Tentang seorang muda yang berkutat dengan buku dan segunung impian
Dekat baginya ilmu, buku, dan setumpuk tulisan waktu silam
Jauh darinya perasaan, emosi, dan putih abu-abu batu pualam
Mudah saja Ia berteman, ringan saja dalam pergaulan
Tapi bulat Ia pantrikan, "Masa mudaku demi kejayaan,
bukan ego pemuda tanggung dalam kolam perasaan."
Tapi semua buyar karena satu kehadiran.
Sang Pemuda terlepas ucapan
Idealisme terbang melayang
Semua karena sekilas saja tatapan
Tatap gadis manis semampai yang kian terbayang
Ia terpaksa mengaku kalah pada kenyataan.
Tampak bodoh memang, degup jantungnya mengetuk tanpa haluan.
Bahwa beginilah tertunduk malu hanya karena senyuman.
Bahwa beginilah menunggu esok karena sebuah lambaian.
"Waktunya makan!" ucap lembut seorang Ibu membuyarkan penceritaan.
Nah Nak, suara sederhana seperti itulah yang menjadi alasan.
Maka ingatlah bahwa Tuhan tak salah memberi perasaan.
Baik, kita sudahi kisah ini dan pergi ke ruang makan.