Pertama, sekolah harus memberikan wadah khusus untuk pendidikan yang mengajarkan tentang lingkungan hidup agar siswa dapat lebih fokus untuk mendalami pelajaran tersebut. Bisa dengan menambahkan satu mata pelajaran baru, yaitu Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Dalam pelajaran PLH dapat memberikan pendidikan tentang isu-isu alam terkini seperti global warming dan yang paling penting bisa membuat siswa sadar akan pentingnya menjaga alam yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan tentang biopori dan sumur resapan tentunya harus menjadi salah satu fokus utama dalam pelajaran PLH karena di Indonesia sering sekali terjadi kelangkaan air dan banjir.
Kedua, guru memberikan materi lengkap tentang apa itu biopori dan cara kerjanya. Guru dapat menjelaskan secara visual, mencatat dipapan tulis dan memberikan buku yang membahas tentang biopori. Namun, pemberian materi dengan cara seperti itu terlihat kurang menarik bagi siswa. Maka dari itu, sebaiknya guru dapat membuat penyampaian materi semenarik mungkin bagi siswa. Salah satu caranya adalah menyampaikan materi dengan teknologi modern seperti menggunakan proyektor yang menampilkan pengetahuan tentang biopori dan cara kerja biopori dengan video.
Ketiga, guru harus menjelaskan apa manfaat dari lubang biopori dan sumur resapan bagi manusia dan tentunya diri sendiri. Dengan memberikan informasi tentang manfaat lubang biopori dan sumur resapan tentunya akan membuat siswa tertarik untuk membuatnya apalagi jika siswa tersebut tinggal diwilayah yang sering mengalami banjir maupun kelangkaan air.
Ketiga, setelah guru memberikan pelajaran tentang biopori dan sumur resapan tentunya akan terasa kurang bermanfaat jika tidak mempraktikannya secara langsung. Misalnya untuk praktik pembuatan lubang biopori tentunya dibutuhkan peralatan pendukung seperti bor pembuat lubang silindris ditanah. Sekolah harus sudah mempunyai peralatan pembuatnya. Sekolah bisa membelinya atau mendapatkannya dari pemkab atau pemkot setempat jika tersedia. Seperti yang dikatakan Bu Sri, guru PLH di SMAN 2 Tangerang bahwa “peralatan untuk membuat lubang biopori seperti bor didapatkan dari Dinas Kebersihan Kota Tangerang sebanyak satu buah dan hasil beli sebanyak dua buah”. Berdasarkan pengamatan saya di SMAN 2 Tangerang pada saat melakukan praktik pembuatan biopori terlihat bahwa siswa bersemangat sekali terutama saat melubangi tanah secara bergantian. Dalam 2 jam pelajaran yang digunakan untuk praktik pembuatan biopori sekiranya terdapat 5 biopori yang terbuat. Sehingga dapat disimpulkan di SMAN 2 Tangerang satu kelas membuat lima biopori dalam setahun dikali total kelas X sebanyak sembilan kelas berarti dalam setahun kurang lebih ada 45 biopori yang dibuat siswa SMAN 2 Tangerang.
Terakhir, sudah mengetahui apa itu biopori, manfaatnya dan juga bisa membuatnya guru harus mengimbau siswa agar membuat lubang biopori dilingkungan masing-masing terutama dimulai dari rumah sendiri. Mungkin dalam hal ini guru harus sedikit memaksa karena jika tidak, dapat dipastikan sedikit siswa yang akan mempraktikannya dirumah masing-masing. Guru dapat sedikit memaksa dengan caranya masing-masing, seperti meminta dokumentasi berupa foto hasil membuat biopori dirumah masing-masing siswa.
Jika siswa mempraktikannya dilingkungan masing-masing maka keluarga dan yang lebih luasnya penduduk yang tinggal disekitarnya akan mengetahui juga tentang biopori. Sehingga dari satu siswa bisa menjadi penyelamat lingkungan dan sumber sosialisasi tentang biopori. Sehingga tujuan pengenalan biopori yang pada awalnya hanya untuk siswa dapat menyebar lebih luas ke masyarakat yang bukan siswa. Apabila masyarakat sudah mengetahui tentang biopori dan membuatnya dirumah masing-masing bukanlah hal yang tidak mungkin apabila suatu saat banjir dan kelangkaan air dapat teratasi.