Indonesia adalah konsumen dan produsen energi utama di Asia Tenggara, dengan permintaan yang terus meningkat untuk listrik dan bahan bakar transportasi. Indonesia sangat bergantung pada bahan bakar fosil, terutama batu bara, minyak bumi, dan gas alam, untuk memenuhi kebutuhan energinya. Sumber-sumber energi tak terbarukan ini memiliki pasokan yang terbatas dan memiliki dampak negatif terhadap lingkungan, kesehatan masyarakat, dan perubahan iklim. Energi terbarukan, di sisi lain, berasal dari sumber-sumber alami yang terus menerus diisi ulang dan dapat digunakan tanpa habis. Sumber energi terbarukan meliputi tenaga surya, angin, panas bumi, tenaga air, dan bahan bakar nabati.
Indonesia memiliki sumber daya energi terbarukan yang melimpah, terutama panas bumi, tenaga surya, dan tenaga air. Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar kedua di dunia, dengan perkiraan kapasitas 14 TWh e. Indonesia juga memiliki tingkat radiasi matahari yang tinggi, dengan rata-rata 4,8 kWh/m2/hari. Potensi tenaga air diperkirakan mencapai 241 GW, sebagian besar berasal dari pembangkit listrik skala kecil dan menengah. Namun, pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih rendah, hanya sekitar 12% dari total bauran energi pada tahun 2022. Pemerintah telah menetapkan target untuk meningkatkan porsi energi terbarukan menjadi 23% pada tahun 2025, tetapi menghadapi beberapa tantangan dalam mencapai tujuan ini.
Beberapa tantangan tersebut termasuk biaya awal yang tinggi, kurangnya infrastruktur, ketidakpastian peraturan, dan hambatan pasar. Proyek-proyek energi terbarukan sering kali membutuhkan investasi awal yang besar dan waktu pengembalian modal yang lama, yang membuat investor swasta enggan. Infrastruktur jaringan listrik yang ada tidak memadai untuk mengakomodasi sumber energi terbarukan yang bersifat variabel dan tidak menentu, terutama di daerah terpencil dan pedesaan. Kerangka peraturan untuk energi terbarukan sangat kompleks dan tidak konsisten, dengan seringnya terjadi perubahan dan tumpang tindih di antara berbagai otoritas. Pasar energi terbarukan juga terdistorsi oleh subsidi dan batasan harga untuk bahan bakar fosil, yang membuatnya lebih murah secara artifisial daripada energi terbarukan.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dan mempercepat transisi ke energi terbarukan, Indonesia perlu melakukan reformasi kebijakan, meningkatkan investasi, dan meningkatkan kerja sama. Reformasi kebijakan harus mencakup penerapan tarif yang transparan dan kompetitif, penyederhanaan prosedur perizinan, pemberian insentif fiskal, dan penghapusan subsidi bahan bakar fosil secara bertahap. Investasi harus dimobilisasi baik dari sumber-sumber publik maupun swasta, serta dari donor dan mitra internasional. Kerja sama harus diperkuat di antara berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah, perusahaan listrik negara, sektor swasta, masyarakat sipil, dan negara-negara tetangga.
Indonesia baru-baru ini telah mengambil beberapa langkah untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil. Pada bulan September 2022, pemerintah mengeluarkan peraturan baru yang bertujuan untuk mendorong pengembangan energi terbarukan dan menghentikan beberapa pembangkit listrik tenaga batu bara lebih awal. Peraturan ini juga menetapkan batas emisi pembangkit listrik tenaga batu bara baru dan melarang pembangunan pembangkit listrik baru, kecuali yang terintegrasi dengan industri pengolahan sumber daya alam. Peraturan ini juga menetapkan mekanisme penetapan harga baru untuk sumber energi terbarukan, seperti panas bumi, tenaga surya, dan tenaga air.