Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Gara-Gara Anies Baswedan dan AHY Koalisi Perubahan Terancam Bubar

25 April 2023   12:00 Diperbarui: 25 April 2023   15:12 2291 7
Seperti Anies Baswedan sendiri yang menilai dirinya terlalu tinggi, demikian juga beberapa tokoh partai politik pengusung Anies sebagai capres. Mereka menilai Anies terlalu tinggi jauh melampui nilai sebenarnya.

Sehingga bisa-bisanya mereka menawarkan tokoh-tokoh yang jauh lebih bernilai tinggi daripada Anies untuk menjadi  cawapres-nya. Ironisnya bersamaan dengan itu sama saja dengan mereka tidak menganggap Ketua Umum Partai Demokrat -- salah satu parpol koalisi mereka sendiri (Koalisi Perubahan), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang begitu tinggi hasratnya untuk diusung sebagai cawapres-nya Anies.  

Tak dapat dipungkiri niat utama Partai Demokrat bergabung dengan Koalisi Perubahan tak lain tak bukan adalah agar AHY  diusung sebagai  cawapres-nya Anies. Sayangnya, niat itu belum bersambut. Hal tersebut terlihat nyata dari NasDem dan PKS yang justru masih terus melobi tokoh-tokoh lain agar bersedia menjadi pendamping Anies. Ironisnya faktor cawapres ini pula yang menjadi faktor rapuhnya Koalisi Perubahan.  

NasDem dan PKS pernah memberi syarat kepada Partai Gerindra untuk bergabung di Koalisi Perubahan dengan syarat Anies tetap bakal capres, sedangkan Prabowo, jika mau, boleh menjadi bakal cawapres-nya Anies. Padahal Gerindra sendiri tidak pernah berkeinginan untuk bergabung. Persyaratan Prabowo hanya boleh menjadi  cawapres-nya Anies seolah-olah ingin menghina Prabowo, karena dalam amanat rapimnas Gerindra sudah menetapkan Prabowo sebagai capres dari partai tersebut. Secara senioritas, pengalaman, dan nilai, Prabowo jauh di atas Anies.

Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan juga pernah ditawari menjadi cawapres-nya Anies. Yang langsung ditolak. Padahal Luhut-lah yang lebih pantas menjadi presiden daripada Anies. Jika pun Luhut bersedia, ia lebih cocok menjadi cawapres tokoh lain. Bukan Anies.  

Terbaru, pada Sabtu lalu (15/4/2023), Presiden PKS Ahmad Syaikhu, berkunjungi ke Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Pada kunjungan tersebut Mahfud pun dilobi agar bersedia menjadi cawapres-nya Anies.

Padahal, dibandingkan Mahfud yang sudah kenyang dengan pengalamannya di bidang politik, keamanan, dan hukum, serta pemerintahan, Anies tidak ada apa-apanya. Mahfud sudah sangat matang dan teruji dapat menyelesaikan berbagai kasus besar negara terkait politik, keamanan, dan hukum.

Sebaliknya selama menjadi Gubernur DKI Jakarta melalui politik identitasnya yang paling destruktif sepanjang sejarah, Anies gagal dalam mengurus Provinsi DKI Jakarta. Berbagai masalah daerah DKI Jakarta tidak dapat ia selesaikan. Sebaliknya, ia menambah dan mewariskan berbagai masalah baru.

Mahfud pun menolak secara halus dengan menasihati Presiden PKS itu, agar koalisi mereka jangan mencari cawapres dari luar koalisi, sebab akan menyebabkan perpecahan.  

Tampaknya perpecahan itu yang bakal terjadi.

Partai Demokrat tak akan mundur selangkah pun seturut dengan ambisi besar AHY untuk menjadi cawapres-nya Anies. Jika bukan AHY, Demokrat akan mundur seribu langkah meninggalkan Koalisi Perubahan.

Setelah hasrat besar untuk maju sebagai capres tidak bisa didapat, AHY pun terpaksa menurunkan ambisinya dengan hanya menjadi cawapres. Yaitu cawapres-nya Anies. Maka itulah ia membawa Demokrat -- tentu dengan restu sang ayah, SBY, untuk berkoalisi dengan NasDem dan PKS. Karena hanya itulah satu-satunya jalan ambisinya itu bisa terwujud.  

Sayangnya dengan cara itu pun AHY berpotensi gagal. Pasalnya sampai saat ini NasDem dan PKS belum ikhlas dengan AHY. Terbukti dengan seperti yang saya sebutkan di atas, kedua parpol ini justru mencari pasangan Anies di luar parpol koalisi. Seolah-olah tidak ada AHY. Bagi PKS sendiri bila tidak ada cawapres dari luar koalisi, maka mereka lebih menghendaki kadernya sendiri sebagai pendamping Anies, yaitu Ahmad Heriyawan (Aher), mantan Gubernur Jawa Barat.  

Padahal tiga parpol di Koalisi Perubahan itu sangat saling tergantung. Satu saja di antara mereka keluar dari koalisi, maka bubarlah koalisi tersebut. Karena tidak memenuhi ambang batas presiden (presdiential threshold). Ambang batas presiden berdasarkan UU Pemilu ditetapkan sebesar 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau 25 persen dari suara sah nasional.  

Demokrat yang mendengar PKS menawari Mahfud MD sebagai calon pendamping Anies tentu saja tidak menerimanya. Ketua Bappilu Partai Demokrat Andi Arief mengatakan, PKS  jangan seperti toko kelontong yang menawari pendamping Anies sampai ke semua tokoh. Sebelumnya, diketahui PKS juga pernah menawari Sandiaga Uno posisi yang sama. Padahal, sesungguhnya yang tidak bisa diterima oleh Demokrat adalah, ada AHY, koq PKS menawari ke beberapa tokoh lain.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun