Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Artikel Utama

Wuahh, Ada Taksi dengan Honda Mobilio di Yogya!

9 April 2015   15:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:20 1417 3
Beberapa hari lalu istri tiba-tiba ngomong ke anak saya yang besar," Wah untung kita tidak jadi ambil Honda Mobilio nak, sekarang jadi taksi!". Saya yang mendengar jadi teringat perbincangan di Group WA teman-teman kuliah dulu, ketika salah satu teman yang bekerja di Dishub Kota Yogya mengatakan adanya pengajuan ijin taksi dengan Honda Mobilio. Saat itu perbincangan tidak terlalu fokus jadi tidak jelas apakah itu ijin untuk pergantian armada atau armada baru. Sempat terdengar juga akan ada taksi premium dengan armada Alphard, yang tentu berbeda kelas dan tarif dengan taksi biasa.

Dan kemarin sore, saya menemukan taksi itu lewat di dekat Stadion Kridosono, berwarna putih, mulus, sangat elegan dan berkelas. Tadi pagi ketika mengantar anak ke sekolah juga menemukan taksi itu terparkir dan sepertinya baru dipersiapkan sopirnya untuk mulai beroperasi. Sayang, saya tidak sempat memotret, apalagi berbincang dan mencoba naik taksi baru itu (iseng amat, emang boleh mencoba aja gak bayar :)).  Kapan-kapan kalau sudah pernah mencoba mungkin saya akan tulis lagi bagaimana rasanya naik taksi baru itu.

Keberadaan taksi dengan armada yang semakin bagus ini tentunya memanjakan penumpang. Di tengah kelesuan bisnis taksi di Yogya, yang menurut beberapa kalangan sudah jenuh, maka langkah perusahaan itu untuk mengganti armadanya dengan mobil model keluaran terbaru layak diacungi jempol. Meski saya yakin, akan banyak pengguna mobil pribadi yang dongkol setengah mati, karena mobil kebanggaannya tiba-tiba turun kelas menjadi 'sekelas taksi'. Padahal apa yang salah dengan menjadi taksi, bukankah itu menunjukkan bahwa mobil tersebut nyaman dan efisien alias irit bahan bakar? Saya termasuk yang tidak habis pikir mengapa orang malu ketika mobilnya menjadi armada taksi. Selama mobil itu baik-baik saja, gak ada masalah kan?

Di sisi lain lagi, ada cerita mengenai persaingan antar operator taksi, bahkan antar sopir taksi pada operator yang sama. Kejenuhan pasar yang saat ini menurut cerita seorang sopir taksi sudah diisi oleh 1000 ijin taksi, itupun tidak semua dapat beroperasi tiap hari karena terbatasnya penumpang, menjadikan keberlanjutan bisnis ini tampaknya cukup suram. Apalagi ditambah dengan banyaknya taksi gelap dan ojek motor yang sekarang sudah beroperasi secara lebih canggih (Kompasioner Hendra Budiman sepertinya pernah menuliskan hal ini). Untuk tidak menambah tingkat persaingan ini, pihak Dishubkominfo tidak lagi mengeluarkan ijin baru. Taksi-taksi yang ada adalah ijin lama, dengan perbaikan armada baru. Bahkan, taksi Blue Bird yang meraja di berbagai kota juga tidak mendapat ijin untuk beroperasi di Yogya.

Memang, Yogya sebenarnya kota kecil dengan pangsa pasar yang terbatas. Penumpang yang cukup besar mungkin hanya akan datang pada musim-musim tertentu seperti liburan sekolah dan lebaran. Di luar itu, orang sepertinya cukup nyaman dengan berbagai moda yang cukup murah, seperti bus kota (TransJogja maupun yang reguler), becak dan juga andong. Namun sepertinya lebih banyak yang memilih naik kendaraan pribadi dengan sepeda, motor maupun mobil pribadi. Tak heran tambah lama Kota Yogya bertambah macet saja.

Ya, persoalan perkotaan memang rumit dan tidak dapat diselesaikan oleh satu pihak saja. Perlu koordinasi antar stakeholder yang terkait, karena transportasi dan kemacetan yang mengikutinya adalah hasil dari berbagai kebijakan tata ruang maupun perdagangan yang berdampak pada pola-pola perjalanan masyarakatnya. Semoga pemerintah dan masyarakat dapat menyadari dan mulai mengurainya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun