Diceritakan oleh seorang ahli hikmah dan ibadah, ada seorang pemuda yang ingin sekali membuktikan betapa adilnya Allah. Karena selama ini, dia hanya mendengar dari ceramah-ceramah guru ngajinya saja. Pemuda itu merasa tidak puas. Dia ingin merasakan dan mengecap keadilan itu secara langsung. Karena baginya, bukankah pengalaman itu guru yang terbaik dalam kehidupan.
Maka dibulatkanlah tekadnya. Malamnya dia menegakkan qiyamullail (Shalat malam). Dalam shalatnya dia memohon petunjuk kepada Allah. Dia juga memohon agar Allah mempermudah jalan bagi usahanya itu.
Tak lama pagi pun datang. Bekal yang dipersiapkannya sejak kemarin, dia periksa kembali. Dia benar-benar bertekad tidak akan pulang sebelum mendapatkan apa yang dia cari.
Setelah berpamitan kepada ibu bapaknya, pemuda itu melangkah mantap meninggalkan rumah. Diiringi tatapan mata nanar kedua orang tuanya, dia mengayun langkah kakinya hingga tubuhnya hanya terlihat sebagai satu titik di cakrawala yang luas.
Hingga siang menjelang, pemuda itu belum juga melihat tanda-tanda apa yang dicarinya. Padahal saat itu matahari sedang ganas-ganasnya. Sang raja siang saat itu memancarkan sinarnya yang kuat. Peluh dan haus memperlambat laju jalan pemuda itu. Tetapi, panasnya sengatan matahari tidak mampu mencairkan gunung es tekad pemuda itu.
Sampailah pemuda itu di suatu daerah pertanian yang subur. Dilihatnya para petani sedang asyik bekerja di sawah. Saat itu baru musim tanam. Dia lalu ikut terbawa oleh suasana riang di persawahan itu. Meski lelah dan peluh membanjiri sekujur tubuhnya, dia terus melangkah di antara pematang.
Rupanya petani di daerah itu melakukan teknik tumpang sari. Di salah satu petak, dilihatnya seorang ibu sedang memetik buah labu. Entah bagaimana mulanya, dia terkejut serasa ada yang menghentak ingatannya. Tiba-tiba saja dia teringat akan tujuannya.
"Pohon labu itu kecil, tetapi kok buahnya besar " gumam pemuda itu.
ā€¯Sungguh Allah tidak adil " Katanya lagi.
Dalam hati dia menarik kesimpulan, bagaimana mungkin batang pohon labu itu kuat menyangga beban (labu) sebesar itu. seharusnya dengan buah sebesar itu, maka batang pohon labu juga harus lebih besar lagi. Dia tidak habis pikir, yang dicarinya keadilan, namun malah kejanggalan yang ditemui.
Karena lelah berjalan, akhirnya dia memutuskan untuk beristirahat. Dipilihnya sebuah tempat sejuk, yaitu di bawah sebuah pohon yang besar dan rimbun, serta berbuah lebat. Namun, pengamatannya terhadap pohon tempat dia berteduh, telah membuatnya semakin menambah keheranannya. Karena pohon yang dilihatnya itu, ternyata batangnya lebih besar dari pelukan tiga orang lelaki dewasa, dan ternyata buahnya tidak lebih besar dari buah manggis, bahkan mirip buah klengkeng. Pemuda itu hanya menarik napas panjang dan masih menyimpan rasa kejanggalan tersebut.
Setelah bekal di buka, kemudian pemuda itu dengan lahap menyantapnya. Akhirnya karena kekenyangan, dia pun tertidur. Tetapi, kelelapan tidurnya terganggu ketika beberapa buah dari pohon itu jatuh menimpanya.
"Allahu Akbar "Teriaknya.
"Inilah yang Kucari " Simpul pemuda itu.
Dia sangat senang bukan main, karena Allah telah menunjukkan keadilan-Nya padanya. Dia berpikir dengan hikmat dan berkata dalam hati.
"Bagaimana ya rupa wajahku kalau buah dari pohon yang jatuh itu besar-besar layaknya buah labu?!"
Pemuda itu akhirnya menemukan tujuannya berpetualang, yakni mencari keadilan Allah. Dan, Allah telah menunjukkan bukti keadilan-Nya pada pemuda itu melalui satu contoh kasus sederhana saja. Masih banyak sekali bukti keadilan Allah yang berlimpah ruah yang bisa kita temukan di dalam kehidupan ini ! [*CV]
Note : Tulisan ini diintisarikan berdasarkan kisah/cerita yang pernah Penulis baca/dengar, melalui narasi dan eksposisi versi Penulis.
*Sumber gambar ada di sini.
------------------------------------------------
Wallahu'alam bil-shawab
Salam Mencari Kebenaran bukan Pembenaran,
[CV]