Saya masih sering senyum-senyum sendiri kalau mengingat “lugu”nya salah satu teman yang sekarang ini belum pernah bertemu lagi. Sebut saja namanya Pak Gun, usianya jauh di atasku, orangnya gagah tinggi besar, berbulu dan berotot, tapi tidak sangar. Penampilan khas yang mudah untuk mengingatnya adalah cincin dengan batu akik berwarna hitam yang begitu besar di jarinya, hampir sebesar telur ayam kampung. Bahkan ketika dia berkunjung ke ruang kerja saya, meski sosoknya belum terlihat mudah sekali ditebak kalau dia yang datang, karena batu akiknya sudah nongol duluan. Seperti juga kalau dia beranjak, batu cincinnya terkesan “ketinggalan”.