“Juan, aku beliin es krim ya biar kamu enggak sedih lagi!” Juan menoleh lalu menatap jengah perempuan di sampingnya yang selalu menggunakan jepit ungu untuk menghiasi rambutnya.
“Apasih, Ra? Stop buang-buang uang, jajan buat diri lo sendiri saja. Gue enggak butuh” Mira merengut sambil memutar bola matanya, “Terserah!”.
Bel istirahat berbunyi. Ketika semua orang akan berbondong-bondong untuk berebut makanan di kantin, Juan lebih memilih untuk duduk di kursi sambil mendengarkan alunan musik lewat earphone kesayangannya. Namun seperti biasa,rutinitas Juan akan diganggu oleh Si Jepit Ungu.
“JUAN!” Mira, Perempuan itu datang dengan es krim di kedua tangannya.
“Yang rasa stroberi buat kamu, soalnya kata Ibu yang jual, kalo lagi sedih harus makan yang warnanya pink.” Mira memberikan es krim stroberi itu persis di depan wajah Juan.
Laki-laki itu terdiam sambil menatap es krim yang diberikan oleh Mira. Tatapannya kosong, entah apa yang ada di benaknya. Hingga suara Mira menyadarkan Juan dari lamunannya.
“Eh- Makasih, Ra.”
Dengan buru-buru ia mengambil es krim yang hampir meleleh itu dari tangan Mira dan memakannya. Mira menautkan alisnya, akhir-akhir ini Juan selalu menolak makanan yang ia belikan.
Jam terus berjalan hingga sekarang hampir jam pulang sekolah. Semua murid sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam tas. Mira menoleh dan mendapati Juan sedang tertidur.
“Juan, bangun!”
Mira menggoyangkan tubuh Juan namun tidak ada respon apapun. Mira menaruh telapak tangannya di dahi laki-laki itu. Panas sekali.
“IBU! JUAN SAKIT!”.
Mira kini berada di UKS, menemani Juan yang tertidur di hadapannya. “Ju, kamu sekangen itu ya sama bunda?” Mira menunduk mencoba menahan tangisnya. “Kamu kayak orang yang berbeda, Ju. Dulu kamu selalu aktif di sekolah, ceria, dan-” Mira menghela napas, “ Dan dulu kamu sayang sama aku.”
“Mira, bunda kira-kira lagi apa?” Juan tiba-tiba bersuara lirih.
“Loh, Kamu sudah bangun?” Mira terkejut.
Juan tak menjawab, ia beranjak duduk dari tidurnya lalu beralih menatap Mira, “Ra, es krim stroberi itu favorit bunda. Dan setelah makan es krim itu. G-gue ngerasa kalo enggak seharusnya gue sedih, sekarang bunda sudah enggak sakit lagi, dia bisa makan es krim sebanyak yang dia mau. Selama ini gue egois, cuman mikirin diri sendiri, bahkan gue mutusin lo secara sepihak. Maaf, Ra.”
Mira menatap Juan tak percaya. Sudah hampir satu tahun setelah kematian bunda Juan, dan selama satu tahun laki-laki itu selalu murung dan menjauhkan diri dari keramaian. Bahkan Juan memutuskan kontak dengan papanya yang sudah lama bercerai dengan sang bunda.
“Gapapa, Juan, aku ngerti kok. Di atas sana bunda pasti mau kamu enggak sedih lagi. Melepaskan itu memang sulit, Juan. Tapi bukan berarti kamu enggak bisa. Bunda sudah tenang disana, sekarang tugas kamu buat bikin bunda bangga.”
Juan menatap Mira dalam, ia menyesal tapi juga tak bisa menyalahkan perasaan sedih yang selalu membelenggu hatinya. “Iya, Ra. Maafin aku.” Mira mendekat dan mengusap rambut Juan perlahan.
“Kamu enggak ngelakuin kesalahan, Juan.” Mira tersenyum lembut menatap lekat manik hitam legam milik Juan.
“I really need you through all of this. Please take a chance with me, Mira.”
The End.