Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

"Hadiah" yang Membeli

2 Januari 2013   03:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:39 88 0
Kita tentu sering berpesan kepada anak-anak untuk menolak hadiah atau pemberian dari orang tak dikenal di luar rumah. Tujuan utamanya adalah agar tak terlena dengan maksud-maksud jahat pemberinya. Bisa jadi, permen ataupun jajanan itu dicampur obat bius atau narkoba. Supaya anak-anak mudah diculik dan diperdagangkan.
Bukan hanya anak-anak tentunya. Sering kita dengar berita tentang TKI dari luar negeri yang ludes bawaannya karena mudah percaya dan menerima pemberian minuman dari orang yang belum lama ia kenal dan berpura-pura baik.
Anak-anak, demikian juga TKI di atas dapat dikatakan sebagai pihak yang lugu dan tentu saja jujur tanpa prasangka. Namun dalam situasi tertentu, jujur saja tak cukup. Sebaiknya dibarengi dengan kecerdasan, agar kejujuran itu tidak dimanfaatkan pihak lain demi kepentingan tak jujurnya. Jujur ya jujur, tapi jangan sampai "ajur".
Awal tahun ini, "detektif media" berhasil mengendus lalu memberitakan hal yang langka. Tentang orang jujur. Seorang office boy dianggap sangat istimewa karena kejujurannya. Ia menemukan uang Rp100 juta di tong sampah, tapi tak tergiur memilikinya. Uang itu ia "kembali"kan kepada manajemen bank tempatnya bekerja. Saya kurang tahu detailnya, tapi dari kata mengembalikan itu berarti si OB menyimpulkan bahwa manajemen bank itu adalah pemiliknya. Tapi kok di tong sampah? Ah, entahlah.
Tapi, yang jelas keluguan Agus sang OB itu dianggap mampu mencengangkan mulut-mulut sebagian besar kita. Karena dia jujur, tak tergiur "sampah" Rp100 juta yang bukan miliknya.
"Aksi" si Agus inipun ramai-ramai dijadikan inspirasi. Tentang jujur, bersih ataupun antikorupsi. Bahkan endus tajam partai politik pun tak ketinggalan untuk ikut merasa "memiliki". Diakui ataupun tidak, jujur ataupun tidak, partai politik yang mendekatinya bukanlah pihak penghobi memberi jika tak ingin ada sesuatu yang kembali. Agus tak tergiur uang seratus juta di tong sampah. Tapi, tampaknya dia sangat girang menerima "hadiah" umroh dan naik haji dari partai politik. Mungkin partai itu adalah pihak yang sudah dikenalnya dengan baik. Sehingga ia tak perlu lagi menimbang, kenapa "ujug-ujug" ada yang mendekat dan memberikan hadiah padanya.
Tapi, tak mengapalah, namanya juga rejeki. Hadiah dari parpol dan "sampah" Rp100 juta itu bisa jadi tak jauh beda. Yang paling penting adalah jangan sampai keduanya bisa membeli diri.
Syukurlah jika di negeri ini masih banyak orang jujur. Namun jujur saja tak cukup.
.
.
C.S.
Mau permen?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun