Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Motor, Dewa Penyelamat yang Jadi Biang Kerok

1 Juni 2011   13:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:58 199 0

[caption id="attachment_111527" align="alignright" width="300" caption="Motor kerap kali menjadi solusi efektif untuk membelah kemacetan, namun juga sering dipersalahkan sebagai biang kerok, karena sering pula melanggar rambu yang berlaku(foto: T.H. Prabowo)"][/caption]

Dari hampir 12 juta jumlah kendaraan pribadi yangdiperkirakan berada di Jakarta pada tahun ini, hampir 9 juta diantaranya adalah sepeda motor. Alat transportasi ini disadari atau tidak, adalah dewa penyelamat bagipenggunanya. Ia dapat menembus kemacetan dan mencapai tujuan tepat sasaran. Namun seiring dengan jumlahnya yang tak terkendali, juga sikap berkendara penggunanya yang kurang disiplin, motor acap kali dianggap sebagai biang kerok kemacetan. Bahkan oleh pemerintah DKI sendiri.

Motor adalah salah satu yang dipersalahkan dengan kondisi macet hari ini.Gubernur DKI Jakarta Fauzi bowo acap kali melontarkan kekesalan terhadap pengguna kendaraan roda dua ini. Tidak sekali gubernur yang terkenal dengan slogan “Serahkan Pada Ahlinya” mengeluhkan jumlah motor yang tidak terkendali ini. Dalam pertemuan antara tim komisi VII dengan pemprov DKI pria yang biasa di panggil Foke ini beralasan, motor memberikan kontribusi polusi sebesar 70 persen. Solusinya, menurut Foke waktu itu, adalah pembatasan jumlah kendaraan roda dua.

Solusi ini mengundangberbagai reaksi dari masyarakat. Fanny , salah seorang pengguna motor mengungkapkan bahwa pilihan menggunakan motor baginya adalah pilihan terakhir. “Ini pilihan logis yang mungkin ada untuk membelah kemacetan dan sampai ke tujuan secara cepat. Tak ada pilihan lain, seperti angkutan umum yang memberi kepastian itu. Termasuk Busway.” tukasnya.

Beda lagi dengan Ahmad, salah satu pengguna motor lain yang secara tegas menolak pola piker pemerintah. Menurutnya, kemacetan memang salah motor jika hanya terjadi di jalan non tol. “Sekarang kita bisa melihat, kemacetan malah banyak di jalan tol. Jadi memang ada sesuatu yang salah secara sistemik, bukan hanya pada motor” jelasnya.

Pendapat-pendapat ini dibenarkan oleh Planolog Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna. Menurutnya, peningkatan penggunaan sepeda motor terjadi malah terjadi karena pemerintah provinsi tak menyediakan alternatif transportasi umum yang cepat dan aman. Akibatnya, orang memilih jalan sendiri-sendiri untuk mengatasi kemacetan. Sepeda motor pun menjadi pilihan praktis” ujarnya. “Sedangkan pembatasan jika hanya sepeda motor sama sekali tidak memenuhi aspek keadilan.”lanjutnya.

Kegagalan Angkutan Umum

Pengamat transportasi Darmaningtyas mengungkapkan, masalah keberadaan motor hari ini adalah sebuah anomali besar, seiring perubahan fungsi motor. Motor hanya seharusnya berfungsi sebagai angkutan feeder, yang terjadi sekarang di Jakarta motor justru menjadi angkutan utama. “Orang naik motor dari Depok ke Ragunan, itu tepat naik motor. Tapi klo naik motor dari Depok ke (Jakarta,-red) Kota itu gak tepat.” tuturnya.

Setuju dengan Yayat, Darmaningtyas melihat fenomena bahwa penggunaan sepeda motor adalah alternatif sendiri dari masyarakat. Hal ini disebabkan tidak tersedianya fasilitas transportasi public yang baik. Tidak juga dengan tersedianya Busway yang digadang sebagai solusi agar masyarakat berpindah ke transportasi publik. Namun ia juga tidak menampik, secara jumlah motor memang sudah bisa dikategorikan sebagai masalah dan harus segera di cari solusinya “perbaiki angkutan umumnya lalu orang di dorong untuk angkutan umum.” tambahnya.

Ketua Gerakan Cinta Jakarta, Tantowi Yahya menilai, kegagalan penciptaan kendaraan umum yang nayaman ini dikarenakan adanya ketidaksinergisan antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan dunia usaha. “Ketiganya memang punya kepentingan di transportasi Ibukota, karena itu frame harus disatukan. Transportasi adalah layanan publik, aksesiblitas adalah pokok dari pertumbuhan ekonomi” jelasnya.

Masih menurut Tantowi, pemerintah harus berhenti melihat pengendara motor sebagai sebuah masalah. “Justru mereka adalah warga yang butuh ditolong, karena tidak mendapatkan layanan transportasi umum yang layak” jelasnya. “Sebenarnya siapa sih yang mau naik motor, capek, kalau terik kepanasan, kalau hujan kehujanan” lanjut Tantowi menutup.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun