Dalam empat laga persahabatan melawan tim-tim sepakbola raksasa dunia, timnas Indonesia kebobolan 20 gol. Melawan timnas Belanda 0-3, melawan Arsenal FC 0-7, melawan Liverpool FC 0-2, dan terakhir melawan Chelsea FC 1-8. Satu-satunya “gol Indonesia ke gawang Chelsea” itu karena gol bunuh diri yang dilakukan pemain muda Chelsea Tomas Kalas. Mungkin juga Kalas merasa iba karena pemain Indonesia belum juga mampu membuat satu pun gol ke gawang Chelsea, jadi, dia sengaja melakukan gol bunuh diri tersebut. Pernyataan terakhir ini jangan dianggap serius, ya?! Yang, pasti Indonesia memang masih kalah kelas jauh di bawah empat tim sepakbola raksasa kelas dunia tersebut.
Tapi, anehnya, ketika Indonesia mengalami kekalahan yang sangat besar, pelatih Indonesia, Jacksen F. Tiago (ketika melawan Arsenal) dan Rachmat Darmawan (ketika melawan Chelsea) sama-sama mengatakan keterkejutannya bahwa Indonesia bisa kalah begitu besar.
Jacksen F Tiago yang resminya pelatih Persipura dan sambil nyambi secara instan melatih timnas yang diberi nama julukan sangat keren – berbanding terbalik dengan prestasinya, “Indonesia Dream Team”, mengaku terkejut karena tim asuhannya bisa kalah begitu besar. Seolah-olah dia lupa siapa itu Arsenal, dan betapa persiapan untuk menghadapi tim seraksasa Arsenal itu begitu singkat. Seandainya persiapan Indonesia sudah matang pun tetap saja Indonesia bukan lawan sepenadan Arsenal. Kelas Asia Tenggara saja belum bisa bicara banyak, kok!
Sedangkan pelatih Arsenal Arsene Wenger secara terus terang mengatakan timnas Indonesia itu beda kelas jauh daripada Arsenal, dan bahwa stamina semua pemain Indonesia yang melawan Arsenal itu tidak bagus. Hanya bisa bertahan di 30-an menit pertama. Jadi, wajar Arsenal menang besar.
Hal yang sama terjadi lagi ketika Indonesia yang kali ini memakai nama keren “Indonesia All Stars” melawan peringkat ketiga klasemen Primier League 2013 “The Blues” Chelsea , kemarin, Kamis, 25 Juli 2013. Chelsea “mengajar” pemain Indonesia cara bermain sepakbola yang baik dan benar dengan membantai Indonesia 8-1. Tetapi, lagi-lagi pelatih “Indonesia All Star” – kali ini Rahmad Darmawan memberi pernyataan yang sama dengan Jacksen F Tiago. Rahmad Darmawan juga bilang, kaget tim asuhannya bisa kalah sedemikian besar dengan Chelsea.
“Anak-anak bermain dengan hati-hati, tapi kurang tenang. Mereka terfokus ke bola, tapi tidak melihat pergerakan pemain yang tanpa bola. Itu yang membuat skor di luar dugaan saya,” kata Rahmad (Jawa Pos, Jumat, 26/07).
Sedangkan pelatih Chelsea yang juga adalah idolanya Rahmad Darmawan, Jose Mourinho mengatakan secara terus terang juga bahwa dia tidak melihat adanya pemain Indonesia yang berkualitas. “Untuk potensi (pemain Indonesia) tidak begitu terlihat. Tapi, bagi sebuah negara, bisa meraih prestasi asalkan pemain memiliki kebanggaan berbaju timnas, dan mau bekerja keras untuk baju yang mereka kenakan itu”. (Jawa Pos, 26/07).
Entah kebetulan ataukah tidak, dari empat laga persahabatan melawan empat tim raksasa dunia, ketika dua kali Indonesia memakai nama (julukan) yang sangat keren, yakni “Indonesia Deam Team” ketika melawan Arsenal, dan “Indonesia All Stars” ketika melawan Chelsea, dua-duanya mengalami kekalahan yang sangat besar sekaligus memalukan: 0-7 dan 1-8.
Mungkin ada faktor pamalinya juga, nih, jangan sekali-kali sok sombong dengan memakai nama-nama yang terlalu keren ketika melawan tim-tim raksasa dunia, yang bisa membuat mereka penasaran juga, sehebat apakah sebuah “dream team” Indonesia, dan sehebat apa pula sebuah “all star team” yang dimiliki sebuah negara yang prestasi sepakbolanya tidak pernah mereka dengar itu. Akibatnya, ya, itu tadi, kiper Kurnia Meiga, meskipun sempat dipuji aksi heroiknya oleh Jose Mourinho ketika berhasil menggagalkan gol yang hendak disarangkan pemain Chelsea Eden Hazard, seolah-olah dibuat tidak sempat bernafas menghadapi serangan bertubi-tubi di pertandingan melawan Arsenal dan Chelsea, dan terpaksa pula memungut total 15 kali bola dari dalam gawangnya.
Melihat empat kali hasil pertandingan persahabatan tim seleksi Indonesia melawan tim-tim raksasa tersebut, mungkin ada baiknya ke depan dipikirkan bahwa untuk menghadapi tim-tim kelas dunia itu juga diujicobakan dengan tim Indonesia yang sudah jauh lebih matang daripada timnas yang meskipun terdiri dari pemain-pemain pilihan, tetapi masih perlu waktu pengadaptasian satu dengan yang lainnya. Yakni, diambil dari peringkat teratas (sementara) Liga Super Indonesia. Kalau yang sekarang adalah Persipura.
Dengan tim yang sudah sangat matang di Liga Super Indonesia, apalagi dengan prestasi hanya sekali kalah dari 29 kali pertandingan, siapa tahu Persipura bisa menunjukkan prestasi yang lebih baik? Bagaimanapun tidak ada salahnya kalau dicoba, kan? ***
Artikel terkait:
-Kenapa Sombong dengan Arsenal.