Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Siapakah Hamba?

9 Maret 2021   19:30 Diperbarui: 14 Maret 2021   10:34 916 66
Ketika kehilangan merenggut segalanya
Dan hidup bergantung pada pucuk daun akasia
Embusan angin dari arah barat daya pun merobek keheningan malam
Yang berujung penyerahan diri total
Hingga harapan kembali menjadi hampa
Tergilas oleh roda kehidupan
Yang terkadang berjalan sangat cepat, meski di waktu yang sama, berjalan perlahan tanpa daya

Hari itu, jiwa hamba bergelantungan pada pucuk daun akasia
Beban tak lagi mengkhawatirkan segenap rasa yang tertumpah    
Karena jiwa hamba  lembut dan seringan kapas
Membuat hamba masih melekat pada pucuk daunnya
Ketika sang bayu berembus kencang menghempas segalanya
Di bawah warna jingga sang senja
Menyapu debu kosmik yang membuat kusam lukisan alam nan indah

Hari itu, jiwa hamba berjalan pada senja yang terbalut kesunyian
Keheningan pun mengikuti dan menyempurnakan rasa sepinya jiwa
Telah lama hamba mencari bagian diri yang hilang
Saat sang senja merenggutnya di sebuah jalan di kota Malang
Menjadikan yang asli dari diri hamba tak lagi ada
Topeng-topeng pun menghiasi rupa jiwa yang hilang tanpa sedikit pun asa
Yang tertinggal hanyalah satu pertanyaan, "Siapakah hamba?"

Kata-kata dalam ingatan pun perlahan memudar
Bersembunyi di balik setiap ejaan
Membawanya pada kerumitan baru untuk mengungkap makna yang tersembunyi
Meski terangkai indah tanpa ujung, hamba akan selalu mencoba untuk mengurainya
Karena bagi hamba, itu adalah nilai yang dihargai dalam estetika sebuah tulisan tentang alam jiwa
Hingga setiap kata yang memudar, tetap memberikan jejak rasa yang indah

Pada saat yang sama, hamba pun menyelami lautan rasa dan alam pikiran  
Semakin jauh dan semakin dalam tanpa ada yang mengendalikan
Hingga jiwa hamba semakin jauh pergi
Kemurnian dan keaslian itu lenyap dalam sekejap
Yang tersisa tetap saja satu pertanyaan
Tanpa jawaban dan kepastian
Karena ia selalu saja bersembunyi di balik ejaan kata yang rumit dan menjebak

Dan bergetarlah doa hamba pada suatu malam yang indah
Semesta seolah mendengarnya dengan seksama
Ketika hamba panjatkan dengan mata terpejam dan dengan menutup telinga rapat-rapat
Hanyut dalam secercah cahaya yang masih tersisa di dalam diri hamba
Menggugah keikhlasan
Menerima semua kehilangan
Mencoba mengembalikan detak jantung yang sempat terhenti

Namun pertanyaan itu tetap saja berakhir membentur dinding pikiran
Hingga angin berhenti bernapas
Jiwa terasa tenggelam dalam lautan tanpa batas
Membuat hati menangis teriris di dalam kesedihan
Seperti selembar daun akasia yang hampir melayang jatuh di tanah gersang
Sebelum fajar jingga menemukan kembali jiwa yang hilang
Mendekapnya di dalam pelukan yang hangat, dengan tanpa pamrih
 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun