Jakarta, 3 Juli 2014
Selamat malam...
Sebelum menuju tulisan saya, izinkan saya berkata...
"Ya ampuuuuun... Berapa juta tahun cahaya akun saya ini saya anggurin...?"
-yak, sudah-
Baiklah... Langsung saja...
Indonesia Raya sedang bersiap-siap untuk melaksanakan pesta demokrasi, PEMILU. Kali ini, kita semua tengah bersiap untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk periode 2014-2019.
Entah perasaan saya saja atau bagaimana, tapi pencapresan kali ini seru banget gak sih? Mungkin karena calonnya cuma 2 pasang ya, jadinya perhatian masyarakat 'cukup' terpecah jadi 2; Prabowo-Hatta atau Jokowi-JK. Masalahnya, baik perhatian dan kampanye jadi agak keterlaluan, menurut saya. Benar-benar kelihatan siapa menyerang siapa. Agak berlebihan sih. Mendukung Capres dan Cawapres pilihan sih sah-sah saja, tapi kan gak harus pake acara 'menjatuhkan' lawannya dong, ya. Semua dicari celahnya, dicari kurangnya, pokoknya gak ada calon yang 'bersih', gak ada calon yang 'baik'. Begitupun dengan massa pendukunya. Bahkan kalau saya lihat di media sosial, persahabatan aja bisa rusak karena perbedaan pilihan capres. Aduuuuh, woles aja keleuus...
Ya sudah, saya tidak mau bahas itu. Soal kampanye-kampanye, janji-janji, biarlah mereka yang urus. Saya mau bahas yang lagi "hot", yaitu maraknya surat terbuka yang beredar di berita, sosial media, dan wadah-wadah lainnya. Apalagi sih kalau bukan surat terbuka yang ditulis oleh Mbak Tasniem Fauzia yang ditujukan untuk Pak Jokowi? Semakin sexy panas, karena surat tersebut menuai banyak sekali tanggapan, komentar, bahkan hujatan, dan tak lupa surat terbuka lainnya.
Berikut kutipan dari suratnya Mbak Tasniem:
"Suratku untuk Yang Terhormat Bapak Jokowi,
Yang saya hormati Bapak Jokowi calon presiden Indonesia,
Dear Pak Jokowi, ini adalah surat dari salah satu anak bangsa Indonesia, yang ingin menyatakan beberapa hal kepada bapak, semoga ketika bapak membaca surat ini, bapak sedang sendiri, dan bisa menggunakan surat ini untuk perenungan bapak secara pribadi.
Yang terhormat bapak Jokowi, ketika anda mengucapkan sumpah di bawah Al-Quran untuk menjadi gubernur DKI Jakarta, apakah anda masih ingat itu Pak? Mengapa bapak seolah-olah lupa dengan janji bapak kepada masyarakat dan juga janji bapak kepada Tuhan YME untuk melaksanakan tugas bapak hingga Jakarta beres?Saya hanya berharap Bapak masih ingat janji dan sumpah itu. Sebuah sumpah dan janji bukankah harus ditepati Pak…
Surat tersebut di-posting di akun Facebook pribadi Mbak Tasniem dan kemudian dijadikan berita di banyak portal berita. Nih salah satunya:
http://nasional.kompas.com/read/2014/06/27/1141265/Dukung.Prabowo.Putri.Amien.Rais.Buat.Surat.Terbuka.untuk.Jokowi.
Surat yang dutulis di Belanda itu langsung mendapat tanggapan. Tanggapan pertama datang seorang akademisi bernama Achmad Room Fitrianto, seorang anak petani yang sedang kuliah doktoral di Australia. Tanggapan tersebut muncul selang beberapa jam setelah surat Tasniem beredar. Surat tanggapan ini di-posting di akun kompasiana milik Pak Achmad sendiri (http://sosbud.kompasiana.com/2014/06/27/menjawab-surat-terbuka-tasniem-fauzia-binti-amien-rais-untuk-joko-widodo-664769.html).
Berikut kutipan surat tanggapan beliau:
Wahai Saudari Tasniem Fauzia Binti Amien Rais,
Terimakasih atas surat terbukamu terhadap Bapak Joko Widodo calon Presiden Republik Indonesia,
Respon ini adalah surat jawaban dari anak bangsa yang mewakili suara tulus kebhinekaan,
dimana yang merasa untuk menjawab suratmu tidak perlu di jawab oleh yang bersangkutan cukup saya yang jawab, cukup di jawab oleh anaknya petani yang kebetulan dapat kesempatan study doctoral di Perth,
Pertama menjawab pertanyaan sumpah, saya yakin dengan sumpah beliau, karena sumpah beliau dimaksudkan untuk bisa mengemban amanah pembangunan masyarakat yang lebih baik, menciptakan ruang ruang publik bagi masyarakat yang lebih baik tidak hanya di jakarta tapi juga rakyat Indonesia. Dengan alasan itu mengapa beliau mau dan bersedia menerima mandat dari ketua umum PDI Perjuangan untuk menjadi calon presiden. Beliau tidak pernah mencalonkan diri atau mengiklankan diri sebelumnya. Saya yakin dalam perjalanan beliau memimpin jakarta 2 tahun terakhir ini efeknya sangat terasa meski perubahan itu tidak semudah membalikkan tangan, namun proses masih berjalan dan akan terus berjalan. Proses perbaikan yang dirasakan masyarakat Jakarta inilah yang ingin juga dirasakan kami, para warga yang tinggal di daerah,kami ingin mendapatkan efisiensi pelayanan publik sebagaimana mulai dijalankan di masa kepemimpinan beliau. Memang Jokowi Jusuf Kalla tidak akan sanggup mengemban amanah sendiri, tapi dengan dukungan iklas putra putra terbaik untuk melaksanakan tugas reformasi dan untuk menjadikan Indonesia Hebat saya yakin bersama kita bisa.
Nah, terus.. Muncul lagi surat tanggapan bernada serupa. Kali ini dari Dian Paramita yang mengaku sebagai adik tingkat Tasniem Fauzia waktu SMP.
Nah, berikut kutipan surat dari Mbak Dian ini:
Yang Terhormat Mbak Tasniem Fauzia,
yang dulu sangat saya kagumi sebagai kakak kelas di SMP 5 Yogyakarta.
Mungkin Mbak lupa siapa saya. Panggilan saya Mimit. Saat saya kelas 1 dan Mbak Tasniem kelas 3, kita mendapat kursi bersebelahan untuk mengikuti ulangan umum. Saya ingat betul, Mbak selalu meminjam pensil saya, lalu pulpen saya, lalu penghapus saya, kemudian Mbak berbisik, "sorry ya Dek, aku kere..." Saya tertawa senang mendengarnya. Karena saat itu Mbak Tasniem adalah anak dari Ketua MPR, Amien Rais.
Kita sering mengobrol saat ujian. Dari situ Mbak tau saya fans berat grup musik The Moffatts. Kita bercerita mengenai pengalaman kita nonton konser The Moffatts. Saya nonton yang di Jakarta, Mbak yang di Bandung. Beberapa hari kemudian, Mbak jauh-jauh jalan dari kelas Mbak untuk mendatangi kelas saya, lalu memberikan foto-foto The Moffatts yang Mbak jepret di Bandung. Saya senang sekali. Sampai sekarang foto itu saya simpan.
Setelah Mbak sudah SMA dan saya masih SMP, saya sempat bertemu dengan Mbak di sebuah toko buku. Saat itu Mbak memakai celana baggy hijau dan kaos band berwarna hitam. Mbak terlihat tomboy dan sederhana. Dengan senyum Mbak membalas sapaan saya. Saya yakin, di toko buku itu tak ada yang tau bahwa Mbak Tasniem adalah anak seorang Ketua MPR.
Berulang kali saya ceritakan tentang sosok Mbak Tasniem yang saya kenal dan kagumi. Saya ceritakan ke ibu saya, ke teman-teman saya, ke siapapun jika sedang membicarakan anak pejabat. Karena Mbak berbeda dengan anak pejabat lainnya, saya bangga pernah mengenal Mbak Tasniem.
Surat ini diposting di domain pribadinya di http://www.dianparamita.com/blog/surat-terbuka-untuk-tasniem-fauzia.
Saya yakin masih banyak surat terbuka-surat terbuka lainnya. Baik surat terbuka untuk menanggapi suratnya Mbak Tasniem, juga surat terbuka atau postingan yang menanggapi surat terbuka balasan untuk Mbak Tasniem *mudeng ora e?
Jadi, masih ada banyak surat yang menanggapi surat-surat semacam suratnya Pak Achmad, Mbak Dian, dan entahlah siapa lagi yang ikut membuat surat terbuka. Tanggapannya beragam, ada yang setuju, ada yang menghujat, ada yang menganggap ini cuma cari sensasi mentang-mentang lagi masa kampanye, yang netral mah sedikit.Entahlah, saya gak ngerti.
Saya tidak mau membahas ini siapa pendukung siapa, saya mau melihat pure dari suratnya saja.
Terlepas dari isi surat-surat di atas, siapa yang menulis, dan siapa yang didukung, saya angkat jempol untuk semua yang menulis surat tersebut. Menulis bukan hal yang mudah. Walaupun sebenarnya bukan hal yang terlalu sulit. Menulis, seperti layaknya kegiatan-kegiatan lainnya, membutuhkan NIAT! Sudah. Kalau sudah niat, semua bisa terjadi dan terlaksana, termasuk menulis artikel, surat, dan apapun itu
Mengapa saya angkat jempol untuk Mbak Tasniem, Pak Achmad, dan Mbak Dian? Karena itu tadi, mereka NIAT untuk menulis surat semacam ini. Oh, satu lagi, mereka BERANI menulis surat seperti ini. Saya yakin, sebelum mem-posting tulisan mereka, mereka sudah menimbang, memperkirakan, dan siap dengan segala konsekuensi yang akan diterima.
*halah, cuma di sosmed ini, gak bakal ngaruh kaleeee...
Eh, kata siapa? Cyber bullying itu berbahaya loh. Orang benar-benar seenak jidat mencela dan mencaci, seolah tidak peduli apa yang dirasakan oleh mereka yang dihujat. Mending kalau kenal, la kalo enggak? Hmmmm...
Oke, kembali ke surat-surat. Surat terbuka ini isinya gak main-main loh. Isinya tentang calon pemimipin negara kita selanjutnya. Coba, kurang serius apa?
Menulis surat seperti ini gak bisa sembarangan, salah-salah jatuhnya jadi fitnah. Padahal fitnah kan lebih kejam daripada fitness pembunuhan. Memang, ada beberapa bagian di tiap urat ini yang terkesan sangat emosional, sehingga menuai banyak tanggapan miring. Mungkin karena terlalu terbawa perasaan saat menulis, mungkin loh ya...
Kalau melihat isi suratnya, dari banyak surat terbuka yang berseliweran di dunia maya, saya lebih suka surat balasan dari Mbak Dian Paramita. Mengapa? Karena ia menyertakan data-data dan sumber tulisannya. Penting loh, sehingga kita semua yang membaca bisa menelusuri sendiri. Syukur-syukur bisa mengkonfirmasi kalau-kalau ada informasi yang agak keliru.
Terus, ini penting: Tata Bahasa.
Seperti yang sudah saya tulis di atas, menulis itu gak gampang. Mengapa tidak gampang? Karena kita mau supaya mereka yang membaca tulisan kita ini bisa memahami apa yang kita tulis. Mbak Dian berhasil menyederhanakan bahasa yang ia gunakan sehingga saya yang tidak melek politik ini bisa menangkap isi suratnya, menangkap apa yang ia coba sampaikan. Itu yang saya rasakan. Jadi saya tidak sekedar mengiyakan suratnya karena emosi semata, tapi juga karena dicantumkan bukti-bukti, sumber, foto, postingan lainnya. Wah, saya salut lah... Niat banget! Pasti dia fokus banget pas menulis suratnya. Bahkan saya menulis ini saja terdistraksi oleh siaran radio, cari tiket, dan lihat-lihat online shop. Paraaahhh... Ckckckckckck....
Sekali lagi, terlepas dari isi suratnya, siapa yang menulis, dan siapa yang didukung, saya salut sama mereka semua yang menulis untuk Indonesia. Bagaimanapun, ini adalah salah satu bukti bahwa masih banyak orang muda yang peduli sama Indonesia. Bukti bahwa orang muda pun bisa kritis terhadap negara, bahwa benar, orang muda yang selayaknya menyingsingkan lengan baju dan beraksi untuk Indonesia.
Surat terbuka saya harap adalah sebuah permulaan. Permulaan dari bentuk kerja nyata orang muda untuk Indonesia.
Indonesia menunggu, tidak hanya surat terbuka lainnya, tapi juga aksi nyata lainnya.
Satu pesan saya, jangan golputlah tanggal 9 Juli nanti. Tapi juga jangan sembarangan menggunakan hak Anda. Pilih dengan bijak, dengan pemikiran yang matang, karena ini menentukan nasib Indonesia 5 tahun ke depan. Amin sodara-sodari?
Cicilia Y. S.
(juga ditulis di blog pribadi: cicilia-menulis.blogspot.com)