Sang guru berkata "Oh maaf ya tangan kamu kotor banyak  bakterinya, jadi gak usah salim". Muridpun yang sudah menjulurkan tangannya langsung mengulurkan tangannya kembali. Alasan sang guru tidak mau disalimkan karena murid habis ulangan dan ia kira tangan murid kotor.
Para murid bingung, bukankah salim adalah bagian dari penghormatan kepada orang yang lebih tua. Apakah dengan penolakan salim itu menyatakan bahwa orang itu tidak mau dihormati? atau memang takut dengan bakteri yang ada ditangan murid?
Murid yang sudah mau menunjukan rasa hormatnya malah merasa dilecehkan. Rasa penghormatan itu dengan mudahnya ditolak hanya dengan alasan tangan kotor. Padahal jika dilihat dengan mata telanjang bahwa tangan murid itu bersih. Guru itupun menjadi bahan omongan para murid. Mayoritas murid menyatakan bahwa tidak suka dengan penolakan salim itu.
Para murid sebenarnya tidak rugi jika tidak berhasil salim dengan guru itu. Masalahnya pada penolakan yang menunjukan bahwa murid itu kotor atau tidak bersih sehingga membuat sang guru takut sakit. Mungkin murid akan maklum jika salimnya ditolak dengan alasan sang guru tidak mau karena bukan muhrim dan sang guru yang merasa tangannya kotor sehingga tidak mau menerima saliman dari murid.
Apa mau dikata? Sang guru memang tidak mau menerima salim karena takut sakit akibat tangan murid yang kotor. Kotor akibat memegang alat tulis untuk mengais ilmu. Muridpun akhirnya harus terbiasa dan sadar. Sadar bahwa salim mempunyai sisi positif dan negatif. Sisi positifnya sebagai tanda penghormatan dan sisi negatifnya dapat menularkan penyakit dan memindahkan bakteri atau virus dari tangan ketangan.
Sekarang tinggal pilih mau mengambil sisi postifnya dengan tetap salim atau mengambil sisi negatifnya sehingga meninggalkan budaya salim. Antara kedua pilihan tersebut masing-masing mempunyai sisi positif dan negatif. Antara kedua pilihan itu juga adalah hak masing-masing setiap manusia.