Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Surat (Bukan) untuk Presiden

16 Mei 2011   01:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:37 64 0

Sebenarnya surat ini enggan kutujukan kepada bapak Tuan Presiden. Alasannya sederhana saja dan sama sekali tidak berhubungan dengan urusan preferensi politik atau ideologi tertentu. Pertama, karena bapak Tuan Presiden pasti sedang banyak kerjaan mengurusi ini itu yang tak kunjung selesai dan akhirnya membuat geram banyak pihak. Dan akhirnya Tuan harus mengklarifikasi ini itu juga. Kedua, setauku sudah banyak permintaan berupa tuntutan bahkan desakan yang dilayangkan ke anda khususnya oleh mereka yang berada di kelas “ekonomi” yang lebih memilih udara bebas di atas rel kereta meski akhirnya harus terkena semprotan zat pewarna ketika melintasi satu stasiun, ayah ibu yang menenteng foto anaknya dan memilih berpanas-panas dengan nyali berlapis di setiap kamis di depan istanamu, mereka yang masih berusia belasan akhir dan berani “menggadaikan” sesuatu yang paling berharga dari diri mereka dengan modal secuil militansi dan memilih berhadap-hadapan “muka dengan muka” dengan para aparat Tuan sambil menenteng poster untuk mimpi dunia yang lebih baik dan kemudian balik ke kosan dengan perut keroncongan dan berakhir dengan tumpukan utang di warung sebelah, mereka yang saban 1 Mei tidak bosan-bosan menjambangimu lewat teriakan-teriakan parau, mereka yang kalap dan dengan tangan mengepal berusaha mempertahankan sejengkal “kebanggan” yang ditinggalkan leluhurnya yang hendak direbut oleh para serakah yang “rapi” dan bertato dolar di jidatnya, atau mereka yang akhirnya memilih “menikmati” tontonan-tontonan sampah di prime time sambil sesekali berkhayal jadi gedongan meski air mulai menggenangi rumah…dan mereka-mereka yang setiap hari mesti cenat-cenut untuk seabreg masalah yang menumpuk laksana container di pelabuhan yang menunggu diangkut oleh sang empunya, dan tentunya diriku yang juga berada diantara mereka yang tiap pertengahan bulan harus mulai mengaktifkan kalkulator imajiner di kepala dan mulai mensiasati agar gaji secuil yg kuterima tiap tanggal 25 bisa tetap bertahan sampai 25 berikutnya tanpa mengurangi intensitasku membeli buku sepuluh ribuan di shoping, makan nasi telur 3 ribuan di warung mas bro, membuat senyum Pak Slamet si pemilik kos ketika menyerahkan selembar uang 100 ribu ditambah selembar 50 ribuan ditambah selembar 20 ribuan dan selembar 5 ribuan , dan tentunya tetap menikmati gorengan dan susu jahe di angkringan depan UGM yang paling enak sedunia….hahahaha….

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun