Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Dahlan Iskan, Listrik, Fakfak, dan Bintuni (Papua Barat)

3 November 2011   05:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:07 1993 3

Masalah listrik memang sudah puluhan tahun menjadi masalah nasional. Tapi mungkin di Papua yang merupakan bagian bumi Indonesia paling terkaya itu, masalah listriknyajuga yang paling “ter”, terparah.

Masalah listrik hanyalah satu masalah dari setumpuk masalah yangseringkalimembuat orang yang tinggal di Papua merasa dianaktirikan. Terutama penduduk aslinya. Papua sudah masuk NKRI sejak 1969, tetapi sampai hari ini belum juga dirasakan perubahan yang benar-benar signifikan.

Dalam hampir setiap masalah yang berkaitan dengan kesejahteraan penduduknya, hampir selalu pula ditemukan ironi-ironinya. Bahwa betapa kekayaan bumi Papua itu seolah “tak terhingga”, mulai dari kekayaan hutan, tanahnya yang subur, kekayaan laut, sampai pada kekayaan di dalam perut bumi. Tetapi rata-rata kesejahteraan penduduknya masih banyak yang jauh di bawah batas normal. Terutama sekali penduduk aslinya. Bahkan beberapakali terdapat kasus penduduk aslinya yang mengalami bencana kelaparan.

Ironi tersebut juga terjadi pada masalah kelistrikan.

Begitu seringnya listrik padam di semua kota di Papua membuat seolah-olah kalau satu hari saja hal itu tidak terjadi, merupakan suatu kejadian aneh tapi nyata bagi penduduknya.

Ketika Dahlan Iskan diangkat sebagai direktur utama PLN, saya yang merupakan salah satu orang yang kagum kepadanya, berharap semoga ini merupakan berkah bagi orang di Papua. Tentu saja termasuk keluarga besar saya yang masih banyak tinggal di Papua secara turun-temurun.

Di kota Fakfak, Papua Barat, soal pemadaman listrik itu sudah membuat orang teramat sangat kesal sampai melewati batas ubun-ubun. Tetapi tidak bisa berbuat apa-apa selain mengomel dan marah-marah.

Tidak cukup dengan pemadaman listrik yang pasti setiap hari ada dengan frekwensi rata-rata 3-5 kali, masih ditambah dengan sering terjadinya voltase yang tidak stabil. Akibatnya, sering terjadi juga kerusakan pada perangkat elektronik rumah. Seperti AC, televisi, mesin cuci, kulkas, dan lain-lain. Itu semua tanpa kompensasi apapun.

Repotnya, kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki di sana. Karena tidak ada tempat servis resminya di sana, maupun tempat servis umum lainnya yang sanggup memperbaikinya. Harus kirim ke Surabaya dengan kapal laut, untuk memperbaikinya. Memerlukan waktu paling paling cepat sebulan untuk barangnya bisa diterima kembali dalam keadaan baik kembali setelah diperbaiki di Surabaya.

Ironinya, di Fakfak sampai saat ini sebagaimana juga di kota-kota lainnya di Papua terdapat beberapa perusahaan raksasa asing yang beroperasi mengeksplotasi minyak dan gas, kayu, eksplotasi ikan laut, dan lain-lain yangterdapat di wilayah kabupaten ini.

Kompleks perusahaan-perusahaan raksasa asing ini menjadipengecualian dari pemadaman listrik. Umumnya mereka juga mempunyai unit pembangkit listrik sendiri.

Saat ini di Fakfak sedikitnya ada lima perusahan raksasa seperti itu. Yakni, Altus Oil, Genting Oil, Murphy Semai II Oil, Hess Semai V Limited, Chevron Indonesia Company, dan British Petroleum Indonesia.

Dengan kehadiran 5 perusahaan raksasa ini saja minimal kebutuhan listrik penduduk kota Fakfak yang jumlahnya mungkin sanggup ditampung di Stadion Utama Senayan, Jakarta itu, -- atau tidak sampai 200.000 orang itu, sudah lebih dari cukup. Tetapi faktanya, tidaklah demikian.

Untuk diketahui saja, sebelum Timika menjadi kabupaten tersendiri. Timika beserta proyek maha raksasa PT Freeport Indonesia termasuk wilayah kabupaten Fakfak. Tetapi semua itu tidak membawa dampak positif Fakfak sampai Timika dipisahkan dan berdiri sendiri.

Ketika saya tanyakan kepada saudara-saudara saya di sana, apakah setelah Dahlan Iskan menjadi direktur utama PLN, keadaan ini sudah berubah? Ternyata jawabannya adalah sama sekali belum berubah.

Mungkin karena kejengkelan itu sudah bertahun-tahun tertahankan, setiap kali diajak membahas tentang kelistrikan di Fakfak, jawaban-jawaban mereka seringkali dengan nada emosi.

Apalagi sehari-hari mereka bisa menyaksikan beberapa perusahaan asing yang membangun kantor dan deponya di sana seperti tidak pernah kekurangan listrik. Ketika terjadi pemadaman, di kompleks proyek-proyek tersebut tetap terang-benderang.

Beberapa warga Fakfak pernah bermasalah dengan PLN setempat (PLN Ranting Fakfak). Mereka merasa PLN telah ingkar janji, dan mengabaikan hak-hak mereka sebagai konsumen.Masalah inikemudian diteruskan kepada PLN Cabang Sorong, sampai ke tingkat Provinsi Papua Barat, di Manokwari, tetapi tidak mendapat respon sebagaimana mestinya.

Mereka kemudian meminta saya menulis surat kepada Dirut PLN, Dahlan Iskan, karena mereka mendengar --- antara lain dari saya juga – tentang reputasi Dahlan Iskan yang sedemikian bagusnya.

Saya awalnya menolak permintaan membuat surat itu. Saya bilang, masakan masalah begini sampai harus ke dirut-nya langsung. Nanti pasti dia tidak membalasnya. Bukan karena apa, tetapi karena tentu saja urusan ini terlalu kecil sampai harus ditangani seorang dirut PLN. Bahkan mungkin saja surat itu tak pernah dibaca, saking sibuknya.

Dari hasil membaca saya tahu, bahwa Dahlan Iskan melakukan banyak hal yang belum pernah dilakukan oleh dirut PLN manapun. Antara lain, berkunjung langsung dari daerah terpencil satu ke daerah terpencil lainnya, sampai berhari-hari. Termasuk ke kabupaten Bintuni, yang akan saya kisahkan tentang listrik di sana juga. Sedangkan ke Fakfak, rasanya Dahlan belum pernah ke sana. Pada 2010, hanya transit di Fakfak, ketika melakukan kunjungan kerja ke Sorong, Kaimana, Manokwari, dan Jayapura.

Bikin saja surat pembaca, saran saya. Tetapi karena didesak terus, akhirnya saya membuat surat tersebut pada tanggal 24 Mei 2011. Terbukti kemudian, surat tersebut memang tidak pernah dibalas. Sedangkan mengenai masalah tersebut, akhirnya PLN yang “menang”. Surat yang saya buat itu, saya lampirkan di akhir tulisan ini.

Saya tidak tahu banyak mengenai rencana apa yang akan dilakukan Dahlan Iskan ketika beliau masih menjabat dirut PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik di Fakfak. Yang saya tahu hanya ada rencana pembangunan PLTU di beberapa kota kabupaten di Papua Barat. Fakfak adalah salah satunya. Sayang, sebelum teralisasi, Dahlan Iskan sudah naikpangkat menjadi Menteri BUMN. Semoga dirut PLN yang baru dapat melanjutkan prestasi-prestasi menakjubkan dari Dahlan Iskan ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun