Tidak rahasia lagi bahwa kreativitas bermusik mampu menjadi profesi di negeri kita dan memberikan nafas ekonomi. Banyak orang yang mencoba menerobos belantika musik untuk merubah nasibnya melalui berkarir solo, duet, atau grup band. Namun, untuk sukses dalam belantika musik bukanlah perkara mudah karena harus mampu berkolaborasi dengan manajemen, pasar musik (konsumen), serta media. Melalui media, anak-anak hingga kakek-nenek mampu mengenal musisi dan karyanya.
Media sangat gemar menuliskan atau menyiarkan acara-acara musik dengan melibatkan konteks situasi bahkan media juga mau memberikan wadah untuk para musisi. Konteks situasi yang dimaksudkan adalah momen yang mendukung berjalannya acara-acara musik tersebut. Konteks situasi seperti suasana Ramadhan, Natal, Imlek serta hari raya lainnya banyak dimanfaatkan untuk mengadakan acara musik. Hari-hari besar Nasional juga tidak ketinggalan, seperti hari Sumpah Pemuda dan hari Kemerdekaan yang menjadi sasaran empuk dengan lebel generasi muda.
Generasi muda sering menjadi fokus acara-acara musik yang berhubungan dengan sumpah pemuda dan kemerdekaan dengan latar belakang ingin menyampaikan semangat nasionalisme. Dapat dilihat bahwa belantika musik memiliki fungsi sebagai penyalur semangat nasionalisme. Hal ini mengingat dimensi musik sangat erat dengan kaum muda atau generasi muda. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah tindakan konkret semangat nasionalisme tersebut? Apakah hanya sekedar syair lagu? atau euforia aransemen lagu saja? Sulit untuk dijawab.
Pada tahun 2011, sekitar bulan oktober, beberapa musisi Indonesia merilis album kompilasi 100 % Cinta Indonesia.Tidak jauh berbeda, alasan peluncuran album ini juga dilandasi dengan keinginan untuk menumbuhkan rasa nasionalisme dan rasa cinta dari masyarakat Indonesia. Benarkah demikan? Juga sulit untuk dijawab. Namun, perlu digaris bawahi bahwa peran musisi dalam menularkan rasa Cinta Indonesia berlebel “sangat penting”.
*Nama Grup Musik di Indonesia
Berbicara tentang semangat nasional dan cinta Indonesia, belantika musik sering lupa akan Bahasa Indonesia. Bukankah Bahasa Indonesia merupakan bagian dari perjuangan hingga menjadi bahasa persatuan dan bahasa nasional? Bukankah Bahasa Indonesia menjadi Identitas bangsa Indonesia? Oleh karena itu, sudah seharusnya rasa cinta Bahasa Indonesia juga patut untuk ditumbuhkan. Namun, sangat disayangkan bahwa musisi Indonesia saat ini secara abstrak terlihat galau. Galau yang dimaksud adalah masalah kesadaran cinta mereka terhadap Bahasa Indonesia. Endah n Resha, merupakan salah satu musisi yang mengisi album kompilasi 100% Cinta Indonesia. Perhatikan penulisan nama Endah n Resha, terdapat fonem [n]yang memiliki bentuk utuh and dalam Bahasa Inggris atau dalam bahasa Indonesia: dan. Bukankah ada baiknya dituliskan dengan Bahasa Indonesia?
Beberapa band atau grup musik di Indonesia memang cenderung gemar memberi nama dengan bahasa asing, salah satunya adalah NIDJI. NIDJI merupakan kata yang berasal dari bahasa Jepang, yang dilafalkan NIJI dan memiliki arti PELANGI. Pemilihan nama sebuah band juga erat hubungannya dengan para personelnya. Kata NIJI atau NIDJI (bentuk utuh oeleh personelnya) dipilih oleh personelnya karena kata NIDJI memiliki filosofi: merefleksikan warna musik mereka yang beragam serta berbeda satu sama lain, namun bisa membiaskannya dalam satu warna musik. Pertanyaan sama saja, kenapa mereka tidak mau menggunakan kata PELANGI yang merupakan Bahasa Indonesia? Jika kata NIDJI diganti dengan menggunakan PELANGI juga tidak akan merubah filosofi tersebut karena memiliki referensi atau makna yang sama.
Kegemaran lainnya dalam nama grup musik Indonesia adalah menggunakan Bahasa Inggris secara keseluruhan seperti Derive, Five Minutes, Ten 2 Five. The virgin, The Titans, The Dance Company, The Sisters, The Rain, SHE, Seventeen, Princees, Ninebal, The Pootters, Superglad dan lainnya. Namun, ada juga pemberian nama pada grup musik dengan mencampurkan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, seperti The Lucky Laki. Patut disayangkan bahwa musisi lebih memilih bahasa asing dalam memberi nama grupnya. Namun, sangatlah perlu dipertanyakan apakah benar dengan nama yang berasal dari Bahasa Asing sangat menjamin keberhasilan dalam blantika musik? Bukankah identitas seorang musisi atau grup musik adalah karakter musiknya? Jika kita perhatikan, banyak grup musik Indonesia yang berhasil dengan memberi nama grupnya dengan Bahasa Indonesia. Grup musik Gigi, Dewa 19, Cokelat, Ungu, Kotak, ST 12, Wali, Netral, Padi dan Kerispatih adalah beberapa contoh grup musik yang merasakan kesuksesan di blantika musik Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia. Kerispatih merupakan pemberian nama unik, kenapa? Nama ini berasal dari dua kata yang berasal dari bahasa jawa, yakni Keris yang berarti senjata dan Patih yang memiliki arti sebuah jabatan (mangkubumi). Dua kata ini berasal erat kaitannya dengan Kebudayaan Indonesia, terutama jawa. Sesuai artinya, para personel Kerispatih juga mengindikasikan KERISPATIH, Keris : senjata sakti seorang empu, petinggi kerajaan terdahulu; dan Patih : yang melambangkan jabatan penting dalam suatu kerajaan dan biasanya dijabat oleh seorang laki-laki. Personel KERISPATIH inilah yang akan menggunakan “keris” (teranalogi kerispatih adalah musik) sebagai senjata ampuh dalam melahirkan karya-karya terbaik yang bersifat universal atau dapat diterima oleh semua orang.
*Stasiun Televisi dan Nama Penggemar Grup Musik (Fans)
Musik tidak hanya membicarakan musisi. Karya musisi tidak akan hidup tanpa ada penggemar karyanya. Musik juga tidak akan dapat dinikmati dan dikenal oleh masyarakat luas jika tidak ada Media yang mempublikasikan.
Berbicara perihal penggemar (atau lebih dikenal fans karena begitu senangnya mengucapkan kata ini), sangat perlu diperhatikan bahwa kelompok penggemar musik juga sering memberikan nama bagi kelompoknya dengan mencampur adukkan Bahasa Indonesia dengan Bahasa Asing atau menggunakan bahasa Asing secara keseluruhan. Misalnya: penggemar Ungu = Ungu Cliquers, The Virgin = VIRGINITY, The Dance Company = THE DANCERS, The Potters = S’POTTER’S, Superglad = SUPERGLAD HERO, Geisha = MY GEISHA, dan masih banyak lagi nama penggemar yang berbahasa asing. Namun, ada juga penggemar grup band yang memilih bahasa Indonesia, misalnya penggemar GIGI = GIGIKITA, Padi = Sobat Padi, Yovie & Nuno = TEMAN YOVIENUNO , Wali = PARA WALI, Mahadewi = PEMUJA MAHADEWI, Kerispatih = MAHAPATIH, Cokelat = BINTANG COKELAT, Armada = PASUKAN ARMADA, dan beberapa penggemar lainnya.
Media publikasi yang sangat dinikmati oleh masyarakat adalah televisi. Beberapa tahun terakhir ini, stasiun televisi Indonesia cukup gemar mengadakan konser hingga acara musik rutin sebagai wadah para musisi. Acara musik yang rutin setiap hari tersebut juga memiliki nama. Namun, sangat disayangkan bahwa SCTVlebih memilih nama dari Bahasa Inggris, INBOX. SCTV tidak sendirian karena TVONE juga memberi nama acara musiknya Radio Show. Hal ini cukup berbeda dengan stasiun lainya yang bangga dengan Bahasa Indonesia, misalnya DAHSYAT di RCTI, DERING di TransTV, dan 100% AMPUH di GlobalTV.
* Tema Musik: Nasionalisme dan Cinta Indonesia.
Dr.Dendy Sugono, peneliti Pusat Bahasa dan dosen Universitas Negeri Jakarta ini pernah menyebutkan dalam sesi kuliah, “Jika cinta Indonesia, cintailah bahasanya, jangan pernah malu berbahasa Indonesia”. Dr. Dendy Sugono yang juga pernah menjabat Kepala Pusat BahasaDepartemen Pendidikan Nasional menyebutkan, “Di Rusia, Australia Bahasa Indonesia sudah mulai dipelajari dan digunakan. Alasannya kenapa? Karena mereka tertarik dengan budaya Indonesia, budaya Indonesia terpancar dari bahasa Indonseia itu sendiri.”. Secara tidak langsung Dr.Dendy Sugono menggarais bawahi bahwa Bahasa memiliki hubungan dengan budaya. Budaya Indonesia sangat majemuk karena Indonesia memiliki suku bangsa yang banyak. Masing-masing suku bangsa juga memiliki tradisi yang didokumentasikan oleh bahasa daerah masing-masing, misalnya: Piso Surit, merupakan kata yang menggambarkan kebudayaan Batak Karo, atau Rumah Gadang menggambarkan kebudayaan masyarakat Padang.
Jika saja para musisi sadar akan begitu melimpahnya suku bangsa di negeri Indonesia ini mungkin mereka tak jauh menelusuri benua eropa dan asia untuk mencari nama grup musik mereka. Belantika musik seharusnya bisa menjadi motor penggerak Nasionalisme dan Cinta Indonesia, terutama musisinya. Hal ini karena musisi dan musik merupakan konsumsi yang sangat dekat dengan masyarakat. Jika memang musisi sadar sebagai motor penggerak rasa cinta Indonesia, rasa cinta haruslah terlebih dahulu ada pada diri mereka. Grup musik GIGI dengan nama penggemar GIGIKITA adalah salah satu contoh nyata. GIGI bangga dengan nama berbahasa Indonesia sehingga sangat menyatu jika mereka membawakan lagu-lagu yang bertemakan Nasionalisme. Hal yang sama juga digambarkan oleh Cokelat denga nama penggemar BINTANG COKELAT yang juga pernah menggarap lagu bertema Nasionalisme, salah satunya lagu yang berjudul bendera.
Fenomena bahasa Indonesia dalam Belantika Musik seharusnya menjadi perhatian bagi pusat bahasa. Perhatian yang dimaksud adalah kepekaan dan kesadaran Pusat Bahasa bahwa belantika musik juga bisa menjadi visualisasi Bahasa Indonesia dan gerakan cinta Indonesia, sehingga tidak hanya memvisualisasikan melalui guru-guru atau pemerintah. Visualisasi yang dimaksud dalam hal ini adalah pemberian nama grup atau penggemarnya. Nama yang unik bukanlah harus bahasa Asing bukan. Sebut saja KERISPATIH adalah salah satu contoh nyata yang unik dengan menggambarkan kebudayaan Indonesia. Bahasa Indonesia cukup ditopang oleh banyak bahasa daerah oleh karena itu kenapa musisi tidak mengambil nama-nama dari bahasa daerah saja? Kata-kata seperti Ulos, Batik, Gudeg, Rendang, Piso surit, dan bahasa daerah lainnya seharusnya bisa dijadikan nama grup musik. Implikasinya adalah akan ditelusurinya makna kata tersebut jika grup musik yang menggunakan nama tersebut berhasil dalam belantika musik bahkan akan sangat menguntungkan jika grup musik tersebut mampu bersaing di Internasional. Namun, sangatlah disayangkan jika kelak grup-grup musik luar negeri yang terlebih dahulu menggunakan kata-kata Bahasa Indonesia atau Bahasa daerah suku bangsa yang ada di Indonesia.
Baru-baru ini terdengar bahwa dua band Rusia memberi nama grup musik mereka INDONESIA dan SUMATRA. Wajarkah kita marah? Bangga? Mungkin tidaklah patut untuk bangga, justru kita harus sadar dan peka. Cinta bahasa Indonesia bukan dimaksudkan para musisi tidak diperbolehkan menggunakan bahasa Inggris. Bahasa Inggris dapat digunakan, akan tetapi seharusnya lebih diutamakan pada lirik lagu saja, terutama grup musik yang memiliki impian untuk menembus pasar musik Internasional.
Semoga menyentuh lubuk kasih kita masing-masing untuk mengasihi dan mencintai INDONESIA, terutama BAHASA INDONESIA!
REFERENSI:
http://www.bloggembel.com/namanama-fans-group-band-dan-musisi-di-indonesia.html
http://indonesiaproud.wordpress.com/2011/04/29/band-rusia-itu-bernama-indonesia-dan-sumatra/
http://www.indonesiantunes.com/kerispatih/profile/
http://www.youtube.com/watch?v=OwKLfCb8HF4
http://www.youtube.com/watch?v=tj78NWP8mIY
http://www.myspace.com/Sumatrametal