Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Andante: Jovita, oh Jovita

11 Desember 2009   02:46 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:59 324 0

-Jovita, oh Jovita-

Sekolah. Jam 7 lonceng tanda masuk berbunyi. Berisik sekali teman-temanku ini menyeruduk masuk kelas. Dan datanglah seorang guru cantik bersama seorang murid baru kurasa. Belum pernah melihat gadis itu sebelumnya. Tampak lugu dan malu. Tertunduk. Tak begitu jelas mukanya. Tapi, kurasa lagi, ia cukup cantik, apalagi rambut sebahunya yang terlihat lebat dan halus. Segera saja, ia memperkenalkan dirinya. Ia bernama Jovita. Lalu ia duduk di bangku kosong jauh di belakangku. Sang ketua kelas pun bersiap memimpin doa memulai pelajaran.

"Terima kasih Tuhan. Segala ilmu hanya dari-Mu. Terpujilah Tuhan telah menempatkanku dengan nyaman dikursi ini."

Ia ternyata sangat pemalu. Lihatlah, teman-temanku begitu baik hati ingin berkenalan dengannya, dan ia hanya diam. Tak banyak bicara. Senyum-senyum tak jelas. Sampai-sampai cecunguk di kelasku, mengatainya ‘amit-amit lo sombong'. Bersabarlah cecunguk, mungkin ia masih malu. Dan ia memang benar-benar sangat pemalu. Terus-menerus menundukkan wajahnya. Kuharap lehernya tak sampai pegal. Tiba-tiba saja dalam bayanganku ada kayu balok besar menghantam tengkuknya. Dan terpisahlah kepala dari badannya. Wah, candaanku sangat keji. Ampuni aku, Tuhan.

Sebagai anak yang diajarkan bersikap ramah terhadap sesama, aku juga ikut mengajaknya berkenalan. Dan baginya, tetap saja, kebekuan adalah balasan yang layak atas ajakan pertemanan dari kami. Tadinya ada beberapa yang bersikap baik pada Jovita, sekarang jadi mengata-ngatainya. Terang saja, mereka sebal karena ke-ramahtamah-an dibalas tak acuh. Dan aku, walaupun tampak sabar menghadapi sikap dingin Jovita, dalam hati juga mengumpat. Tapi, aku yakin, ia pasti punya alasan sendiri bersikap demikian. Jadi, aku menenangkan diriku bahwa kebekuannya akan mencair seiring waktu. Maklum saja, anak baru di habitat baru. Masih beradaptasi. Semoga saja ia lulus seleksi alam. Dan kenapa aku jadi membahas biologi?

"Terima kasih Tuhan. Begitu nikmatnya karunia-Mu. Terpujilah Tuhan telah memberiku makanan lezat ini."

Aku tetap tinggal di dalam kelas. Aku disediakan bekal oleh Ibu, jadi uang jajanku bisa kutabung. Sedangkan sahabat-sahabatku, Aira, Wina dan Cherry, seperti biasa menghabiskan waktu istirahat di kantin. Sambil melahap makanan, ku lihat si gadis pemalu nan lugu itu juga membawa bekal. Hanya ada beberapa anak yang tetap tinggal di kelas. Sebenarnya dia tampak tenang tanpa ada orang-orang yang menghampirinya. Ia juga tidak menunduk terus. Ya tentu saja. Apa lagi pas jam pelajaran, tentu ia mendongak memperhatikan guru. Jovita, oh Jovita.

"Bu, tadi di sekolah ada anak baru. Ia pemalu dan pendiam. Masa, teman-teman nyamperin dicuekin." Masalah si anak baru kuceritakan pada Ibuku setiba di rumah.

"Ohya? Siapa namanya?" tanya Ibu. "Jovita." Jawabku.

"Jovita???" Ibuku tampak cukup kaget. "Kamu tau, sayang, Ibu hampir memberi nama itu untukmu. Tapi, Ibu pikir lagi, Andante lebih bagus." Ibuku pun tersenyum. Lalu mengusap-ngusap rambut lurusku.

"Iya, aku juga lebih suka Andante." Tawaku pun pecah renyah. "Memangnya arti Jovita apa,Bu?"

"Jovita dari bahasa latin berarti periang."

"Nama yang bagus dan arti yang bagus. Kenapa Ibu nggak jadi ngasih nama Jovita?" selidikku.

"Hmm...kan sudah Ibu bilang. Andante lebih bagus."

Ibu sekarang beranjak dari sofa. Duduk di depan piano, Ibu mulai memainkan alunan ceria Mozart's Alleluia. Aku selalu ingat karya Mozart yang ini, karena tiap Natal, Ibu tak pernah absen memainkannya. Walaupun sebenarnya Mozart's Alleluia lebih pantas dimainkan untuk string orchestra, bukan piano solo.

"Menurutku, mungkin Jovita tak sesuai untukmu. Periang. Ibu sadar, tak selamanya hidup ini selalu ditaburi keceriaan, keriangan, ada lara yang pasti mencoba menghampirimu, nak. Well, that's life!" Ibu mengakhiri konsernya dengan kata-kata ajaib  yang membuatku cukup terperangah. Padahal aku sudah begitu nyaman duduk di sofa mendengar dentingan piano, tak peduli lagi dengan nama Jovita itu.

"Terima kasih Tuhan. Kasih sayang-Mu nyata  pada  Ibuku. Terpujilah Tuhan telah [gallery]melahirkanku dari rahim Ibu."

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun