Jika para pasangan Capres-Cawapres selalu didengung-dengungkan untuk bersikap legowo terkait hasil rekapitulasi resmi dari KPU, namun sesungguhnya pihak KPU dan Timnya-lah yang seharusnya legowo dalam menyelenggarakan Pileg serta Pilpres 2014. Bahkan tidak hanya legowo sebagai penyelenggara, termasuk melakukan rekapitulasi dan menerima komplain dari peserta Pileg/Pilpres, namun juga diperlukan sikap seorang Negarawan.
Negarawan adalah 1. ahli di kenegaraan; ahli dalam menjalankan negara (pemerintahan); pemimpin politik yang taat asas menyusun kebijakan negara dengan suatu pandangan ke depan atau mengelola masalah negara dengan kebijaksanaan dan kewibawaan; beliau merupakan pahlawan besar dan - agung (KBBI - Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Mencoba untuk melihat 2 kejadian berikut ini:
1. Saksi dari Capres no. urut 1 melakukan walk-out karena permohonan untuk menunda rekapitulasi terkait rekomendasi Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) ditolak KPU. Rekomendasi Bawaslu kepada melakukan kroscek ulang data dari 5.802 TPS yang diduga terjadi pelanggaran. Pelanggaran ini juga ada kaitannya dengan DPKTb (Daftar Pemilih Khusus Tambahan) di TPS - TPS itu. Sifat rekomendasi Bawaslu adalah wajib ditindaklanjuti, sebagaimana diatur menurut UU No.42/2008, dengan diawasi pelaksanaannya oleh Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu). Namun kenyataannya hanya beberapa saja yang ditindaklanjuti dengan alasan merupakan dugaan pelanggaran.
2. Penetapan hasil Pilpres menurut UU No. 42/2008, KPU memiliki waktu maksimal 30 hari sejak hari pemungutan suara yaitu tanggal 8 Agustus 2014 untuk menetapkan hasilnya. Namun ternyata dipercepat menjadi 22 Juli 2014, dengan alasan sudah dijadwalkan sejak awal.
Dari kedua kasus itu, jika KPU dan Tim mau sedikit legowo atau lebih bersikap negarawan maka seharusnya rekomendasi Bawaslu dijalankan dan dilaporkan secara terbuka. Jika memang tidak bisa dilaksanakan semua, kemukakan alasan-alasannya secara jelas. Batas waktu maksimal penetapan Presiden/Wapres terpilih, jika diikuti, akan memberikan KPU dan Tim cukup waktu untuk menyelesaikan semua komplain-komplain yang masuk, atau setidaknya meminimalisir dugaan - dugaan pelanggaran selama Pilpres berlangsung. KPU DKI Jakarta, sebagaimana dilansir beberapa media, menyampaikan permohonan maaf kepada saksi-saksi Capres no. 1 bahwa tidak semua rekomendasi Bawaslu dapat dijalankan karena terkait PSU (Pemungutan Suara Ulang) di beberapa TPS maksimal harus dilakukan hari ini (22 Juli 2014). Sedangkan hari ini juga (22 Juli 2014) KPU Pusat akan melakukan penetapan hasil Pilpres tanggal 9 Juli 2014 lalu.
Hukum dan aturan memang harus dijunjung tinggi namun hukum yang bijaksana akan lebih ditaati secara hati nurani, yaitu keikhlasan si pemenang maupun yang kalah. KPU serta jajarannya seharusnya menyadari bahwa Pilpres ini rawan konflik, tidak hanya himbauan saja namun menuntut aksi nyata dari penyelenggara Pemilu untuk ikut menenangkan situasi. Termasuk usaha-usaha maksimal untuk menjadikan Pemilu LUBER JURDIL yang diamanatkan Konstitusi UUD 1945.
Tulisan ini tidak bermaksud menyinggung atau menyalahkan pihak-pihak tertentu, namun sebuah masukan untuk Indonesia yang lebih baik ... (THC-sumber: www.m.detik.com)