Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Banda Naira, 22 Mei 1608

20 Mei 2011   14:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:25 186 0
Enam buah kapal bersenjata lengkap dibawah komando Laksamana Pieterzoon Varhoeven tiba di Kepulauaan Banda pada 08 April 1608. Beberapa hari kemudian tiba pula tujuh buah kapal lainnya yang datang bergabung bersama Varhoeven. Sekitar 1000 pasukan bersenjata yang dipimpin Varhoeven ini mengemban tugas dari de Heeren XVII untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Kepulauan Banda dengan cara perundingan maupun kekerasan.

Setelah seluruh pasukannya terhimpun, maka mulailah Varhoeven melaksanakan tugasnya. Hal pertama yang dilakukan oleh Varhoeven adalah melakukan pendekatan dengan para Orang Kaya Banda. Orang Kaya Banda bukanlah orang-orang yang memiliki kekayaan harta, tetapi mereka adalah orang-orang yang memiliki kekuasaan di Kepulauan Banda, seperti Ketua Adat, para Imam, Kepala Kampung atau Kepala dusun, Syahbandar dan Panglima Perang.

Varhoeven menjelaskan kepada para Orang Kaya Banda bahwasanya kedatangannya ke Banda adalah untuk membangun sebuah benteng dan kantor dagang di kota Naira untuk menangani masalah rempah-rempah. Varhoeven mengungkapkan kepada para Orang Kaya Banda bahwa benteng yang akan mereka dirikan ini akan membantu mempertahankan Masyarakat Banda dari serangan musuh. Orang Kaya Banda sungguh tak berselera dengan apa yang diungkapkan oleh Varhoeven. Mereka justru menaruh curiga terhadap niat orang-orang Belanda tersebut dan akhirnya Orang Kaya Banda pun mengelak.

Perundingan demi perundingan dilakukan oleh Varhoeven untuk mendapatkan izin dari Orang Kaya Banda agar ia dapat mendirikan benteng, namun semuanya gagal. Varhoeven geram dan hilang kesabaran.  Dia pun mengutus 300 orang pasukannya ke kota Naira pada tanggal 25 April 1608 untuk membangun sebuah benteng.

Pembangunan benteng oleh pasukan Belanda pada waktu itu memanfaatkan sebuah bekas bangunan benteng batu kokoh yang pernah dibangun oleh Portugis. Benteng yang diberi nama Nassau ini, lokasinya sangat menguntungkan bagi mereka, karena berhadapan langsung dengan Pulau Banda Besar. Namun mereka tak menyadari bahwa dibelakang benteng yang mereka dirikan terdapat sebuah bukit yang bernama Tabaleku. Dari bukit inilah para Orang Kaya Banda mengintai segala aktifitas yang berlangsung di benteng Nassau. Dikemudian hari barulah Belanda menyadari letak strategis dari bukit ini dan mereka lalu mendirikan sebuah benteng yang diberi nama Belgica.

Pembangunan benteng Nassau di kota Naira berkembang dengan pesat, dan para Orang Kaya Banda terus saja mengintai dari bukit Tabaleku. Masyarakat Banda tidak cukup kuat untuk menentang kegiatan orang-orang  Belanda yang bersenjata lengkap tersebut. Para Orang Kaya Banda mengambil sebuah keputusan untuk mengadakan perundingan. Melalui utusan mereka, para Orang Kaya Banda menyampaikan niatnya kepada belanda, namun dengan syarat agar Belanda memberikan jaminan sandera sebagai tanda maksud baik karena memandang Belanda memiliki kekuatan yang jauh lebih besar. Varhoeven setuju dan menunjuk Jan de Molre dan Nicolaas de Visscher sebagai jaminan sandera.

Tengah hari pada tanggal 22 Mei 1608, dengan penuh percaya diri dan pongah, Varhoeven berangkat menuju tempat perundingan diiringi oleh sebagian besar dewan kapten dan sepasukan tentara bersenjata lengkap. Ikut juga Jan Pieterzoon Coen yang waktu itu hanyalah seorang juru tulis dibawah komando Varhoeven.
Ketika sampai di tempat yang telah disepakati, Varhoeven kecewa karena tidak menemukan seorang pun di tempat itu. Adriaan Ilsevier, penerjemah Varhoeven diutus untuk menyelidiki lokasi di sekitar situ. Ilsevier akhirnya menemukan sekelompok Orang Kaya Banda yang bersembunyi di sebuah hutan kecil tak jauh dari tempat yang disepakati. Para Orang Kaya Banda tersebut menjelaskan bahwa mereka melarikan diri karena takut melihat begitu banyak pasukan bersenjata. Mereka meminta kesediaan Varhoeven untuk bertemu di tempat mereka bersembunyi dan Varhoeven hanya datang bersama beberapa orang tertentu tanpa membawa pasukan bersenjatanya.
Laksamana Varhoeven mendengar laporan Ilsevier dan dengan penuh percaya diri memerintahkan pasukannya agar tetap tinggal. Bersama dewan stafnya, Varhoeven pergi menuju tempat pertemuan yang baru saja ditentukan oleh Orang Kaya Banda. Varhoeven sungguh tak menyadari bahwa ia dan stafnya sebenarnya sedang berjalan masuk perangkap yang dibuat oleh para Orang Kaya Banda.
Tak berapa lama ketika Varhoeven dan dewan stafnya sampai ke tempat pertemuan, mereka langsung disergap. Varhoeven tewas seketika dan kepalanya menghiasi tombak perang orang Banda. Jacob van Groenwegen, seorang pedagang senior (Opperkoopman) mengalami hal serupa. Dalam penyergapan yang berlangsung cepat itu, Bhoi Kherang, putri dari  Orang Kaya Lautaka ikut berperan bersama para pemuda dan Orang Kaya Banda untuk membasmi pasukan Belanda.
Pasukan bersenjata Belanda yang diperintahkan untuk menunggu oleh Laksamana Varhoeven, tak dapat berbuat banyak ketika mereka pun tiba-tiba disergap oleh orang Banda yang bersenjatakan parang dan tombak. Hanya beberapa orang yang berhasil menyelamtkan diri, termasuk Jan Pieterzoon Coen.
Bagaikan drama yang telah disusun oleh seorang penulis, di tahun 1621 Jan Pieterzoon Coen kembali ke Banda sebagai Gubernur Jenderal dan membantai 40 Orang Kaya Banda juga Rakyat Banda sekitar 6000 jiwa.

Sumber :

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun