Mohon tunggu...
KOMENTAR
Vox Pop

Batalnya Konser Lady Gaga, Benarkah Bangsa Indonesia Ini Berbudi Luhur?

27 Mei 2012   17:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:42 1142 0

Promotor konser Lady Gaga, Big Daddy Entertainment pada Minggu, 27 Mei 2012 telah mengumumkan bahwa dengan alasan keamanan yang tak terjamin, mereka terpaksa memutuskan untuk membatalkan konser yang sedianya akan diselenggarakan pada Minggu, 3 Juni 2012 mendatang.

Ditinjau dari perkembangan situasi dan kondisi sampai hari-hari terakhir ini memang sebaiknya promotor konser itu membatalkan konser tersebut. Karena memang kelihatannya berpotensi kuat akan berubah menjadi kerusuhan yang besar.

Sejak awal ancaman demi ancaman oleh FPI yang telah menyatakan jika konser tetap dilakukan, mereka akan menurunkan massanya sebanyak mungkin untuk menghadang dan menutup akses ke Gelora Bung Karno, tempat acara konser rencananya akan diselenggarakan, pihak Kepolisian Polda Metro Jaya, maupun Mabes Polri tidak pernah mengeluarkan pernyataan yang mengkonter ancaman tersebut.

Bahkan, ketika Mabes Polri dan Menko Polkam yang sedikit memberi signal kemungkinan konser tersebut diizinkan, FPI mengencam keras, dan massanya melakukan aksi unjuk rasa di kantor mereka masing-masing, tidak ada reaksi apapun yang diberikan dari pihak Kepolisian.

Wajar sekali, mengingat “reputasi” FPI dan polisi selama ini (yang selalu berada di belakang FPI), bertele-telenya Polri bersikap, pihak penyelenggara merasa tidak dijamin keamananya. Akhirnya dengan dasar berpikiran rasional, tidak memaksakan konser tersebut tetap diselenggarakan.

Sejak awal tidak ada jaminan keamanan dari Polri. Kalau dipaksakan besar kemungkinan bukan hanya berpotensi menimbulkan kekacauan, tetapi bahkan kerusuhan yang jauh lebih serius.

Kalau sudah begitu hampir pasti pihak Polri akan menyalahkan pihak penyelenggara. Pihak promotor akan diproses hukum, dan bukannya pihak yang membuat kerusuhan itu. Seperti yang sudah sering terjadi selama ini. “Bukankah sejak awal sudah kami peringati?” Kira-kira akan terdengar pernyataan mereka seperti itu.

Setelah pihak promotormenyatakan tidak ada jaminan keamanan bagi terselenggaranya acara konser itu, barulah pihak Polda Metro Jaya bereaksi. Membantah. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto bilang, “Selama penyelenggara mampu melengkapi persyaratan administrasi dan lainnya, dan Mabes Polri mengeluarkan izinnya, kami siap melakukan pengamanan.” (Kompas.com, 27/05/2012).

Padahal, untuk memenuhi persyaratan yang disebutkan Rikwanto itu sulitnya bukan main, bertele-tele, tidak ada kepastian sampai hari ini, apakah ya atau tidak. Sedangkan hari H-nya semakin dekat. Bisa jadi, waktu yang diulur-ulur terus tanpa ada kepastian tersebut merupakan bagian dari taktik Polri, agar akhirnya pihak promotorlah yang berinisiatif membatalkan sendiri konser tersebut. Kalau mereka yang menyatakan tidak memberi izin, takut mendapat imej yang jelek dari publik. Mau mengizinkan, takut sama FPI.

Bayangkan, untuk mengurus satu konser Lady Gaga itu saja sampai melibatkan berbagai unsur lembaga negara dan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan agama; Kementerian Pariwisata, Polda Metro Jaya, Mabes Polri/Kapolri, Gubernur DKI, Menteri Tenaga Kerja, Menko Polhukkam, DPR, MUI, dan seterusnya.

Sebenarnya, masih ada lagi yang namanya Gugus Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Pornografi, yang dibentuk oleh Presiden SBY pada 2 Maret 2012 lalu. Satgas yang sampai terdiri dari limabelas menteri, Kapolri dan Jaksa Agung, Ketua KPI dan Ketua LSF, dibentuk berdasarkan Keppres Nomor 25 Tahun 2012 itu, belum apa-apa sudah mandul. Seharusnya, Satgas inilah menentukan dalam kasus ini, tetapi kenyataan justru FPI-lah yang paling menentukan.

Inilah satu-satunya negara di dunia yang “hanya” untuk mengurus masalah pornografi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan moral, etika dan sejenisnya sampai melibatkan begitu banyaknya unsur lembaga pemerintahan, lembaga kemasyarakatan dan keagamaan. Juga, satu-satunya negara di dunia yang begitu ribut dan berlarut-larut hanya untuk urusan konser seorang Lady Gaga, dengan alasan bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan, moral, etika, dan budaya bangsa Indonesia yang luhur.

Maka, atas nama nilai-nilai keagamaan, moralitas, etika, dan budaya bangsa Indonesia pun, akhirnya konser Lady Gaga gagal diselenggarakan di Jakarta.

Baiklah, taruhlah semua tuduhan kepada Lady Gaga itu adalah benar. Termasuk dia adalah pemuja setan. Yang saya tanyakan kepada Polri adalah apakah aksi-aksi anarkis yang selama ini terjadi di NKRI ini, ketika ormas-ormas dan masyarakat tertentu yang menghalang-halangi orang beragama lain (minoritas) beribadah menurut keyakinannya itu, dengan cara-cara teror psikis dan fisik; menutup paksa tempat ibadahnya, mengusirnya, memukulnya, mengganggu dengan pengeras suara ketika ibadah sedang berlangsung, dan lain sebagainya itu, apakah itu semua sesuai dengan nilai-nilai keagamaan, moralitas, etika, dan budaya bangsa Indonesia? Kalau tidak, kenapa selama ini Polri selalu membiarkannya terus berlangsung sampai hari ini?

Seperti yang baru-baru ini terjadi pada jemaat HKBP Filadelfia, Tambun, Bekasi (17 Mei 2012, ketika sedang beribadah memperingati Hari Kenaikan Yesus Kristus), pendetanya dan jemaatnya disiram dengan air kencing dan air comberan oleh kelompok masyarakat tertentu (Mediaindonesia.com).

Sebelumnya, setiap hari Minggu, ketika ibadah sedang berlangsung, selalu diganggu dengan suara-suara keras gaduh, yang disalurkan dari beberapa speaker TOA ukuran besar yang sengaja diarahkan ke lokasi ibadah dalam jarak hanya beberapa meter. Seperti yang bisa disaksikan ditayangan di bawah ini:

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun