Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Yang Terhormat, Gubernur Jakarta

12 November 2014   07:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:01 62 0
"ada surat pak" kata inem kepada tuannya yang sedang asyik sarapan bersama istri dan anaknya.

"Dari siapa bik?" kata anton, nyaris tidak memperdulikan pembantunya itu, sedang ardi asyik memain - mainkan sendok dipiringnya yang sesekali ditegur oleh susi sang ibu.

Susi mengambil amplop yang dipegang inem, sebelum wanita asal tegal itu berhasil membaca huruf - per huruf yang ada di blangko amplop.

"Gubernur DKI pa... papa ada proyek sama pak gubernur?" kata susi sumringah. Mungkin saja suami sedang menjalankan proyek baru untuk provinsi DKI Jakarta, maka sang suami akan ketiban untung besar.

Belum sempat anton menjawab, bunyi telepon genggamnya memotong rasa bahagia susi. Susi pun memperhatikan suaminya itu harap - harap cemas.

Selesai berbicara ditelepon, anton menatap susi nanar, ia bergumam kecil, sebelum akhirnya berkata.

"Ayah kritis..." kata anton datar "apa isi amplop itu?" sepertinya perhatiannya sudah lebih dulu tersedot oleh amplop putih dari balai kota itu.

Susi mengeluarkan secarik kertas yang isinya pun sangat singkat. Dengan tulisan tangan gubernur sendiri, susi merasa anton sudah menjadi orang istimewa bagi gubernur.

saya tunggu di kantor saya jam 10 pagi ini

Hanya kata itu yang ada di kertas itu, ditambah dengan tanda tangan dan stempel sang gubernur.

"Papa akan menemui pak gubernur hari ini"

"Tapi ayah?" kata susi sedikit menyela...

"Jakarta medan cuma dua jam, ayah tidak akan kenapa - kenapa, papa sudah meminta dokter paling baik untuk menanganinya" kata anton meyakinkan.

Mentari menyongsong begitu cepat, hingga meski jarum jam masih menunjukkan angga 9, tapi panasnya sudah melebihi neraka. Tapi hari ini, mungkin akan benar - benar menjadi neraka bagi anton.

"Maaf pak, saya datang lebih awal" kata anton ketika gubernur memasuki ruangannya. Tampak sang gubernur tidak keberatan, ia hanya tersenyum sambil menjabat tangan anton.

"Saya hanya ingin mengatakan, bahwa sesukses apapun anda, anda tidak akan pernah ada jika orang tua anda tidak ada" kata sang gubernur to the point . Anton masih belum sempat menyela, sebuah sms masuk ke ponselnya.

Ayah meninggal...

Terkejut, merasa bersalah, itulah yang langsung menghampiri anton.

"Maaf pak, saya harus segera berangkat, ayah saya... meninggal"

sang gubernur hanya mengangguk kecil, kemudian mengambil secarik kertas dari lacinya.

"Ada baiknya anda membaca ini ketika dipesawat nanti" kata gubernur sambil mempersilakan anton untuk pamit darinya.

Yth . Gubernur Jakarta

Saya hanyalah seorang ayah biasa yang ingin anaknya segera pulang ke kampung. Tubuh saya sudah renta, bahkan nafas saya pun tidak ingin lagi berada dalam raga ini. Kepada pak gubernur yang terhormat, tolong samapaikan pesan saya kepada anak saya, kalau saya sangat merindukannya. Dia anak yang baik, sopan dan pintar. ANton pun sudah sukses, punya istri yang cantik dan anak yang bijak. Saya sangat merindukan mereka semua, saya ingin melihat mereka untuk terakhir kalinya.

Sudah seringkali saya menulis surat untuk anak saya, tapi dia selalu menelpon saya, hanya untuk menanyakan kabar saya. Saya selalu baik, ketika mengingat anak saya sudah sukses. Tolong saya pak, supaya anak saya segera pulang, saya ingin memeluknya seperti ia kecil dulu, mencium keningnya dan memberi kehangatan dari seorang ayah untuk puteranya.

Nama anak saya Anton Nababan, alamatnya di cilandak jakarta selatan. Saya mohon dengan sangat pak gubernur

terimakasih, salam hormat saya

Tetesan air mata anton tak terbendung, ayah yang sangat merindukannya bahkan nyaris ia lupakan. Kerinduan pula yang membuat sang ayah berani melibatkan gubernur untuk bicara pada anton. Tapi semua sudah sia - sia, kerinduan sang ayah harus terpisah oleh kematian.

Surat ini pernah ada, walau memang tidak pernah sampai ditangan gubernur. Anton (bukan nama sebenarnya) terakhir pulang kampung tujuh tahun sebelum ayahnya meninggal, saat ardi (bukan nama sebenarnya) masih berusia beberapa bulan. Anton menemukan surat ini, dibawah bantal sang ayah, yang hendak ia bersihkan.

salam

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun