Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Artikel Utama

Survei Membuktikan bahwa Survei Itu Semakin Sulit Dipercaya

26 Oktober 2011   17:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:28 1080 6

Survei membuktikan bahwa hasil survei itu semakin sulit bisa dipercaya.

Entah lembaga survei mana yang dalam mengelola survei mereka yang bekerja tidak prosefesional, atau jangan-jangan merupakan survei hasil pesanan? Salah satunya, atau mungkin dua-duanya.

Betapa tidak, ada dua lembaga survei melakukan survei dengan obyek yang sama, dalam selisih waktu yang sangat berdekatan, bisa menghasilkan hasil survei yang sangat bertolak belakang. Hanya tiga hari.

Kedua lembaga survei itu masing-masing adalah Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) dan Jaringan Suara Indonesia (JSI).

Pada tanggal 23 Oktober 2011 JSI mengumumkan hasil survei mereka tentang pilihan masyarakat terhadap calon presiden seandainya pilpres diadakan sekarang. Hasilnya antara lain:

1.Megawati Soekarnoputri: 23,8%,

2.Prabowo Subianto (17,6%)

3.Aburizal Bakrie (13,7%)

Tiga hari kemudian, 26 Oktober 2011, SSS mengumumkan hasil survei mereka tentang obyek survei yang sama. Hasilnya antara lain:

1.Prabowo Subianto (28%),

2.Mahfud MD (10,6%)

3.Sri Mulyani Indrawati (7,4%)

4.Aburizal Bakrie (6,8%)

Di manakah posisi Megawati dalam survei SSS? Ternyata jauh di bawah, mendekati nomor buncit. Megawati menurut hasil survei SSS hanya mendapat 0,3% suara. Bahkan berada di bawah Dahlan Iskan (0,4%), yang namanya kian mendapatkan tempat di hati publik.

Hasil survei memang tidak harus, bahkan tidak mungkin bisa sama persis 100%, tetapi kalau hasilnya menunjukkan perbedaan yang amat sangat jauh seperti ini, masih bisakah dipercaya lagi?

Ketika hasil survei JSI diumumkan, kubu (pro) Megawati menyambutnya dengan gembira. Katanya, hasil survei itu menunjukkan bahwa Megawati masih patut diperhitungkan dalam Pilpres 2014.

Detik.com menulis, Megawati masih punya gigi dalam pilpres 2014 nanti. Mengutip komentar pengamat, detik.com menulis bahwa dalam setiap hasil survei nama Megawati selalu berada di tiga besar, menunjukkan bahwa memang Megawati masih bisa diandalkan.

Padahal sudah terbukti pula beberapakali, dalam hasil-hasil survei sebelum pilpres benar-benar dilaksanakan, nama Megawati selalu berada di peringkat atas, tetapi kenyataan berbicara lain. Dalam tiga kali mengikuti proses pilpres (2 putaran dalam pilpres 2004, dan hanya sekali dalam satu kali putaran pilpres 2009), Megawati selalu kalah telak.

Fenomena ini juga bisa menjadi indikator bahwa hasil survei itu tidak bisa dipegang. Hanya melahirkan optimisme semu.

Masihkah PDIP nekad memajukan Megawati di pilpres 2014? Kalau masih nekad itu namanya tidak tahu diri, sekaligus membuktikan tidak ada kaderisasi di tubuh PDIP. Bukankah Taufiq Kiemas sendiri secara tidak langsung sudah mengatakan agar Megawati tahu diri, jangan mau lagi dicalonkan di pilpres 2014?

Mungkin benar detikcom bahwa di pilpres 2014 Megawati masih bergigi, tetapi waktu itu dia sudah pasti (semakin) menjadi seorang “nenek-nenek yang giginya tinggal dua”. Sedangkan saingan-saingannya hampir pasti adalah calon-calon presiden yang (jauh) lebih muda, enerjik, dan segar.

Meskipun pilpres 2014 masih tiga tahun lagi, tetapi sampai kini masih menunjukkan tanda-tanda adanya tokoh-tokoh yang tidak tahu diri, dengan berambisi sekali maju sebagai capres 2014. Meskipun memang benar, itu adalah hak setiap WNI, tetapi hendaklah bisa berpikir lebih realisistis. Jangan lebih mementingkan ambisi pribadi ketimbang memikirkan bahwa bangsa dan negara ini membutuhkan seorang presiden yang terbaik dalam kata dan perbuatan.

Apabila Megawati dan PDIP tetap nekad memajukan Megawati dalam pilpres 2014, maka tokoh yang satu ini termasuk di dalam kategori di atas.

Dari beberapakali hasil survei politik yang kontroversial, sesungguhnya memberi indikasi cukup kuat bahwa hasil survei itu tidak bisa selalu dipercaya. Namun demikian bagi mereka yang namanya masuk dalam peringkat atas hasil survei-survei itu, rupanya hasil survei itu merupakan suatu godaan tersendiri.

Mungkin itulah yang terjadi juga pada kubu SBY saat ini. Ketika beberapakali hasil survei menempatkan nama istrinya, Ani Yudhoyono berada dalam posisi atas yang dipilih sebagai capres 2014.

Godaan itu telah menggoyahkan ikhtiar yang pernah disampaikan oleh SBY sendiri bahwa istrinya, Ny. Ani Yudhoyono dan anggota keluarganya yang lain, termasuk anak-anaknya tidak akan menjadi capres 2014.

Ikhtiar ini pernah disampaikan oleh SBY sendiri di depan publik. Tepatnya pada tanggal 9 Juni 2011, dalam pembukaan acara Indonesian Young Leader yang diselenggarakan HIPMI dan Fakultas Ekonomi UI, di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta.

"Saya memperkenalkan diri. Nama saya Susilo Bambang Yudhoyono. Jabatan saya, Presiden hasil pemilu 2004-2009. Saya bukan capres 2014. Istri dan anak-anak saya juga tidak akan mencalonkan diri." kata SBY yang langsung disambut tepuk tangan hadirin (detik.com, 9 Juni 2011).

Apa artinya hadirin bertepuk tangan? Artinya hadirin salut terhadap tekad dan ikhtiar SBY itu. Bahwa hadirin menghargai SBY lewat kata-katanya itu berarti dia tidak tergoda untuk telah menjadi enggan keluar dari lingkaran penguasa nomor satu di Republik ini, dengan cara menempatkan keluarganya sendiri sebagai capres berikutnya, pengganti dia. Karena dia sendiri tidak mungkin maju lagi, sebab sudah dua kali menjadi presiden.

Karena hadirin tahu sampai saat ini tidak ada satu pun anggota keluarganya yang sebenarnya berkualitas dan berkompeten sebagai seorang presiden. Oleh karena itulah mereka bertepuk tangan. Kalau tidak begitu pikiran mereka, tentu ekspresi kekecewaanlah yang terlihat dari para hadirin itu.

Namun waktu itu sejak semula saya sudah tidak percaya bahwa kata-kata itu bisa dipegang. Bukankah Soeharto dulu pernah menggunakan jurus yang sama: “Saya tidak akan maju sebagai capres lagi, kecuali rakyat mengehendakinya”. Kenyataannya pemilu- demi pemilu Soeharto maju terus. Tentu saja alasannya ada: “Karena rakyat menghendaki.” Sampai terbukti bahwa yang sebenarnya rakyat kehendaki adalah dia janganlagi keblinger terus mau menjadi presiden lewat peristiwa Mei 1998; diturunkan secara paksa oleh rakyat.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun