Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Letakan Islam Dihatimu Bukan di KTP

16 Juli 2010   16:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:49 210 0
Sejenak kita mereview kembali perjalanan hidup kita untuk mengetahui kebenaran yang selama ini kita lupakan. Teringat pada seorang gadis muda cantik yang belum lama dan baru saja dipinang oleh seorang pemuda tampan yang bertanggung jawab sedang melewati masa bahagia diawal-awal pernikahannya. “ Selamat ya dan Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah”, ribuan doa dan ucapan tersebut dipanjatkan kepada kedua mempelai. Sebuah harapan besar bagi mereka berdua untuk bisa saling mencintai satu sama lain sehidup-semati serta dikaruniai anak-anak yang solih/soliha. Merekalah kedua orangtua kita, ayah dan ibu kita, umi dan abi. Detik demi detik terus berlalu waktu terus berjalan tanpa terasa sudah masuk dalam kehamilan 3 bulan berjalan. Selama ibu mengandung, kedua orangtua kita tak henti-henti memanjatkan doa berharap agar dikaruniai anak yang cakep, pintar, sehat, tidak cacat dan solih/a. Seiring waktu berjalan kehamilan ibu sudah sampai waktunya, berita gembira tersiar pada kerabat dan sanak saudara bahwa ibu mau melahirkan. Sesibuk-sibuknya ayah bekerja atau berdagang pada saat itu juga ia menyempatkan waktunya untuk menanti kelahiran sang bayi. Sebuah perkataan terlontar dari mulut seorang ibu yang mulia kepada bidan, “andai saja ada dua pilihan, apakah aku atau anakku yang harus mengalah (meninggal) maka pilihlah aku saja yang harus mengalah” kata-kata itu terlontar pada saat ibu sedang berjuang melawan kontraksi yang sangat hebat rasa sakitnya. Saat-saat yang ditunggu akhirnya tiba, jeritan tangis seorang bayi terdengar ditelinga dan itulah Anda, ucapan Hamdallah terucap dari bibir orang-orang yang sedang menyaksikan peristiwa besar tersebut, disisi lain ibu sedang terbujur lemas dengan senyum kebahagiaan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun