Ketiga arti tersebut dapat mempunyai dampak yang mirip yakni panik. Tak heran, panik menjadi identik dengan gawat atau sebaliknya gawat itu panik.
Di Bali, ada kebiasaan orang-orang tertentu pada namanya disematkan kata "gawat" ini jika orang tersebut mudah panik, mudah menganggap satu keadaan sebagai situasi panik juga orang-orang yang secara langsung atau tidak terbiasa bersikap dalam definisi-definisi kata diatas.
Jadi misalnya nama kamu Agung atau Johny, karena mudah panik bisa saja panggilanmu berubah menjadi "Gung Gawat" atau "John Gawat". Tentu saja, panggilan-panggilan itu biasanya hanya disematkan pada mereka yang sudah "sangat-sangat gawat". Pun yang menyematkan biasanya bukan orang jauh jauh melainkan orang-orang yang ada disekeliling si gawat itu. Teman sepermainan atau teman se-kampus tapi tidak mungkin teman se-bali, karena jumlahnya terlalu banyak.
Belakangan, terutama menjelang pemilihan umum baik itu legislatif maupun presiden, banyak orang terlihat panik. Sebelumnya, kepanikan mereka itu banyak dipicu wacana-wacana yang tak pasti. Setelah Jokowi resmi di-capres-kan oleh Megawati, kepanikan mereka bertambah-tambah. Bedanya, kini oleh wacana yang pasti.
Menyambung pada paragraf tiga dan empat diatas, boleh kah nama-nama mereka yang panik itu disematkan kata "gawat" dibelakangnya? Boleh-boleh saja kalau mau. Setidaknya kalau mau mentertawakan mereka atau sekadar mengolok-olok ringan saja. Jangan terlalu serius. Jangan gawat!