Mohon tunggu...
KOMENTAR
Artificial intelligence

Rencana Ambisius Tiongkok untuk Memimpin Dunia dalam Regulasi dan Inovasi AI

26 April 2023   06:05 Diperbarui: 26 April 2023   06:37 168 1
Raksasa teknologi Tiongkok telah menjadi berita utama dalam beberapa minggu terakhir, memamerkan model kecerdasan buatan (AI) terbaru mereka yang mendukung berbagai produk dan aplikasi, termasuk generator gambar, asisten suara, dan mesin pencari. Chatbots, yang mirip dengan percakapan seperti manusia yang populer, ChatGPT, juga telah diperkenalkan, dengan nama-nama seperti Ernie Bot, SenseChat, dan Tongyi Qianwen. Partai Komunis Tiongkok melihat AI sebagai tantangan potensial terhadap otoritasnya. Meskipun AI generatif memiliki harapan besar bagi perusahaan teknologi Tiongkok, pemerintah memandangnya sebagai sarana untuk menyebarkan informasi di luar kendalinya, membuka jalan baru yang luas untuk potensi subversi. Hal ini mendorong pemerintah untuk mengusulkan aturan baru yang mewajibkan perusahaan untuk menyerahkan penilaian keamanan sebelum menggunakan produk AI generatif untuk memberikan layanan kepada publik. Konten yang dihasilkan oleh alat tersebut tidak boleh melemahkan kekuasaan negara, menghasut pemisahan diri, membahayakan persatuan nasional, atau mengganggu tatanan ekonomi atau sosial. Pembatasan ini mungkin tampak tidak jelas, tetapi aturan serupa yang diterapkan pada internet telah memungkinkan partai untuk menyensor pidato tentang berbagai topik, mulai dari hak-hak Uighur hingga demokrasi, feminisme, dan literatur LGBTQ+. Seiring dengan kemampuan AI China yang terus berkembang, masih harus dilihat bagaimana pemerintah akan menyeimbangkan potensi manfaat AI dengan kebutuhannya akan kontrol.

Ketika negara-negara di seluruh dunia bergulat dengan cara mengatur kecerdasan buatan (AI), China telah mengusulkan pendekatannya sendiri. Sementara beberapa pemerintah, seperti AS, lebih memilih sentuhan yang lebih ringan dan mengandalkan undang-undang yang ada untuk mengawasi teknologi ini, pemerintah lainnya percaya bahwa rezim regulasi baru diperlukan. Uni Eropa, misalnya, telah mengusulkan undang-undang yang mengklasifikasikan penggunaan AI yang berbeda dan menerapkan persyaratan yang semakin ketat tergantung pada tingkat risikonya.
Sebaliknya, pendekatan Tiongkok tampak lebih bersifat ad hoc dan reaksioner. Tahun lalu, misalnya, Partai Komunis menyatakan keprihatinannya terhadap gambar dan video "deepfake" dan meresponsnya dengan peraturan baru yang melarang media yang dibuat oleh AI tanpa label asal yang jelas. Pendekatan ini memiliki kemiripan dengan kontrol Tiongkok terhadap internet, yang sering disebut sebagai "Great firewall". Meskipun upaya pemerintah untuk mencegah konten asing yang "berbahaya" mungkin terlihat monolitik, upaya ini melibatkan banyak lembaga dan perusahaan yang bekerja sama. Menurut Matt Sheehan, seorang peneliti di Carnegie Endowment for International Peace, Cina sekarang sedang membangun otot birokrasinya dan menambah perangkat peraturannya dengan mempertimbangkan AI generatif. Pemerintah mewajibkan tinjauan keamanan dan mewajibkan perusahaan untuk mendaftarkan algoritme mereka ke negara. Namun, masih harus dilihat bagaimana perusahaan-perusahaan Tiongkok dapat menciptakan sesuatu yang luas dan mirip manusia seperti ChatGPT sambil tetap mematuhi aturan pemerintah. Cyberspace Administration of China (CAC) menyatakan bahwa informasi yang dihasilkan oleh alat AI harus "benar dan akurat," dan data yang digunakan untuk melatihnya harus "objektif." Namun, bahkan alat AI yang paling canggih yang didasarkan pada model bahasa besar pun terkadang menghasilkan pernyataan yang tidak benar. Untuk produk seperti ChatGPT, yang mengandalkan ratusan gigabyte data dari seluruh internet, tidak praktis untuk memilah-milah input untuk objektivitasnya. Penegakan peraturan yang ketat di Tiongkok akan secara signifikan menghambat pengembangan AI generatif di Tiongkok.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun