Welcome to the jungle atau welcome to the jail! Itu sekelumit lugas sambutan saya pada rekan-rekan yang telah memantapkan diri untuk menikah, membina rumah tangga. Meskipun tak mungkin serta merta terucap saat memberi ucapan selamat sebelum foto bersama, kata-kata itu rasanya cukup untuk mewakili gambaran tentang kehidupan setelah menikah nantinya. Yah, karena dalam pandangan saya, tentang menikah dan segala yang akan dijalani setelahnya itu bukanlah sebuah ilmu pasti, bahkan bisa dikatakan bagai “misteri”. Seperti merambah “hutan belantara” dan memasuki ruang-ruang “penjara”. Siapapun itu, baik rohaniwan, agamawan, ilmuwan, psikolog, konseling perkawinan, dan semacamnya saya yakin tak akan berani menggaransi adanya nasihat paling jitu dalam kehidupan berumah tangga agar bahagia. Semua boleh berteori, meneliti, demikian juga berbagi tentang bagaimana cara membina rumah tangga dengan segala cara pandang serta pengalamannya. Namun tentu saja, semua bergantung pada pihak yang menjalaninya, sebab tak ada kondisi yang sepenuhnya sama. Lalu, apa hubungannya menikah dengan burung, main-main di judul, nih..? Begitu mungkin batin sampeyan,..hehe. Tak semata-mata begitu, lah. Tiap membuat judul tulisan, saya selalu berusaha nyambung dengan isinya, kok. Korelasinya sederhana saja, sangat mudah ditebak. Menikah dan burung. Memangnya, menikah perlu burung? Perlu! Dan sepertinya, ini berlaku bukan saja untuk pasangan yang baru akan menikah saja, tapi untuk kita juga yang telah dan tengah mengarungi samudra pernikahan itu. Nah, ini dia,..ada lagi nih tambahan analogi, menikah itu bagai mengarungi samudra masa depan dengan bahtera rumah tangga,..ck..ck..,..keren, ya?
KEMBALI KE ARTIKEL