Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Bidadari, Senyum dan Asa

30 Mei 2019   20:25 Diperbarui: 30 Mei 2019   20:40 62 3

Sampai disini, Jari terasa semakin gementar menyusun huruf menggambar rasa. Bukan Soal Waktu tapi tentang amukan tak bertuah. Wajah mungil dengan senyum merona, tentang dia yang kini bertahta.

Tak seperti biasa seorang anak Adam yang pernah tersungkur dalam jurang kehinaan ulah peracik racun cinta oleh Iblis bergaun peri. Kembali berpikir membangun ikatan masa depan.

Sungguh aneh, dengan begitu muda pesonanya mematikan setiap sendi - sendi ruang imaji, menyingkir seluruh bayangan dan angan yang kemarin masih menari dalam fikiran.

Apakah dia penyihir hingga dengan muda membangun bilik berdinding besi serta mengikat dengan rantai senyumnya yang tidak muda terhapuskan? Mustahil, Sungguh mustahil jika ada penyihir seindah itu. Bahkan aku berani bertaruh nyawa untuk itu. Iya, dia adalah Bidadari yang bisa menghidupan dan menyembuhkan luka dalam sekejap dengan mantranya yang penuh ke sahajaan.

Sang Bidadari. Iya, kini kau kupanggil bidadari. Terlihat olehku lukamu masih membekas, beriring isak sendu-mu yang diam - diam terdengan oleh bathin.

Aku tahu, kau tengah terluka setelah sekian belati kata ia tancapkan dalam relung rasamu yang begitu tulus. Ia lupa bahwa disini ada seonggok tubuh lusuh yang tengah menanti untuk merawat lukamu agar dapat kau usap segala resah dan keluh yang hampir saja mematikan Giroh perjuangannya di bumi pengembaraan.

Ini bukan salahmu, kau-pun tak pantas melarang jika anak Adam berniat merawat lukamu. Bukankah kau berhak menyambut bahagia? Bukankah kau berhak memetik Bintang - gemintang dengan yang bisa merawat jiwa dan ragamu.

Siapapun, Iya... Memang siapapun tidak dilarang mengungkap kata " Aku Mencitai Kau dan Kekuranganmu". Tapi kau berhak menentukan siapa yang kau beri kunci menjaga hatimu. Setidaknya, sebaris kepastian terus dinanti oleh dia yang mencinta. Maka berilah sedikit senyum agar angan tak lagi berkepanjangan. Agar misteri yang menjadi sumber kegelisahan dapat terpecahkan.

Maukah engkau?
Menjadi yang terakhir serta menutup lembaran akhir kisah petualan Rasa nan Agung ini?

Penulis: Penghuni Semak Belukar

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun