Secara etimologis, istilah multikulturalisme berasal dari kata "multi" yang berarti banyak, "kultural" yang merujuk pada budaya, dan "isme" yang menunjukkan pandangan hidup atau cara seseorang melihat sesuatu. Dengan demikian, multikulturalisme dapat diartikan sebagai perspektif terhadap keberagaman budaya. Bhiku Parekh juga menjelaskan bahwa multikulturalisme merupakan bentuk respons terhadap keberagaman tersebut. Respons ini seharusnya didasarkan pada nilai-nilai kesetaraan dan sikap positif, karena budaya individu atau masyarakat cenderung memiliki perbedaan. Oleh sebab itu, secara moral, tidak diperkenankan bagi siapapun untuk menganggap bahwa budayanya lebih unggul dibandingkan budaya lainnya.
Indonesia secara kultural adalah negara yang kaya akan keragaman budaya, bahasa, adat istiadat, dan kepercayaan. Keberagaman ini secara simbolis tercermin dalam lambang negara, Garuda Pancasila, yang mencengkeram pita bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika," yang bermakna meskipun berbeda, kita tetap bersatu sebagai sebuah bangsa. Keragaman ini sepatutnya dijaga dan dilestarikan agar dapat menjadi kekuatan positif dalam mendorong pembangunan peradaban bangsa dan negara menuju kemajuan.
Multikulturalisme sebagai cara pandang dalam mengelola keberagaman perlu ditanamkan pada masyarakat Indonesia yang heterogen. Tujuannya adalah agar kekayaan budaya Indonesia dapat dimanfaatkan sebagai aset untuk membangun bangsa dan negara, bukan malah menjadi pemicu perpecahan atau kemunduran. Salah satu aspek penting dalam menanamkan nilai-nilai multikulturalisme adalah melalui pendidikan. Pendidikan dipandang sebagai solusi yang efektif untuk melestarikan budaya yang ada di tengah masyarakat.