Saya perlu mengomentari dua artikel tersebut. Pertama, kedua penulis ini saya anggap Ilmuwan. Fahmy Radhi adalah pengamat ekonomi politik UGM, sebuah perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Sedangkan,Bawono Kumoro adalah peneliti The Habibie Centre, sebuah lembaga riset yang cukup bergengsi.
Kedua, saya tertarik karena kedua tulisan itu sama-sama mengangkat topik soal polemik kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral seperti diamanatkan UU No 4 tahun 2009 tentang mineral dan batubara. Pada titik ini, saya dan dua penulis ini sama-sama memiliki minat yang sama pada isu ini.
Ketiga,baik pada tulisan Fahmy Radhi maupun Bawono Kumoro ada komentar soal sikap Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan, terkait ekspor mineral mentah ini. Dan ini point yang saya perlu luruskan dari dua tulisan keuda orang ini.
Fahmy Radhi danĀ Bawono Kumoro mengatakan menurut Gita Wirjawan 62% dari total ekspor Indonesia adalah dari hasil tambang. Membaca ini saya cukup terkejut. Sehingga secara spontan saya berkomentar dibagian bawah tulisan mereka, Gita Wirjawan sedang berbohong.
Karena berdasarakan penelusuran saya terhadap data di Badan Pusat Statistik, total ekspor pertambangan Indoensia sejak tahun 2000 hingga 2012 tidak sampai 62%.
Tahun 2000,nilai ekspor sektor pertambangan Indonesia adalah 3,04 miliar dollar AS atau hanya 4,9% dari total ekspor Indoensia tahun 2000 yang mencapai 62,12 miliar dollar AS.
Setiap tahun nilai ekspor pertambangan ini meningkat. Tahun 2001, menjadi 6,35% dari total ekspor, 2002 menajdi 6,62% dari total ekspor, 2003 menjadi 7% dari total ekspor dan 2004 menajdi 6,66% dari total ekspor.
Kemudian tahun 2005 menjadi 9,4%, 2006 menjadi 11,11%, 2007 menjadi 10,59%,danĀ 2008 menjadi 10,89% dari total ekspor. Sejak 2009, ekspor pertambangan melonjak tajam menjadi 16,89%, 16,94% pada 2010, 17,02% pada 2011 dan 16,50% pada 2012. Untuk periode Januari sampai Oktober 2013 total ekspor pertambang menjadi 16,85% dari total ekspor Indonesia.
Peningkatan yang tajam dalam kurun waktu lima tahun terakhir ditengarai karena adanya titah UU No 4 tahun 2009 yang mewajibkan mineral harus diolah di dalam negeri sebelum diekspor mulai 2014 ini. Dan pengusaha tambang jor-joran melakukan eksploitasi sebelum larangan itu berlaku.
Dan perlu dicatatat, nilai pertambangan yang saya kutip di atas juga mencakup batubara. Tidak hanya mineral.
Sampai pada titik ini saya menyimpulkan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan sedang melakukan kebohongan publik. Tak mau asal nuding, saya pun menulusuri pernyataan Gita Wirjawan terkait polemik larangan ekspor mineral ini.
Hasilnya, ternyata Gita mengatakan 62% ekspor Indonesia adalah komoditas. Jadi yang dimaksud 62% itu adalah ekspor komoditas, mencakup di dalamnya mineral, batubara, sawit, dll. Jadi, bukan hanya tambang apalagi hanya mineral. Sampai pada titik ini saya menyimpulkan Fahmy Radhi dan Bawono Kumoro keliru mengutip pernyataan Gita Wirjawan.
Saya merasa perlu meluruskan ini karena sangat fatal akibatnya bila benar 62% ekspor Indonesia dari hasil tambang. Kalau angkanya seperti ini, Pemerintah menemukan argumentasi kuat untuk menunda kebijakan tersebut. Sebab, saat ini pemerintah tengah berjuang memperbaiki defisit neraca perdagangan Indonesia.