Sebagian orang hanya skeptis saja menilai penampilan-nya kemarin ketika dia, akhirnya menjadi pemenang megaduel fight of the century, Floyd Mayweather Jr dari Amerika Serikat dan Manny Pacquiao dari Filipina.
Harusnya tak ada yang menyangsikan, bahwa sesungguhnya Mayweather adalah petinju hebat, brilian dan tentu saja cerdas. Bagaimana mungkin dia tidak hebat jika punya rekor 48 kali tak terkalahakan di dunia tinju sedemikan kerasnya.
Sejak naik ring setelah meraih merebut emas Olimpiade Atlanta 1996, dialah defensive boxer sejati. Ini juga tipe Oscar De La Hoya, petinju legendaris ganteng kesayangan AS, namun Mayweather menyempurnakan dengan lebih apik. Semua prasyarat menjadi petinju besar dipunyai oleh olahragawan terkaya sejagat raya ini.
Bagaimana cara yang ditampilkan Mayweather kemarin siang waktu Indonesia, menunjukkan bahwa dia lebih paham dunia tinju dari seorang Packman-julukan Pacquiao. Selain menggunakan otot-nya yang tegap kekar, terbukti the Money juga lebih cerdas mengontrol otak dan mengendalikan emosi. Packman memang juga hebat tapi tak bisa efektif dan bertarung kalah cerdas.
Mayweather sadar betul bahwa jangkauan-nya lebih panjang 14 sentimeter. Dengan keunggulan ini membuatnya terus stabil menjaga jarak bertahan, menghindar dan mengelak dari gelombang serangan Paqciao dari semua area ring.
Meski tampil habis-habisan, menggempur bak petarung sejati, dan sekilas dari pengamatan awam, Packman lebih pantas menang karena lebih agresif dan banyak melepaskan pukulan ke wajah Mayweather, Packman nyatanya kalah angka mutlak selama 12 ronde. Dari ketiga juri, tak ada satu pun yang memenangkan Packman.
Kunci pertahanan money adalah gerak badan kekar dan bahu kokoh yang ditopang sepasang kaki yang liat, sehingga membuat serangan Pacquiao lebih sering hanya menemukan angin, paling maksimal menghantam blok, terutama tangan kiri Mayweather. Saat Packman merangsek menyerang dengan agresif, seketika pula Mayweather merespon dengan pukulan cepat dan akurat, terutama jab dan straigh-pukulan andalan gaya boxer. Jab dan straight tersebut, meski tidak telak dan keras, selalu mendarat dan mendapat angka dari tiga juri.
Bawang Merah dan Bawang Putih
Di mata penonton, laga ini mungkin berjalan membosankan, tapi barangkali ini skenario sempurna yang sukses bagi Mayweather.
Kemenangan Mayweather juga penegasan bahwa dunia dunia tinju bayaran tak mengenal yang namanya sifat baik dan sifat buruk, perilaku alim atau perilaku liar. Persaingan di ring tinju hanya menghamba pada kumpulan dollar, bukan moral sang petinju.
Sejak resmi diumumkan, pertemuan keduanya kerap disebut sebagai pertarungan dua petinju berkepribadian kontras. Packman selalu dipersepsikan orang baik. Petinju dari kampung keluarga miskin di Filipina. Setelah sukses besar dan menjadi salah satu petinju terkaya, Packman tak lupa dan tetap rendah hati, dia banyak melakukan kegiatan amal, membangun rumah sakit dan sekolah, dan mendonasikan bayaran ke kaum papa. Jutaan rakyat Filipina dari semua lapisan menganggapnya sebagai National Fist, figure inspirasi, pahlawan kaum papa.
Sedangkan Floyd Mayweather melekat sebagai pribadi tidak baik, yang angkuh, suka sombong, gaya pongah. Manusia dengan kehidupan paling serba mewah, si raja duit gemar pamer kekayaan, itulah mengapa julukan the money. Dia mengklaim lebih hebat daripada Muhammad Ali. Â
Beberapa media menambah tensi pertarungan dengan memberi titel Pertarungan antara si baik dan si buruk. Pertarungan antara raja duit kontra si alim yang saleh. Bawang Merah versus Bawang Putih. Namun sekali lagi, seperti penggalan lirik lagu grup band Jamrud, ‘Ini bukan kisah sinetron yang sabar (baik ) selalu menang di akhir episode’.
Packman mungkin kini paham apa yang dikatakan pelatihnya, Freddie Roach, bahwa Tuhan tidak peduli siapa yang akan menang dalam duelnya melawan Mayweather, karena Tuhan punya urusan jauh lebih besar.
Salam.