Perbedaan budaya menjadi hal yang sering terjadi dalam dalam aspek komunikasi antar budaya. Di bumi yang luas ini, tentu saja kita akan bertemu dengan orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan kita saat sedang melakukan suatu komunikasi. Hal ini menjadi dasar pelajaran bahwa kita akan dihadapi dengan perbedaan budaya saat berkomunikasi serta harus mengatasi hambatan komunikasi dengan orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan kita agar apa yang kita sampaikan bisa dimengerti. Setiap lingkungan budaya mempunyai nilai-nilainya masing-masing dikarenakan interaksi yang terjalin antara individu atau kelompok dari latar belakang budaya yang berbeda tentu akan berdampak pada pola komunikasi.
      Berbicara mengenai komunikasi internasional, komunikasi antar etnis, dan komunikasi antar ras dalam dunia komunikasi antar budaya tentu saja merupakan hal yang berkaitan antara satu sama lain. Komunikasi internasional sendiri bisa dikatakan adalah komunikasi yang memiliki latar belakang informasi dengan melibatkan negara-negara yang berbeda dikarenakan komunikasi internasional berfokus dengan hubungan internasional antar negara. Kemudian ada komunikasi antar etnis yang bisa kita katakan bahwa jenis komunikasi ini berkaitan suatu interaksi kelompok-kelompok yang memiliki latar belakang budaya berbeda. Begitu juga dengan komunikasi antar ras yang memiliki jenis komunikasi yang sama dengan komunikasi antar etnis. Dari ketiga jenis komunikasi ini, tentunya akan dihadapkan dengan berbagai hambatan di dalamnya.
       Hambatan dari ketiga jenis komunikasi ini bisa kita katakan adalah streotipe, prasangka, dan etnosentrisme. Pengertian dari streotipe sendiri adalah pandangan atau persepsi umum yang disederhanakan mengenai perilaku tertentu dari individu atau kelompok berdasarkan kategori berasal dari ras, suku, agama, atau gender. Streotipe akan menjadi hambatan komunikasi antar budaya karena akan menimbulkan persepsi yang memicu sebuah konflik. Kemudian, ada prasangka yang bisa menyebabkan hambatan komunikasi antar budaya karena prasangka sangat berkaitan dengan mempertahankan identitas sosial dan mempertahankan suatu kelompok yang dominan. Terakhir, ada etnosentrisme yang berarti sikap dimana seseorang menilai dan memahami budaya lain berdasarkan standar, nilai, dan norma budayanya sendiri dengan asumsi bahwa budayanya lebih superior. Etnosentrisme akan menjadi hambatan dalam komunikasi antar budaya karena akan adanya perilaku tidak menghargai yang disebabkan munculnya penilaian bahwa budaya nya lebih unggul daripada budaya lain.
        Memiliki perbedaan budaya antar golongan atau kelompok, tentu saja harus kita hormati dan hargai demi terciptanya lingkungan budaya yang damai dan tentram. Teringat saya, ketika berada dalam masa-masa ospek kampus, saya bertemu dengan teman-teman yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan diri saya sendiri. Hal ini tentu saja menjadi pelajaran bagi saya untuk bisa menghargai serta menghormati orang-orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan diri saya. Langkah-langkah yang saya ambil ketika bertemu dengan orang-orang baru dalam konteks memiliki budaya yang berbeda dengan saya adalah tetap berkomunikasi dengan bahasa Indonesia serta saya tidak menggunakan bahasa asal daerah yang tidak dimengerti  agar pesan yang saya sampaikan bisa tercapai dengan baik. Selain itu, saya juga menerapkan sikap yang baik saat berkomunikasi agar dinilai bisa menghargai lawan bicara yang memiliki latar belakang budaya berbeda dengan saya.
        Pengalaman adalah hal yang paling berharga serta bisa dirasakan oleh semua manusia di dunia ini. Saya sendiri memiliki pengalaman yang membuat saya tersadar dan menjadi pelajaran bagi diri saya sendiri. Salah satu pengalaman berharga yang pernah saya alami adalah pengalaman berkomunikasi dengan orang yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan saya. Sebut saja dia adalah teman saya bernama vio yang sekarang menjadi sahabat saya ketika berkuliah. Dia sendiri berasal dari jogja dan saya berasal dari aceh. Awal berkomunikasi dengan vio, saya masih menggunakan bahasa Indonesia karena saya sendiri pun tidak bisa berbahasa jawa. Begitu juga vio, awal berkomunikasi dengan saya sehari-hari menggunakan bahasa Indonesia agar menghargai saya yang tidak bisa berbahasa jawa. Selama 2 semester kami lewati bersama, saya dan vio semakin dekat dan berhubungan baik. Dia pun sering mengajarkan saya beberapa bahasa jawa yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari dan saya pun banyak belajar darinya. Pengalaman inilah yang membuat saya tersadar bahwa kita harus saling menghargai dan menghormati ketika kita memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan orang lain.
       Seandainya saya menjadi seorang jurnalis, komunikasi antar budaya sangat berpengaruh ketika saya menulis dan meliput suatu berita. Sebelum saya menulis dan meliput berita, saya harus tahu budaya yang dimiliki serta cara menulis dan mengemas berita dengan baik agar nantinya tidak terjadi suatu berita yang sifatnya tidak menghargai. Selain itu juga, tidak akan ada munculnya pandangan streotipe atau etnosentrisme bagi orang-orang yang melihat berita tersebut. Hal ini juga akan menjadi sebuah pelajaran bagi saya untuk menjadi seorang jurnalis harus tahu cara menulis dan meliput berita yang tidak menyinggung golongan manapun.
Sekian, Terima Kasih
Cut Nazwa Khiranjani