Menjadi mahasiswa adalah kesempatan. Sementara masuk ke dalam organisasi adalah pilihan. Besar harapan masyarakat digantungkan pada mahasiswa yang merupakan kaum muda yang bergelut dengan dunia intelektual. Mereka dianggap sebagai pedang untuk menebas segala ketidakadilan yang terjadi di negara. Semakin diasah di perguruan tinggi maka akan semakin tajamlah mereka. Akan tetapi, tidak cukup bagi mahasiswa untuk mengasah kemampuan intelektual dan rasa mereka dari perguruan tinggi saja. Ilmu dari perkuliahan dan indeks prestasi yang tinggi tidak akan sepenuhnya membantu bertahan hidup di masyarakat. Inilah tugas organisasi mahasiswa baik intern amaupun ekstern untuk mengasah intelektual dan rasa peduli sosial pada diri mahasiswa. Dari sinilah mahasiswa belajar menempa diri, belajar berkomunitas, berinteraksi dengan banyak pemikiran. Semangat untuk memasuki organisasi tidak terlalu menggebu saat agenda untuk menjatuhkan rezim Soeharto tahun 1998. Kini, tidak banyak mahasiswa yang tertarik untuk berorganisasi. Ketakutan terbesar mereka adalah pencucian otak dengan berbagai ideologi yang belum sepenuhnya dipahami. Sikap skeptis terhadap organisasi mahasiswa dijadikan perisai paling depan saat ada teman yang mengajak untuk berorganisasi. Tidak ingin berurusan dengan birokrasi, tidak ingin bermasalah dengan kampus bahkan dengan alasasan hanya ingin belajar. Bukannya di organisasi mahasiswa juga banyak pelajaran yang bisa di dapat? Organisasi mahasiswa yang sempat melakukan pergerakan saat reformasi bergulir kini tinggal kenangan. Namun, agenda-agenda mereka tak akan pernah mati. Dengan mengandalkan kematangan pemikiran dan persatuan dari seluruh mahasiswa, organisasi mahasiswa tinggal menunggu waktu. Kunci utama agar setiap agenda ini berjalan adalah momentum. Organisasi mahasiswa masa kini bagaikan bom waktu yang siap meledak jika ada agenda publik yang menyentuhnya.
KEMBALI KE ARTIKEL