Negeri ini heboh. Semenjak jaman Majapahit, Tempe sudah menjadi makanan favorit, lebih tepatnya lauk favorit. Tiba-tiba Tempe menghilang dari peredaran. Usut punya usut raibnya Tempe (Tahu gak usah disebut, karena penulis lebih favorit Tempe, jangan protes) disebabkan para produsennya mogok berproduksi akibat melambungnya harga Kedelai, sebagai bahan dasar Tempe. Harap maklum saja, sudah lama sektor pertanian salah urus. Sehingga kebutuhan Kedelai dalam negeri tak mencukupi hingga harus didatangkan dari Amrik segala. Kalau mendatangkan Leopard dari Jerman masih bisa dinalar, ini Kedelai saja mesti mendatangkan dari negeri asing. Mau dikemanakan wajah Kita di hadapan Tuhan, yang telah menganugerahi Kita negeri luas yang subur ini. Kebanyakan ngurusin koalisi buat mendapatkan kursi, sehingga tak sempat lagi ngurus pertanian. Kembali ke Tempe. Karena harga Kedelai diserahkan ke pasar (bebas) akibatnya bisa ditebak: harga Kedelai meroket tak terkontrol. Pengusaha Tempe kelabakan, ongkos produksi melonjak tak sebanding dengan nilai jual Tempe. Akhirnya stabilitas (perut) bangsa "Tempe" benar-benar terancam. Terjadi gonjang-ganjing di republik ini. Menteri yang berkompeten ngurusi masalah pertanian (selanjutnya Saya sebut "Menteri Kompeten") sibuk bertemu berbagai pihak untuk menjelaskan gonjang-ganjing Kedelai dan raibnya Tempe hari ini. Ini masalah serius, karena menyangkut taste dan kemampuan mayoritas rakyat, yang sejak beberapa dekade kuatnya cuma makan Tempe. Akhirnya Menteri Kompeten (ngurusi pertanian) pun angkat bicara dihadapan publik, setelah sebelumnya mengadakan pertemuan tertutup dengan bosnya di Istana (Tidak) Merdeka. *Bagaimana Merdeka, wong Kedelai saja bergantung asing.
KEMBALI KE ARTIKEL