Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Sekolah Dasar, Mimpi & Impact!

4 November 2013   08:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:37 157 0

Lewat setahun mengingat salah satu tulisan Prof Rhenald Kasali, masih ter-ngiang istilah “sarjana kertas”. Ya, tokoh change management ini mengkritik para mahasiswa. Hasil ujiannya “A” tapi tak mampu mengaplikasikan pengetahuaannya, sarjana-sarjana yang hanya asik membuat paper, bukan impact.

Namun menarik ketika menemukan sosok kebalikan “sarjana kertas”, ia seorang wanita paruh baya, pendidikan terakhirnya adalah Sekolah Dasar (SD), punya mimpi besar dan impact. Siapa dia?

Mimpi besar “small people”

Adalah Kiswanti Eko (49) wanita kelahiran Bantul, Yogyakarta 4 Desember 1965, anak pertama dari 5 bersaudara, lahir di lingkungan keluarga kurang mampu, seorang ibu 2 anak yang aktif memperjuangkan pendidikan.

Bu Kiswanti adalah perintis sekaligus pengelola WARABAL (Warung Baca Lebak Wangi) sebuah perpustakaan yang terletak di desa Pemagarsari, Parung, Jawa Barat. Sekitar 20 km dari Bintaro. Kebetulan saya #blusukan langsung bertemu beliau di lokasi. Alih-alih wawancara, saya menemukan sosok penuh insight, power dan ketulusan.

“Saya terlahir dari keluarga miskin…tapi luar biasanya bapak saya mengajarkan saya membaca dan disitulah saya terbangun minat baca...” – Bu Kiswanti

Dulu, ayahnya seorang penarik becak dan ibunya pedagang jamu gendong. Beliau bercerita hanya punya kesempatan mengeyam pendidikan sampai SD karena keterbatasan biaya. -Tahun 70-an- saat duduk di bangku 4 SD beliau ingin mendaftar menjadi anggota perpustakaan, biayanya Rp 2,5 (dua setengah rupiah) dan beliau tidak punya uang untuk mendaftar. Rp 2,5 nilai yang cukup kecil waktu itu (menurut beliau).

Meski hidup dalam kesusahan ia tetap bertekad, ia bertugas sebagai penjaga perpustakaan dan mendapat upah. Kemudian dari upah itu ia mendaftar menjadi anggota perpustakaan. Sejak itu ia bercita-cita mendirikan perpustakaan GRATIS dengan harapan bisa membantu anak-anak kurang mampu agar dapat akses pendidikan.

“…Allah menciptakan manusia pasti ada spesifikasinya masing-masing, pasti ada potensi terpendam di masing-masing…” – Bu Kiswanti

Manuver

Seperti Daud VS Goliat, beliau seorang lulusan SD berani melawan kebodohan. Sejak bermimpi mendirikan perpustakaan gratis, Bu Kiswanti berniat menambah koleksi buku. Tidak selalu mudah. Koleksi bukunya banyak didapat dari kocek pribadi. Beliau bercerita kepada saya suatu hari bekerja dengan warga Filipina menjadi pembantu rumah tangga. Ia minta digaji dengan buku bukan dengan uang, namun si majikan tak mengabulkan permintaan aneh itu.

Tidak patah arang, Ibu Kiswanti tidak berhenti ber-manuver. Beliau merekam khotbah para ustad dan ustadzah lewat tape recorder kreditan-nya, lalu menjual hasil khotbah ke jemaah, yang keuntungannya digunakan membeli koleksi buku. Beliau juga menempuh perjalanan jauh dari Parung - Kwitang untuk mendapatkan buku murah. Ia begitu semangat dan bergairah ingin mencerdaskan orang lain.

“Bu Kiswanti ingin mendirikan perpustakaan gratis walaupun jalan yang ditempuh tidak gratis. – Christanto Nugroho

Kegiatan Warabal

40 tahun menanti, mimpi itu terwujud. Pada tahun 2011 atas kerja sama Mrs. Margaret Njoo (warga Korea Selatan) dan Yayasan Wadah Titian Harapan, dibangunlah sebuah bangunan 2 lantai bernama rumah belajar Warabal Arsari. Di sinilah Bu Kiswanti bersama para relawan ber-aktivitas. Anggotanya kebanyakan anak-anak sampai usia remaja, sisanya ibu-ibu.

Selain perpustakaan gratis, Warabal mengadakan bimbel bahasa Inggris, matematika, IPA, komputer dimana staff pengajarnya para relawan. Ada program kelas mengaji, mempelajari Al-Quran, ilmu Hadis, Fiqih, akhlak serta sejarah nabi. “…jangan sampe mereka ngaku muslim tapi tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.” tegas ibu 49 tahun ini. Koleksi bukunya lebih dari 6.000 judul  dan anggota terdaftar sebanyak 725 orang.

Ibu Kiswanti juga aktif menggalakan program untuk ibu-ibu, mulai belajar menjahit, membuat kue sampai pendidikan menabung. Beliau ingin ibu-ibu rumah tangga produktif dan mengajarkan pentingnya perencanaan keuangan untuk masa depan.

“… saya berharap saya bisa berkontribusi dalam hal pendidikan, memudahkan masyarakat mendapat akses pendidikan. …sehingga bisa mendidik dirinya sendiri dan orang lain.” – Bu Kiswanti

Impact anak SD

Bu Kiswanti seorang lulusan SD namun berhasil mewujudkan free learning centre. Sosoknya sederhana namun pikirannya besar sebesar Kartini.

Beliau memang bukan sarjana, tapi juga bukan “sarjana kertas”!

by: Christanto Nugroho

November – 2013

VISUAL...

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun