Dia adalah seorang pemandu wisata gunung yang menyediakan penginapan (basecamp) gratis kepada kami. "Mungkin itu air doa, sarat untuk keselamatan kami," sindir ku dalam hati.Hari sudah mulai pagi, matahari mulai muncul dalam singgasananya. Kami ber-12 bergegas menaiki truk angkutan untuk mengantarkan ke suatu pintu pendakian Gunung Rinjani Lombok-Nusa Tenggara Barat (NTB).
Disetiap jalan ku melihat pemandangan yang indah dengan jalan mengular mengeliling pegunungan yang akan kami tuju. Berhentilah dipersimpangan jalan. "Ini transit lagi," tanya ku.
"Ia, dek nanti naik pick up ke pintu masuk ujung aspal disana," balas supir truk kepada kami.
Tempat ini yang dinamakan Desa Sajang. Desa Sajang yang berada di Kabupaten Lombok Timur ini, walaupun bukan jalan pendakian resmi, namun jalan ini alternatif memotong langsung menuju ke pintu pos 2 Sembalun. Sajang juga terkenal dengan air terjun Mangku Sakti nya yang indah di Lombok Timur.
Sang supir pick up sudah menunggu, "Ayo naik pick up ke ujung pintu hutan," ujar sang supir pick up.Menaiki mobil pick up ini tidak gratis, kami harus membayar 150 ribu rupiah sekali jalan. Setelah membayar kami langsung bergegas menaiki mobil pick up. Jalan menuju pintu masuk ini sungguh jelek belum beraspal, membuat kami seperti naik offroad, kadang kami turun karena mobil tidak kuat naik karena jalan nya memang bergelombang.
Disekitar ujung desa, saya menyaksikan rumah adat masyarakat lombok. Memang di Lombok terkenal dengan adat istiadat nya yang masih bertahan sejak turun-temurun. Sebagai contohnya ketika perjalanan menuju penginapan disuguhkan dengan pengarakan pengantin atau disana disebut 'nyongkolan' tradisi tersebut dimeriahkan oleh masyarakat adat yang berbaur dalam suka cita acara tersebut.
Lanjut, akhirnya kami pun sampai juga di pintu masuk hutan di ujung desa, tak lama-lama kami berdoa lalu bergegas memasuki hutan melanjutkan ke pos 2 Sembalun.
Menuju Pos 2 Sembalun
Trek keluar masuk hutan dan savana Sajang dengan lanskap bukit Sembalun yang sedikit berawan gelap kami lalui, menerobos hingga jembatan persimpangan jalan antara Sajang dan Sembalun."Wah banyak juga yang mendaki gunung Rinjani," tanyaku. Memang kebetulan hari itu kami merencanakaan pendakian ke Rinjani setelah Idul Fitri 2018.
"Tuh di depan pos 2, ayo bergegas," jawab salah satu temanku.
Di pos 2 banyak sekali yang beristirahat disini. Ada suatu kejadian buat saya sangat malu sekali, ketika tongkat kayu saya - yang saya dapatkan di hutan Sajang disita oleh petugas Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).
"Mungkin itu peraturan tidak boleh menggunakan alat pendakian terbuat dari kayu kecuali track poll," tanyaku sambil menyadari kesalahan.
Lantas untuk menutupi rasa malu, saya segera menyuruh teman-teman untuk bergegas, memang saat itu hari matahari sudah berada di atas kepala.
"Ayo, kawan sudah siang ini," kata ku, sedangkan teman-teman malah asyik santai mengobrol dengan pendaki lain.
Kami pun bergegas menuju pos selanjutnya.
Terpisah di Bukit Penyesalan
Di pos 3, "Dan, duluan temani keponakan saya yang sudah duluan bersama temannya," kata Si Mamang.Si Mamang adalah orang yang mengajak saya ke Rinjani, saat itu kami merencanakan pendakian lewat jejaring media sosial hingga terkumpul 5 orang dan 7 orang lainnya kami bertemu di pelabuhan Lembar, Lombok (NTB), kemudian kami sepakat melakukan pendakian bersama.
Keponakannya itu duluan bersama temannya menuju pos 4, saya menyusul mereka berdua, sementara yang lain di belakang.
Kami ber-3 terus berjalan sampai tanjakan penyesalan. Si Mamang sudah tidak kelihatan. "Kaya nya ada yang sakit," jawab ku.
Di Bukit Penyeselan, trek nya menanjak dengan banyak akar dari pohon besar serta banyak debu.
Bukit Penyesalan memiliki beberapa bukit bayangan, kunci untuk melewati trek ini adalah kesabaran walaupun kita beranggapan sudah mencapai bukit terakhir, namun nyatanya masih ada bukit selanjutnya hingga sampai ujung di Pelawangan Sembalun, sehingga banyak orang yang bilang disebut 'Bukit Penyeselan' akan menyesal bila tidak menyelesaikan perjalanan ujung bukit penyesalan dengan pemandangan yang luar biasa.
Kami ber-3 terus berjalan. Ada porter memberitahu kami "Mamang nya sakit tuh, suruh turun lagi," kata porter yang menghampiri kami.
"Kepalang tanggung sudah hampir dekat pelawangan sembalun," jawab temanku. Pelawangan sembalun ini tempat mendirikan tenda (camping ground) untuk pendaki sebelum menuju punak Rinjani.
Setelah sampai Pelawangan Sembalun, kami disambut dengan biru nya air danau Segara Anak. Danau Segara Anak ini merupakan salah satu ikon gunung Rinjani yang menjadi primadona, dengan ditengah danau tersebut ada gunung aktif Barujari menambah kecantikan gunung Rinjani.
Kami tak lupa mengabadikan moment tenggelam nya matahari diantara sela-sela bukit gunung Rinjani.
Namun setelah itu kami sempat kebingungan lantaran tenda untuk berteduh ada di Si mamang dan teman kami.
Disaat kami pasrah terancam tidur tidak pakai tenda. Akhirnya menjelang malam Si Mamang datang. Disitu saya sangat bersyukur. "kemana yang lain mang," tanyaku.
"Yang lain, mendirikan tenda di pos 3, ada yang sakit," jawab Si Mamang
Ia sebenarnya sangat marah karena pendakian kali ini, kurang koordinasi. Namun dibalik itu semua kami masih bersyukur bisa bareng dan kumpul lagi di Pelawangan Sembalun.
"Mun lain aya Alo (Keponakan) sorangan mah, moal daek da kaluhur," kata Si Mamang sambil bercanda pakai logat Sunda.
(Cerita ini kisah nyata dari penulis)