Mohon tunggu...
KOMENTAR
Financial Pilihan

Fatwa MUI dan Perubahan Pola Konsumsi Muslim Indonesia

19 Februari 2024   07:27 Diperbarui: 19 Februari 2024   07:27 152 4

Aksi Boikot atau Boycott terhadap suatu brand telah menjadi fenomena global yang semakin sering terjadi, baik secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada penjualan produk. Dalam beberapa kasus, gerakan boikot ini dikomandoi oleh kelompok atau individu yang merasa tidak puas terhadap praktek atau kebijakan yang dijalankan oleh brand tersebut.

Atau dengan kata lain, boikot merupakan suatu bentuk protes dari konsumen atas suatu brand terhadap  masalah tertentu. Konsumen memutuskan untuk tidak membeli atau memakai produk atau jasa brand yang bersangkutan sebagai tanda peringatan atas perilaku yang dianggap tidak bermoral/etis atau dapat juga berkaitan dengan masalah politik, agama, sosial, kemanusiaan ataupun lingkungan.

Aktifitas pemboikotan masyarakat konsumen terhadap suatu brand tentu sangat menakutkan bagi produsen. Karena memiliki berbagai dampak seperti :  penurunan penjualan, kerugian reputasi, tekanan media dan public serta potensi pemutusan kontrak bisnis.

Di era digital seperti sekarang ini masyarakat dapat dengan mudah dan cepat memperoleh informasi dan cepat pula menyebarkan informasi itu secara estafet kepada koneksinya, sehingga rantai penyebaran informasi tidak terbendung lagi.

Di Indonesia sendiri tercatat terdapat beberapa kasus boikot yang cukup menyita berita berita di media. antara lain

- Aksi boikot konsumen di beberapa negara Eropa dan AS, terhadap sepatu Nike yang sempat  dijuluki sebagai "sweatshop brand" atau merek "penuh" keringat (buruh),  karena didakwa melanggar norma kesetaraan dan etika kerja dengan memberikan upah buruh yang rendah di beberapa negara Asia, termasuk di Indonesia dan Amerika Latin.

- Aksi boikot produk atas isu produk yang mengandung babi, yang bagi muslim dianggap haram dan najis. Beberapa produk dari brand  ternama di Indonesia pernah terkena isu mengandung babi antara lain :  sabun, susu bubuk, penyedap rasa hingga mie instan.

- Aksi boikot produk yang terafiliasi dengan Israel. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas dan dukungan kepada Palestina yang ditindas oleh israel. Aksi boikot ini semakin mencuat dengan keluarnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia, fatwa nomor 83 Tahun 2023 yang dikeluarkan pada 8 November 2023 lalu. Dalam fatwa ini, MUI menghimbau masyarakat, khususnya umat Islam untuk menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme.

Apakah Fatwa MUI ini memiliki dampak bagi penjualan produk konco konco politik israel? Sebuah lembaga pemantau halal yang bernama Indonesia Halal Watch (IHW) melakukan suatu riset Pengetahuan, Sikap dan Efektivitas Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 83 Tahun 2023 Tentang Boikot Produk Terafiliasi Israel Terhadap Masyarakat Indonesia.  Riset dilakukan di Jabodetabek, Bandung dan Surabaya dengan melibatkan 700 responden.

Ada beberapa point menarik dari hasil riset tersebut yang harus dicermati oleh produsen dari produk lokal dan UKM Indonesia. Point point tersebut antara lain :

1. Dukungan muslim dan non muslim terhadap Fatwa MUI Data menunjukkan bahwa responden yang terdiri dari 92% warga muslim dan 8% warga non muslim mengatakan sebanyak 66,1 % mendukung penuh Fatwa MUI , sementara 20,6 % sangat mendukung fatwa MUI (SS). Hanya 12,0 % yang tidak mendukung (TS), dan 1,3 % yang tidak mendukung sama sekali (TSS).

2. Reaksi muslim dan non muslim terhadap Fatwa MUI. Data menunjukkan bahwa responden yang terdiri dari 92% warga muslim dan 8% warga non muslim mengaku sebanyak 58,0% telah mengubah kebiasaan belanja mereka karena Fatwa MUI Nomor 83 tahun 2023 (TS), sementara 5,6% mengatakan bahwa mereka mengubah kebiasaan belanja mereka secara sangat signifikan (TSS). Hanya 3,9% yang mengatakan tidak signifikan (S), dan 5,6% tidak sama sekali signifikan (SS).

3. Pertimbangan Fatwa dalam Pembelian. Data menunjukkan bahwa responden yang terdiri dari 92% warga muslim dan 8% warga non muslim mengatakan sebanyak 58,6% responden selalu mempertimbangkan Fatwa MUI dalam setiap pembelian mereka (SS), sementara 29,4% kadang-kadang mempertimbangkannya (S), hanya 1,4% yang tidak pernah mempertimbangkan (TSS), dan 10,6% jarang mempertimbangkan (TS).

4. Selektifitas Muslim dan Non Muslim dalam Memilih Produk. Data menunjukkan bahwa responden yang terdiri dari 92% warga muslim dan 8% warga non muslim mengatakan sebanyak 59,4% menjadi lebih selektif dalam memilih produk setelah Fatwa (S), 23,3% sedikit lebih selektif (TS), dan hanya 1,1% tidak menjadi lebih selektif sama sekali (TSS). Ini menunjukkan bahwa mayoritas responden terpengaruh oleh Fatwa dalam hal selektivitas produk.

5. Prioritas Produk yang Tidak Terafiliasi dengan Israel. Data menunjukkan 62,3% responden memprioritaskan produk yang tidak terafiliasi dengan Israel saat memilih produk (S), 22,1% kadang-kadang memprioritaskan (TS), dan hanya 0,9% yang tidak pernah memprioritaskan (TSS).

6. Pilihan Produk Lokal atau Alternatif Lain. Data menunjukkan bahwa 70,9% responden lebih memilih produk lokal atau alternatif lain daripada produk yang terafiliasi dengan israel (S), 11,9% kadangkadang memilih produk lokal (TS), dan 0,9% tidak pernah memilih produk local (TSS).

7. Adanya kesiapan mengganti produk terafiliasi israel dengan produk lokal atau produk nasional. Hasil olah data menyatakan bahwa 62,3% responden menyatakan bahwa mereka telah dan siap mengganti produk terafiliasi Israel dengan produk lain (S), 21,7% mungkin akan mengganti (TS), dan 1,1% tidak akan mengganti (TSS).

8. Responden memiliki  Keyakinan terhadap Ketersediaan Produk Alternatif. Hal ini terlihat dari 72,3% responden yakin ada banyak produk alternatif yang bisa dipilih untuk mengganti produk yang terafiliasi Israel (S), 10,1% sedikit yakin (TS), dan 0,1% sama sekali tidak yakin (TSS).

9. Kebiasaan Belanja juga mengalami perubahan. Data riset menunjukkan bahwa 59,6% responden mengubah kebiasaan belanja mereka karena Fatwa MUI Nomor 83 tahun 2023, sedangkan 30,6% mengatakan mereka tidak mengubah kebiasaan belanja mereka secara signifikan (TS), 4,1% sangat signifikan (SS), dan 5,7% tidak sama sekali signifikan (TSS).

10. Semakin munculnya preferensi terhadap produk perusahaan nasional. Data menunjukkan bahwa 72,0% responden lebih cenderung memilih produk perusahaan nasional dibandingkan produk asing yang terafiliasi dengan israel (S), 12,4% kadang-kadang memilih produk nasional (TS), dan 1,1% tidak pernah memilih produk.

Hasil riset yang direlease oleh Indonesia Halal Watch pada 23 Januari 2024 ini menunjukkan bahwa Fatwa MUI tersebut efektif dan hal ini terbukti dengan maraknya berita berita di media tentang "turunnya penjualan sejumlah brand yang induknya berada di Eropa maupun AS". 

Fatwa MUI ini sejatinya juga membuka peluang yang sangat besar bagi brand lokal Indonesia yang diproduksi oleh perusahaan lokal Indonesia maupun UKM Indonesia untuk mengambil market share dari berbagai produk atau brand yang diproduksi oleh konco konco politik israel itu. 

Moment ini dapat dimanfaatkan oleh brand local dan UKM Indonesia untuk meluncurkan berbagai produk dari berbagai kategori yang dibutuhkan konsumen muslim untuk menggantikan produk produk yang terafiliasi.

Jika tidak bisa membantu perjuangan Bangsa Palestina dengan perjuangan bersenjata dan dana, setidaknya kita dapat membantu perjuangan mereka dengan cara boikot terhadap produk produk dari negara negara yang mendukung penjajahan israel dan mulai membeli produk produk yang diproduksi oleh pengusaha lokal dan UKM Indonesia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun