Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Tikus pun Tahu, Revisi UU KPK Itu adalah untuk Melemahkan KPK

27 September 2012   16:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:35 1119 2
Entah pura-pura tidak mengerti, atau entah sebab apa, Benny K Harman memberi tanggapan seperti itu? Perilaku koruptif apanya? Benny melontarkan pertanyaan retorisnya. Katanya lagi, Masa menjalankan wewenang merevisi suatu undang-undang dikatakan berperilaku koruptif? “Kalau wewenang itu dilaksanakan karena motif uang, maka itu boleh dibilang perilaku koruptif. (Jika benar ada motif uang) silakan KPK masuk (mengusut)! Padahal jelas-jelas yang dipermasalahkan di sini bukan soal kewenangan anggota DPR itu melakukan revisi UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, tetapi adalah motif dan apa urgensinya UU KPK tersebut direvisi. Lebih substansial lagi permasalahkan utamanya adalah semua revisi yang direncanakan dilakukan pada UU KPK tersebut sangat identik dengan memperlemahkan KPK. Kalau revisi-revisi itu benar-benar dilakukan KPK akan benar-benar berubah menjadi macan ompong yang konyol. Karena yang disebut “revisi” itu sesungguhnya hanyalah istilah yang dikamuflasekan. Maksud sebenarnya adalah kehendak mengamputasi kekuatan-kekuatan vital yang ada di KPK, yang menjadi karakteristik KPK. Tanpa kekuatan-kekuatan itu eksistensi KPK sebagai sebuah lembaga antikorupsi boleh dikatakan tidak ada lagi. Akan menjadi mirip Lembaga Ombudsman, yang antara ada dan tiada. Tak diragukan lagi bahwa kehendak beberapa anggota DPR untuk “merevisi” UU KPK itu terdorong dari motif dari ketakutan mereka terhadap KPK yang telah begitu banyak menangkap dan memanjarakan kolega-koleganya di DPR. Mereka sangat takut, karena dengan kekuatan/kewenangan yang begitu besar dari KPK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya memberantas korupsi itu, terbuka kemungkinan akan semakin banyak koleganya yang dipenjarakan KPK. Bahkan bisa jadi upaya tersebut merupakan suatu upaya preventif untuk mencegah jangan sampai suatu saat giliran merekalah yang akan menjadi target KPK. Bukankah DPR terkenal juga sebagai salah satu lembaga sarang koruptor di Indonesia? DPR (bersama pemerintah) memang berwenang merevisi suatu undang-undang. Tetapi kewenangan itu bukan absolut, dan bisa digunakan seenaknya. Harus mempunyai alasan yang sangat kuat. Apakah memang ada alasan yang kuat untuk merevisi UU KPK? Apakah UU KPK dalam pelaksananaannya oleh KPK selama ini telah membuat masyarakat resah, atau merugikan masyarakat? Sama sekali tidak ada. Justru sebaliknya, saat ini KPK adalah satu-satunya lembaga pemberantas korupsi yang paling dipercaya dan menjadi andalan masyarakat. Polri dan Kejaksaan sudah lama tidak bisa diharapkan lagi. Bahkan dua lembaga ini pun secara ironis menjadi langganan “juara” lembaga-lembaga paling korup se-Indonesia. Anehnya, kehendak mengrevisi UU KPK itu antara lain dengan mengoper kewenangan KPK ke kedua lembaga ini. (Selengkapnya tentang apa saja bentuk upaya melemahkan KPK melalui rencana revisi UU KPK oleh Komisi III DPR tersebut, saya akan tulis di artikel tersendiri). Yang resah dan merasa dirugikan sudah jelas, mereka adalah para koruptor dan kawan-kawannya. Apalagi semakin lama semakin banyak yang menjadi “korban” KPK. Mereka yang dulu dianggap tidak mungkin disentuh KPK, alias “The Untouchables”, kini KPK membuat anggapan itu keliru. Contoh terakhir, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator mengemudi di Korlantas Polri, dua Jenderal aktif telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Jika saja tidak “dilindungi” Mabes Polri, besar kemungkinan mereka kini sudah berada di balik tahanan KPK. Bahkan bukan tak mungkin Kapolri sendiri yang “ketahuan” menandatangani surat penetapan pemenang tender pengadaan simulator mengemudi itu akan diperiksa KPK juga! Slogan “semua orang sama di depan hukum” nyaris sepenuhnya dijadikan fakta oleh KPK, bukan hanya slogan seperti yang selama ini terjadi. Koruptor mana yang tidak gemetar melihat kenyataan ini? Semua ini hanya bisa terjadi karena undang-undang, dalam hal ini UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK yang memberi kewenangan-kewenangan yang begitu besar kepada KPK, menjadikannya dia sebagai lembaga super body satu-satunya di Indonesia di bidang penegakan hukum. Khususnya pemberantasan korupsi. Karena korupsi adalah extra ordinary crime, maka yang diperlukan adalah lembaga penegak hukum super body untuk bisa mengalahkannya. Kewenangan-kewenangan itulah yang sekarang hendak dipreteli DPR dengan memanfaatkan kewenangan mereka di bidang legislasinya. Ini lebih tepat disebut sebagai penyalahgunaan kewenangan demi kepentingan dirinya atau kelompoknya. Atau dengan kata lain, demi kepentingan para koruptor dan kawan-kawannya. Karena tidak ada pihak mana pun yang diuntungkan dengan revisi UU KPK itu, selain para koruptor itu sendiri. Inilah yang dimaksud oleh Busyro Muqoddas dengan “revisi UU KPK adalah cermin dari perilaku koruptif.” Busyro juga mengatakan bahwa anggota DPR yang memanfaatkan posisinya sebagai pembuat undang-undang untuk mengajukan revisi itu, tergolong telah melakukan penghinaan terhadap parlemen. “itu ada sanksinya,” kata Busyro. Perkataan Busyro ini pun ada benarnya. Karena sesungguhnya kewenangan DPR untuk membuat dan merevisi undang-undang adalah sebuah tugas mulia yang dipercayakan rakyat kepada mereka demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Dengan kewenangannya tersebut mereka harus mampu membuat undang-undang yang benar-benar pelaksanaannya demi kepentingan rakyat Indonesia. Bukan demi kepentingan partai politiknya, apalagi demi kepentingan para koruptor.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun