Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Berbagi ala Program TEDxMakassar

5 Agustus 2010   12:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:17 72 0
Tanggal 29 Juli 2010 di Makassar. Setelah menikmati kue buroncong khas Makassar, saya memilih berdiri di sudut ruang terbuka milik Yayasan Bakti. Masih dengan air mineral di tangan. Tamu malam itu membludak. Seraya mengobrol dengan Luna Vidya saya perhatikan Arfan Sabran, sutradara muda yang menceritakan makna film dokumenter bagi korban konflik Poso.

"Film bisa menjadi wajah mereka, harapan dan suasana batin mereka", begitu katanya. Film dapat menjadi media penyambung lidah perdamaian, begitu pesannya.

Lalu beberapa saat kemudian, saya merasakan suasana yang beda. Cair dan mengasikkan saat Heru Wahyu Anggoro, lelaki berkacamata asal Bogor bercerita tentang kiprahnya sebagai "fasilitator" bagi tumbuh kembangnya daya kreasi komunitas. Dia seperti menghipnotis puluhan tamu pada acara TEDxMakassar. Dia mengupas contoh-contoh dan derivat praktek "logika otak kanan dan kiri".

Heru sangat persuasif. Dia ingin katakan bahwa tidak ada alasan untuk kita berkeluh kesah. Saatnya untuk kreatif, saatnya untuk menyelaraskan gagasan dalam wujud. Saatnya memaksimalkan fungsi otak kanan, bukan semata aspek teknis, rigid dan pasti seperti yang banyak dimainkan otak kiri.

Dia juga menyorot kata "fasilitasi" yang kerap digunakan (dan disalahtafsirkan) oleh praktisi LSM, akademisi bahkan pada pamong pemerintah. Dari sisi makna, kata ini berasal dari kata facile yang sejatinya mempermudah "persoalan".

"Banyak dari mereka yang berharap menjadi fasilitator yang baik ternyata malah menambah runyam subyek yang difasilitasinya," Kata Heru. "Bukan hanya mempermudah tapi seorang fasilitator mesti menguatkan, menyadarkan sesiapa saja untuk aktif, untuk kreatif," Katanya. Bagaimanapun, fasilitasi, apakah itu untuk masyarakat atau sesiapa, mesti memberikan dampak.

Bagaimana caranya? Ini dapat berwujud saat orang-orang percaya bahwa, kata-kata dapat mencipta dunia. 1.Words Create World. Kedua, Image inspire action! Gambar dapat mengispirasi tindakan.

"Coba tanyakan kepada para tukang ojek. Bagaimana usahanya selama ini. Sebagian besar atau sekitar 80 persen tukang ojek pasti akan mengeluh,". Dapatkah kita menghapus semua keluhan dengan lebih kreatif melihat keadaan? Itu yang dimaksudkan Heru tentang berpikir positif dan bertindak positif dengan kreasi dan melakukan perubahan.

***

Uraian di atas adalah bagian dari program TEDxMakassar yang difasiitasi oleh Yayasan Bakti Makassar pada 29 Juli 2010. Bakti memediasi refleksi Syaifullah Dg Gassing dari Komunitas Blogger Makassar, Yosi Karyadi dari Mercurius FM, Andi Ummu Tunru, seniman sekaligus figur penting di balik Dewan Kesenian Makassar.

Yayasan BaKTI mengadakan acara TEDxMakassar pada tanggal 29 Juli 2010 mulai pukul 18.00-21.00 wita bertempat di halaman belakang Kantor BaKTI Makassar. Tema dari acara TEDxMakassar adalah Komunikasi Kreatif. TEDx adalah sebuah program acara lokal yang diadakan secara swadaya untuk mengajak orang berbagi ide yang layak disebarluaskan. Acara lokal yang dikelola secara swadaya ini dikenal dengan TEDx. x=acara yang diselenggarakan secara independen.

Jika Daeng Gassing, sebutan Syaifullah menceritakan apa itu blogger dan bagaimana mereka membangun komunitas produktif di antara mereka maka Yosi Karyadi menceritakan bagaimana radion menjadi alat mendorong penyadaran politik dan mediasi partisipasi dan solusi warga.

Pada malam itu, selain mendapat gambaran dari mereka tersebut di atas maka penampilan Andi Ummu Tunru merupakan yang paling menyita perhatian. Di atas kursi roda wanita dengan pembawaan tenang ini tampil berbeda. Diiringi suaminya, Basri Daeng Sila, 56 tahun Andi Ummu menari. Penampilannya yang tenang, gerakannya yang halus dan penuh konsentrasi membuat penonton seakan tersihir dalam keheningan.

Andi Ummu yang telah melanglang ke berbagai negara di Eropa, dan benua Amerika, Australia, juga beberapa negara di Asia, seperti india, Tibet, hingga Cina merupakan salah satu maestro seni tari dari Makassar. Dia juga merupakan wanita tak biasa karena memilih bertahan dengan membesarkan organisasi seni dan karya tari bernuansa Makassar.

Dia tinggal di Jalan Tupai, Makassar bersama suami yang telah menemaninya selama 30 tahun. Andi Ummu pulalah yang selalu menemani Mak Coppong (almarhumah) saat tampil di berbagai event. Salah satunya Project Lagaligo, dimana Mak Coppong sebagai penari pakarena dan Andi Ummu sebagai master tarinya.

Andi Ummu berkisah bahwa minatnya menari bermula dari saat tinggal di Yogyakarta, dia nelajar pada Sekolah Tari Kanisius. Hingga kini, beberapa karyanya seperti tari Kondobuleng, Pakarena, Salonreng dan lain sebagainya telah ditarikan di berbagai pentas.

Menurut Ummu, tari bukan hanya gerak tapi proses pengisian jiwa. Bukan hanya gerak tubuh tetapi rasa, jiwa dan semangat dari dalam. "Ada rasa di sana," Katanya. Dalam diam pun ada gerak. "Perasaanlah yang membuat kita bergerak dan itu menyatu," Begitu katanya.

"Dari menari, saya diundang kemana-mana seperti pernah diundang ke Himalaya, dan berjumpa dengan Dalai Lama dan bisa berjumpa dengan para seniman di gedung-gedung teater ternama Eropa seperti Perancis," Sambungnya.

Dia mencatat bahwa di sana, di pentas seni agama dipentasan dan saling menghormati seperti yang dia lihat di Himalaya dimana kristen, hindu, islam tampil dengan spirit berkesenian yang nyaris sama. "Tidak ada perbedaan dan memang tidak pernah saling membeda-bedakan," terangnya. Saat itu dia mengikuti program "Global Meditation Ghjatering 2006 di Himalaya Meditation Centres, Rishikesh.

Andi Ummu juga pernah mengajar menari para gadis Cina di Guangzhou, pada tahun 2006. Dia memperlihatlan fotonya dengan beberapa gadis ayu dari Cina. Dia berbaju putih dengan syal biru muda, Ummu diapit beberapa gadis Guang Zhou yang berbaju bodo. Dia juga pernah jadi pemateri pada worskhop Taiwan Art Festival di Taipei pada 2008, juga pada Workshop I Lagaigo, di Singapura serta koreografer pada Eastern Festival 2005 di Cape Town, Afrika Selatan.

***

Masih banyak yang belum sempat saya tulis, termasuk penampilan monolog Luna Vidya yang tidak sempat saya tonton, tetapi, benar bahwa banyak hal positif yang saya peroleh dari Program TEDxMakassar, setidaknya bahwa kreatifitas dan berbagi kepada sesama mesti didasarkan pada apresiasi dan rasa peduli. Beberapa penampil dalam acara tersebut setidaknya memberi harapan bahwa masih ada orang-orang yang peduli pada sekitar.

Ada banyak hal positif yang dapat dilakukan dan membaginya dengan sekitar. Seperti itulah yang hendak disampaikan penggagas acara ini. Anda punya hal positif yang dapat dibagi dengan warga lain?

Benteng, Selayar 05/08/2010

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun