Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Dendam Membara Gerindra kepada Ahok, Semakin Memperlihatkan Belangnya

19 September 2014   02:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:16 1710 15

Kalut dan kalap, itulah gambaran yang paling pas untuk menggambarkan bagaimana sikap sesungguhnya Partai Gerindra, karena Ahok keluar dari partai tersebut. Bilangnya, Ahok itu tak ada nilainya bagi Gerindra, perannya tidak penting, dan sebagainya, tetapi faktanya malah ngamuk,  semakin kalut dan kalap, sekaligus menunjukkan partai ini adalah partai yang sangat pendendam.

Hal ini terlihat dari  rencana jahat mereka terhadap Ahok. Merasa tak berdaya di hadapan hukum untuk membalas dendam kepada Ahok, mereka hendak memanfaatkan dan memilintirkan hukum demi kepentingan balas dendam tersebut.

Dulu, di era Orde Baru, di masa jayanya mertua Prabowo, Presiden Soeharto, hal ini merupakan suatu yang gampang dilakukan. Karena di era kepimpinan rezim diktator Soeharto, bukan mereka yang taat kepada hukum, tetapi hukumlah yang taat kepada mereka. Artinya, produk hukum (undang-undang) yang dibuat itu biasanya disesuaikan dengan apa yang mereka inginkan demi keuntungan mereka, supaya sesuatu perbuatan yang sebenarnya ilegal, dilegalkan melalui undang-undang tersebut.

Strategi ini kini hendak diterapkan lagi demi bisa melampiaskan dendam kepada Ahok, yang keluar dari partai itu karena bertentangan pendapat mengenai RUU Pilkada. Sekalipun itu sangat kelihatan konyol dan murni demi kepentingan golongannya semata – bukan demi kepentingan rakyat, bahkan mengorbankan rakyat, mereka tak perduli.

Partai Gerindra berkehendak kuat mengakhiri karier Ahok sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta dengan memanfaatkan Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan modus, mengajukan permohonan uji materi UU Kepala Daerah di MK. Dalam permohonan uji materi tersebut, mereka akan meminta MK untuk menambah ketentuan tentang pemecatan terhadap kepala daerah dan wakil kepala daerah. Yaitu, bahwa kepala daerah atau wakil kepala daerah bisa diberhentikan jika parpol pengusungnya mencabut dukungannya. Agar lebih bisa mulus, ketentuan itu juga memuat, tidak perlu semua partai pengusung harus mencabut dukungan, tetapi cukup ada satu saja parpol pengusung yang mencabut dukungan tersebut, maka kepala daerah atau wakil kepala daerah bisa dipecat dari jabatannya.

Sedianya permohonan uji materi UU kepala Daerah itu mau mereka ajukan saat ini juga, tetapi karena UU No. 32 Tahun 2004 tersebut sedang dibahas pasal-pasal perubahannya di DPR, maka kehendak itu ditunda sampai RUU tersebut disahkan.

Ketua Bidang Advokasi DPP Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan, jika uji materi tersebut dikabulkan MK, maka Partai Gerindra bisa segera menyatakan pencabutan dukungan mereka terhadap Ahok, sehingga dengan demikian Ahok bisa dilengserkan. Jadi, hanya demi bisa melampiaskan dendam mereka kepada Ahok, mereka sampai berupaya untuk mengadakan suatu ketentuan yang sesuai dengan kehendak mereka itu. Hukum dipaksa memenuhi kehendak mereka.

"Jika salah satu parpol menarik, maka menjadi tidak cukup syarat pengusungan calon (15 kursi DPRD). Tanpa kursi Gerindra, PDI-P tidak cukup (usung calon), (maka Ahok bisa diberhentikan)" kata Habib.

Ia lalu menyinggung sikap Ahok yang keluar dari Partai Gerindra. Habib menyebut Ahok amnesia karena dia bisa menjadi wakil gubernur lantaran dicalonkan Gerindra. Pihaknya tidak ingin kepala daerah bisa begitu saja meninggalkan parpol pengusung setelah terpilih.

"Orang kayak Ahok ini bahaya bagi demokrasi kita. Dia malah mutilasi sejarah," ucapnya. Padahal, dengan sikapnya ini justru Gerindra-lah yang menjadi parpol yang luar biasa berbahayanya bagi demokrasi. Mereka hendak memutilasi sejarah demokrasi dan reformasi Republik ini. Tak heran, karena ketua dewan pembinanya juga merupakan sisa-sisa bagian dari kekuatan penguasa Orde Baru.

Habib menambahkan, pihaknya siap menghadapi kritikan dari kepala daerah dan publik atas rencana tersebut.

Dari pernyataan ini jelas Gerindra benar-benar sedang kalut dan kalap atas keluarnya Ahok itu, sehingga tak perduli lagi dengan aspirasi publik/rakyat. Demi bisa melampiaskan dendamnya itu kepada Ahok mereka pun menyusun rencana jahat yang tak masuk akal itu.

Meskipun seseorang bisa menjadi kepala daerah karena didukung parpol, tetapi begitu dia menjabat jabatannya itu, maka berarti keterkaitannya dengan parpol tersebut berakhir, keterkaitan, kesetiaan, dan tanggung jawabnya sepenuhnya hanya kepada rakyat, atau warga daerah yang dipimpinnya. Sedangkan fungsi parpol berubah menjadi bagian paling efektif dari pengawas pemerintah daerah tersebut agar senantiasa memerintah berdasarkan asas-asas pemerintahan yang baik (aspiratif, menjamin adanya kepastian hukum, adil dan bijaksana, tidak menyalahgunakan wewenangnya, dan sebagainya). Fungsi tersebut dijalankan melalui mekanisme pengawasan di parlemen, melalui fraksi-fraksinya.

Parpol yang benar-benar nasionalis, didirikan dengan visi dan misi mulia tentu tak keberatan dengan sistem ini. Dia murni mencari seorang tokoh yang dipastikan bisa memimpin suatu daerah tertentu dengan baik, mensejahterakan rakyatnya, dan sebagainya, untuk dicalonkan menjadi kepala daerahnya. Kemudian jika tokoh itu benar-benar terpilih, parpol itu akan sungguh-sunguh mengawasi tokoh tersebut akan benar-benar mengabdi kepada rakyat di daerah tersebut.

Betapa sangat berbahayanya jika posisi jabatan kepala daerah itu dibuat sedemikain sangat tergantung dengan parpol pendukungnya. Itu sama artinya, kepala daerah tersebut harus lebih tunduk kepada parpol-nya ketimbang pengabdiannya kepada rakyat. Menjadi budaknya parpol tersebut. Kepala daerah akan selalu menjadi jongos parpol-nya, apa yang dikehendaki parpol harus diikutinya, jika tidak, setiap waktu parpol akan menarik dukungannya, dan dia pun bisa dilengserkan.

Kepala daerah akan selalu merasa dibayang-bayangi atau bahkan diteror parpol. Akibatnya sistem pemerintahan di daerah akan menjadi rusak, rentan, karena setiap saat bisa terjadi ada kepala daerahnya yang diberhentikan hanya gara-gara tidak taat kepada parpol pendukungnya. Daerah-daerah akan berubah menjadi seolah-olah milik parpol-parpol yang kadernya menjadi kepala daerah di daerah itu. Kondisinya akan menjadi sangat mirip dengan zaman Orde Baru, ketika Soeharto memanipulasi  peraturan perundang-undangan untuk membuat seolah-olah negara ini milik dia dan keluarganya.

Saya yakin MK tak bakal mengabulkan permohonan uji materi UU Kepala Daerah tersebut, karena benar-benar sangat tidak masuk akal. Ahok pun santai merespon rencana konyol Gerindra ini. Dengan gaya khasnya Ahok bilang, "Bagus dong. Kalau bisa diberhentikan lewat MK kan lumayan, saya tidak usah kerja capek-capek lagi," katanya, di Balaikota Jakarta, Kamis (18/9/2014).

"Kalau diberhentikan sama MK kan bagus, mundur dengan hebat berarti, bukan berarti saya yang tidak mau kerja. Saya mundur karena konstitusi, karena saya hanya taat kepada konstitusi. Ya bagus dong kalau Ahok  diadu, nanti Ahok tambah top, cuek saja," ujar Ahok lagi.

Dari manuver Gerindra ini menjadi semakin terbaca pula ke arah mana tujuan mereka sebenarnya dengan hendak mengesahkan RUU Pilkada yang mengatur kepala daerah dipilih oleh DPR.  Yaitu, benar-benar ingin membuat kepala daerah menjadi budak DPR, atau lebih tepatnya budak dari parpol yang fraksi-fraksnya menguasai DPRD. Untuk periode 2014-2019 Koalisi Merah Putih pimpinan Gerindra menguasai nyaris semua DPRD.

Manuver Gerindra ini membuat semakin jelas belangnya, berseru-seru pro-rakyat, tetapi sebenarnya itu hanyalah merupakan strategi licik politik mereka untuk memperdayai rakyat. Rakyat yang terpedayai mengira Gerindra sungguh-sungguh memperjuangkan aspirasinya, maka mereka pun mendukung, memberi suara kepadanya. Setelah berhasil memperoleh dukungan rakyat tersebut dan berkuasa, mereka akan menunjukkan belang sebenarnya. Kasus Ahok melawan Gerindra ini merupakan suatu contoh kasus yang paling nyata bahwa betapa berbahayanya partai ini terhadap kepentingan rakyat banyak.

Keluarnya Ahok dari parpol ini telah membuat mereka bereaksi reaktif memperlihatkan sifat partai ini yang sebenarnya, yang jauh dari mementingkan kepentingan rakyat. Sungguh tepat keputusan Ahok hengkang dari parpol yang kelakuannya semakin lama semakin menakutkan ini. ***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun