Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humor

[Stand Up Kompasiana] Kenapa Nggak Jadi Model?

14 Mei 2012   04:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:19 999 6
Selamat siang...

Gue sering bertanya-tanya mengapa jadi model itu harus seperti gelas kristal yang kudu sempurna dan dijaga jangan sampai pecah. Dari jaman SMP, setiap ketemu orang, gue selalu ditanya, "kenapa nggak jadi model aja?" Hanya karena gue tinggi. Waktu SMP memang tinggi gue udah 163 cm. Tapi kan buat jadi model nggak hanya masalah tinggi. Dan gue sangat sadar diri kalau gue bukan gelas kristal tapi gue hanya gelas melamin yang tahan banting. (Hihihi..)

Mereka nggak tau kalau gue tuh punya banyak minus nya buat jadi model, diantaranya:

Gigi

Kalau kebanyakan orang bangga punya gigi yang tersusun rapi, gue bangga punya gigi yang keriting. Dulu waktu masih SMP, nyokap gue maksa buat gue pake kawat gigi. Pas ke Dokter Gigi, Dokternya ajeb-ajeb (baca: geleng-geleng), katanya gigi gue sangat berantakan, harus ada paling nggak 5 gigi yang nggak perlu dan gigi patah yang kudu dicabut.

Gue cuma mikir sambil bibir miring-miring sana sini, "lah kalau tuh gigi nggak perlu, ngapain tumbuh? Terus gigi patah yang melahirkan gigi gingsul itu justru berjasa, sebagai daya tarik bukan?" (Ge-eR sekaligus mencari pembenaran.. Hihihi).

Katanya Om Dokter, gigi berantakan itu disebabkan kesalahan saat waktu kecil mencabut gigi susu, biasanya nggak pernah ke Dokter. Dokternya tau aja kalau gigi gue, hampir semua yang nyabut Datuk (Kakek) gue. Mulai dari ditarik pake benang sampe digoyang-goyang pake lap terus tiba-tiba dicabut tanpa basa-basi. Tapi gue nggak pernah kapok, tiap gigi gue goyang, gue pasti bilang ke Datuk. Dan Datuk dengan senang hati ngeluarin peralatan cabut giginya. Hihihi.

Cabut gigi yang pertama di Dokter Gigi, mengakibatkan bengkak segede bola bekel di pipi kiri gue. Oke jadi bengkak ini yang bikin gue cantik gituuu?? Hadeuuuuh... Sumpah ini penderitaan... Tiap hari gue diceng-cengin ngemut bekel di sekolah selama sebulan. Belum lagi sakitnya minta tolong. Siapa bilang lebih baik sakit gigi daripada sakit hati? Buat gue sakit gigi satu paket dengan sakit hati. Jadi akan bijaksana bila gue putuskan lupakan kawat gigi.

Masalah gigi buat gue, Datuk adalah Dokter Gigi terbaik yang pernah gue temui, walau gigi gue jadi nggak beraturan tapi tak berefek bengkak selama sebulan. Dan karena Datuk, gue punya gingsul yang bikin orang lupa untuk memperhatikan keburukan gue, karena fokusnya 100% ke gigi gue. Hahaha..

Bekas Luka

Buat jadi model tentu harus bersih dari yang namanya bekas luka. Gue punya 2 bekas luka permanent, yang satu di tangan kanan dan satu lagi di kaki kanan. Dan akibat borok ini pun nggak ada yang elit. Kalau diceritain ke juri kontes Miss-Miss-an pasti malu-maluin.

Yang di tangan kanan, karena habis latihan bela diri Tapak Suci waktu kelas 1 SMP, temen-temen gue tiba-tiba lari-lari sambil teriak-teriak orang gila, karena mereka lari-lari sradak sruduk nggak jelas, akhirnya gue keselengkat jatuh selancar di aspal, plus ditimpa 3 orang temen gue. Huaaaaaaaah... Gue teriak, "kalian apa-apain sih, ikut Tapak Suci tapi takut sama orang gilaaaa....rrrrrrrghhhhhh..."

Pas gue lihat tangan gue, lukanya lumayan gede dan daging gue kelihatan gitu. Temen gue bukannya nolongin gue malah lanjut lari. Waktu tuh orang gila ngelihat gue, dia ketawa cekikikan, sepertinya puas bener lihat darah gue. Gue cuma bisa melototin dia sambil meringis. Dasar wong uediaaaaaaaan... Yang gue sesalin cuma satu, orang gila itu berhasil meninggalkan bekas permanent yang bikin gue nggak kan bisa ngelupain dia seumur hidup.

Nah kalau yang di kaki kanan, bekas luka yang sangat memalukan. Gara-gara pengalaman pertama kali pakai pembalut, akhirnya jatuh secara mengenaskan. Untung nggak ada yang lihat. Tapi bekas lukanya nggak hilang sampai sekarang, seakan berusaha untuk mengingatkan betapa bodohnya gue. Hihihi.

Sebenernya sih gue sering jatuh, tapi nggak tau kenapa, hanya 2 bekas luka yang terukir indah sampai hari ini. Mungkin karena 2 kejadian itu adalah kejadian yang paling nggak asik, jadi harus selalu diingat.

Bulu Kaki

Nggak tau kenapa para model itu harus tanpa bulu kaki. Gue tuh punya banyak bulu kaki, walaupun nggak keriting sih. Dan gue selalu heran dulu kalau lihat temen cewek pada suka nyukur bulu kaki. Buat apa coba, jadi model pun tidak, ngapain repot-repot nyukur bulu kaki segala.

Apalagi jaman sekarang, cewek-cewek pada rajin waxing bulu kaki. Gue rada nggak ngerti, mengapa ingin cantik itu menyakitkan. Gue lihat proses waxing itu cenderung brutal dan menyakitkan. Salut buat para cewek yang rela sakit-sakitan untuk waxing. Oh ya ada efek lainnya loh, kalau salah melakukan waxing, bisa mengakibatkan, bulu tumbuhnya ke dalam. Walah. Walah.

Padahal menurut gue, bulu kaki itu bikin cewek terlihat eksotis loh. Justru daya tarik itu bisa datang dari bulu kaki. Hahahahaha. (Ini asli ngarang... Belum riset ke para cowok soalnya..).

Fotogenit eh Fotogenik

Syarat menjadi model berikutnya adalah fotogenit. Gue dari dulu paling nggak bisa pose, paling banter pose gue yang kepala rada miring dikit, terus kasih senyum dikit dan bila perlu pamerin gingsul gue. Standar sungguh.

Foto gue bisa berbeda dari pakem yang ada, cuma kalau ada yang memfoto gue secara diam-diam. Itupun bukan jadi bagus, biasanya jadi lebih parah. Hihihi. Gue nggak tau kenapa, nggak bisa berfoto dengan wajah ekspresif atau sok cool. Jadi nggak kan pernah bisa jadi fotogenit. Secara gue juga nggak genit sih (jaka sembung yo band...).

Jadi mengingat beberapa hal diatas, model bukan pilihan yang cocok buat gue. Kecuali gue dijadiin model produk gagal. Hahaha... Satu hal yang gue salut dari para model itu, mereka sukses menjaga segalanya dan berkorban untuk banyak hal. Salam salut dan hormat..

___

Powered by @KoplakYoBand

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun