Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Ngobrol Sejenak dengan “Calon Menantu”

14 Oktober 2014   00:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:10 116 6
Weekend kemarin putri saya pulang ke rumah dengan membawa pacarnya. Sebetulnya bukan sekali ini saja ia membawa pulang “laki-laki lain itu” untuk menginap. Ia sudah melakukannya beberapa kali dengan seijin saya atau mamanya.

Setahu saya si Putri baru pertama ini pacaran “secara resmi” (entah yang saya tidak tahu). Waktu ia masih SMA saya memang agak ketat padanya dengan melarangnya pacaran. Dengan sejarah beberapa kali pemberontakannya jujur saya tidak terlalu yakin ia bisa menjaga diri. Untungnya ia menurut. Baru setelah ia kuliah di luar kota, saya “tidak bisa berbuat apa-apa lagi”. Tapi kelihatannya ia sudah bisa berpikir lebih dewasa dengan tidak lepas kendali pacaran “dengan sembarang orang”.

Ternyata orangnya tidak jauh-jauh, hanya berasal dari sebelah tempat kostnya saja. Mamanya sempat kaget ketika Putri membawa pulang pacarnya ini untuk pertama kali. “Kok mirip Papa?” bisiknya. Saya lihat-lihat sih sebenarnya cuma perawakan kami saja yang mirip. Soal wajah jelas-jelas gantengan saya (sedikit, kata Putri, banyakan pacarnya.. *sedih..). Anaknya sopan dan kelihatan well educated. Belakangan saya tahu bahwa hal itu bukan hanya sekedar “kelihatannya” tapi memang benar seperti itu. Setelah lebih mengenalnya lagi saya jadi bisa melihat banyak hal lain yang plus dari pemuda ini.

Ia kelihatan sekali bisa “ngemong” putri saya. Mungkin sudah biasa melakukannya karena ia anak sulung (adiknya 1, perempuan, sahabat putri saya). Meskipun tinggal sebelahan tapi tidak jadi lantas “runtang-runtung” kemana-mana selalu berdua. Mereka tetap punya kehidupan sendiri-sendiri dan malah bisa dibilang tidak tiap hari ketemu. Pada dasarnya meskipun anak tunggal putri saya cukup mandiri. Jadi kemana-mana biasa sendiri, tidak tergantung pada orang lain.

Malam Minggunya Putri mengungsi ke kamar kami karena kamarnya dipakai pacarnya, sedangkan kamar di bawah dipakai abang saya yang juga datang menginap. Kasur selebar 2 meter mendadak jadi sempit. Tengah malam saya terbangun karena haus dan kepanasan (pantas, karena biarpun AC sudah disetel dingin tapi rupanya anak-istri saya “berbaik hati” dengan mengumpulkan semua selimut di atas tubuh saya). Dan saya menemukan pemuda itu masih memelototi autocad di laptopnya dengan serius sampai “njumbul” karena kaget ketika saya sapa. Pintu kamar masih dibukanya lebar-lebar. Rupanya ia masih sibuk dengan pekerjaannya. Setahu saya memang sudah beberapa waktu lamanya ia aktif magang ikut omnya sambil mengerjakan TA.

Ia mau ketika saya tawari untuk ikut saya ngobrol sejenak di bawah. Mungkin rikuh atau takut saya usir kalau tidak mau mengikuti kemauan saya *meringis setan. Jadilah kami mojok di dapur sambil menikmati air putih dingin. Di situ saya mencoba untuk mulai mengenalnya lebih dalam lagi. Sebetulnya juga saya tak punya target apa-apa karena saya merasa bahwa ia dan putri saya usianya masih terlalu muda untuk mengarah ke “jurusan” yang lebih serius. Ia masih mau sekolah lagi setelah tamat S1 (sekarang tinggal tunggu wisuda), masih mau bekerja serius sesuai dengan jurusan yang ia ambil (sudah dirintis dengan rajin magang ikut omnya).

Pola pikirnya saya lihat jauh melampaui usianya yang baru beberapa hari lalu genap 22 tahun. Sama sekali bukan type anak manja meskipun dibesarkan dalam keluarga sangat berkecukupan. Ketika saya tanyakan tentang perasaannya terhadap putri saya dengan jujur ia menjawab bahwa ia belum berani berjanji banyak. Tapi ia juga tidak pernah punya maksud mempermainkan putri saya karena ia sendiri punya adik perempuan. Saya memaklumi itu, sangat-sangat memaklumi. Putri saya sendiri tampaknya juga masih “menahan diri” untuk menjalin hubungan yang lebih serius lagi dengan pemuda ini. Ia juga sempat meminta maaf karena pernah merasa cemburu pada saya. “Tapi saya sudah dapat hukumannya kok Om.” Haha.. saya tahu putri saya marah sekali dan sempat menyatakan bubaran dengannya sebentar ketika ada kasus itu.

Saya belum berpengalaman banyak untuk jadi seorang ayah. Baru jalan 11 tahun. Jadi saya tidak tahu apakah perasaan tenang saya ketika putri saya pacaran dengan pemuda ini tepat ataukah tidak. Jelasnya, saya memang tidak lagi melarang putri saya untuk pacaran. Apalagi kenyataannya dia sekarang punya pacar yang “sesuai harapan orangtua”.

Dalam hati saya sangat bersyukur karena masih bisa “menemukan” pemuda yang mungkin nanti bisa “saya titipi” putri saya. Saya sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Kehidupan putri saya bisa saja masih akan berubah jalurnya. Jelasnya, ternyata masih ada (mungkin banyak juga di luar sana) pemuda baik-baik yang tahu meletakkan diri, kehidupan dan mimpinya. Jujur saya senang sekali bisa mengenal salah satunya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun