Melodi mengalun, menyentuh jiwa rakyat.
Dalam irama yang menggoda pengharapan,
Di sana kini, harapan dan ketakutan berpadu.
Takdir negeri terpahat dalam bait-bait,
Diplomasi tari, cinta dan hasutan.
Namun, dalam dentingan kekuasaan yang mulia,
Ada yang terpinggir, terabaikan oleh zaman.
Bagaikan aliran sungai yang tak henti mengalir,
Kuasa mengalun, serak, serambi rindu.
Lupa akan janji-janji masa lalu yang terlupa,
Terlena dalam kuasa, mereka berlalu.
Namun, tak selamanya malam mengaburkan mentari,
Terasa gemuruh, semangat bergemuruh di relung hati.
Suara rakyat, nyaringkan keadilan yang hakiki,
Dalam puisi ini, panggilan menjadi hakiki.
Melodi kekuasaan, mari kau ubah arahmu,
Dari keegoisan hingga cinta sejati.
Penuhi bejanamu dengan suara nurani,
Hingga negeri ini terang benderang di hadapan Tuhan.
Bersama, marilah kita menari dengan harapan,
Menggenggam tangan, menyatukan jiwa.
Bukan lagi melodi kekuasaan yang menyakiti,
Namun senandung keadilan yang abadi.
O, Melodi Kekuasaan, bergabunglah dalam puisi,
Menyampaikan pesan tanpa rasa khayal.
Jadikan negeri ini ladang keadilan yang abadi,
Di tangan rakyat, bersatu, kita hadirkan cinta sejati.