Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan Pilihan

Konsep Merdeka Belajar Berbasis Budaya yang Berketuhanan yang Maha Esa

30 Mei 2023   22:30 Diperbarui: 30 Mei 2023   22:32 980 54

Pernah gagal, tetapi pena dan kertas akhirnya menjadi senjatanya untuk bangkit. Dan setelah melewati proses panjang kehidupan, alam pun membawanya terlahir kembali menembus batas-batas yang membelenggu kiprahnya dalam dunia pendidikan berdasarkan pendekatan budaya.

Maka pada usia 40 tahun menurut penanggalan Jawa, beliau yang merupakan peletak dasar pendidikan kita, yakni Raden Mas Soeryadi Soeryaningrat melepas gelar kebangsawanannya pada momen tersebut, dengan berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara.

Serupa dengan dunia pendidikan kita yang selama ini juga terseok-seok mengikuti perkembangan zaman yang semakin pesat, terobosan baru merdeka belajar juga telah membuat dunia pendidikan kita berganti rupa dengan wajah baru, menjadi lebih dewasa sehingga dapat memberikan kemerdekaan bagi dunia pendidikan, kembali kepada fondasi titik awal berpijak, bahkan menyempurnakannya.

Pendidikan Ideal Warisan Ki Hadjar Dewantara

Pendidikan yang humanis dan populis serta memayu hayuning bawana adalah warisan berharga dari Ki Hadjar Dewantara bagi kita semua. Taman Siswa benar-benar telah mengubah sistem pendidikan perintah dan sanksi warisan penjajah menjadi sistem pamong, hingga melahirkan sebuah karakter yaitu Patrap Guru atau tingkah laku guru sepatut dan sepantasnya dapat menjadi teladan bagi murid dan masyarakat.

Dengan ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi teladan), ing madya mangun karsa (di tengah memberi dukungan dan semangat) dan tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan), diharapkan seorang guru dapat melahirkan anak-anak didik yang merdeka serta mandiri, tentang pola memahami, merasakan dan menjalankan berbagai aktivitas dalam kehidupan berdasarkan Pancasila.

Pancasila sejatinya merupakan kristalisasi dari atom-atom nilai moral, spiritual dan juga budaya masyarakat Nusantara. Maka, proyek penguatan Profil Pelajar Pancasila patut mendapatkan dukungan dari berbagai pihak.

Bagai gemericik air di tanah gersang, kemerdekaan dalam belajar pun akhirnya hadir dan mengajak semua pihak yakni masyarakat umum, mahasiswa/i, tenaga pendidik, pegiat pendidikan, pegiat seni budaya dan para blogger untuk bergerak bersama menyukseskan kurikulum merdeka belajar, agar pendidikan yang ideal bagi negeri kita tersebut dapat mengalir tanpa hambatan.

Sebagai bangsa gunung sekaligus bangsa laut, kurikulum merdeka belajar diharapkan dapat membuka ruang selebar-lebarnya untuk pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing, sesuai dengan era, tanpa meninggalkan tradisi dan budayanya.

Industri boleh saja berkembang dengan pesat, namun kehidupan agraris yang spiritualis bagi yang tinggal di gunung, demikian juga dengan kehidupan perikanan dan kelautan bagi yang tinggal di laut, sepatutnya mendapatkan perhatian dan terus dikembangkan melalui pendidikan, agar jati diri bangsa sebagai bangsa gunung dan bangsa laut tidak hilang ditelan kemajuan zaman.

Sepercik Warna dari Sekar Ayu
Pendidikan berbasis kebudayaan yang digagas Ki Hadjar Dewantara ternyata memang tidak hanya menjadi alat untuk perjuangan melalui pendidikan menuju kemerdekaan bangsa, namun juga merupakan sebuah fondasi yang tepat bagi pendidikan di tanah air kita yang memiliki ribuan budaya.

Tradisi dan budaya sebenarnya adalah wujud dari jati diri bangsa. Bila budaya rukun, gotong-royong, hormat-menghormati, dan sopan-santun dalam berbagai aspek kehidupan yang didasari dengan ikhlas tanpa pamrih itu mulai jarang ditemui, dan lebih marak persaingan, menjatuhkan satu sama lain, terjadi perundungan di dunia pendidikan, korupsi, kesenjangan sosial yang terus meningkat dan masih banyak lagi, bisa jadi kita memang sedang berpijak pada fondasi di atas fondasi yang tidak pada tempatnya.

Maka, kebudayaan tentu dapat berperan sebagai kompas untuk menemukan di mana posisi kita berpijak sekarang. Jika memang tidak pada koordinat yang tepat, kita semua bisa dengan serentak bergerak mencari di mana kontaminasinya terjadi dan di mana letak sumbatan yang menghambat alirannya, mulai dari hulu hingga ke hilir, kemudian bersama-sama mencari solusi yang bijaksana serta membahagiakan melalui dunia pendidikan, seperti yang dilakukan Ki Hadjar Dewantara.

Mengusung slogan “Ikhlas tanpa pamrih”, Sanggar Tari Sekar Ayu pun pernah mencoba memercikkan sedikit warna pada perjalanan pendidikan melalui kegiatan seni dan budayanya.

Sejalan dengan cita-cita luhur Ki Hadjar Dewantara, Sekar Ayu pun memberikan dasar keikhlasan yang tanpa pamrih baik lahir maupun batin melalui konsep menari untuk Tuhan, dan menuntun anak didik sanggarnya, yang seluruhnya adalah anak putri, menuju ke puncak kebahagiaan sesuai kodratnya, dengan menerapkan falsafah (pandangan hidup) dari budaya di mana mereka tinggal.

Selain itu, Sekar Ayu juga menjalankan konsep pengajaran dan pendidikan yang saling melengkapi, yakni guru adalah murid dan murid adalah guru, dengan diasah, diasih dan diasuh oleh 3 pamong, yakni pamong budaya, pamong sanggar, dan pamong tari.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun