

Adilkah ini bagi kami?

Inilah kami, ranting-ranting tak berdaun.

Yang hanya bisa memandang di kejauhan, bukit-bukit dan pohon-pohon hijau berseri.

Sementara kami harus tersisih menahan perih. Kami terbuang jauh dalam sunyi dan menyendiri di negeri ini. Dan hanya debu-debu jalan yang menjadi bagian kami.

Adilkah ini bagi kami?

Namun hidup bukanlah harus selalu untuk disesali. Dalam ratap kami pun tak pernah lupa berharap. Dalam putus asa akan selalu terselip doa. Tak henti-hentinya kami mene- ngadah ke langit. Menaikkan doa dan harapan kami kepada sang pencipta.

Agar suatu hari nanti kami melihat cahaya-Nya bersinar atas kami. Dan kami bukanlah ranting- ranting tak berdaun lagi, melainkan pohon-pohon subur yang ikut menikmati keindahan negeri ini.

---

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Weekly Photo Challenge yang bertema Fine Art Photography. Untuk melihat karya-karya lainnya, silakan berkunjung ke sini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun